Sexist Jokes dalam Media Sosial Menormalisasikan Pelecehan Seksual

Sexist Jokes dalam Media Sosial Menormalisasikan Pelecehan Seksual

Deno Ferdian Putra. (Foto: Dok. Pribadi)

Hadirnya inovasi teknologi terbaru media sosial mempermudah interaksi sesama manusia diseluruh penjuru dunia. Media sosial tak asing lagi bagi semua kalangan, baik anak-anak kecil hingga orang tua sekali pun. Perkembangan teknologi media ini sangat diterima baik oleh masyarakat, sehingga orang yang tidak mengenal media sosial akan dianggap ketinggalan zaman. Pada era ini, hampir semua orang mempunyai media sosial sekurang-kurangnya memiliki satu aplikasi media sosial di dalam telepon genggamnya masing-masing.

Namun dibalik sisi positifnya media sosial, ada banyak hal yang menjadi serangan balik bagi para penggunanya. Media sosial mempermudah segala hal seperti interaksi biasa, berdagang, mencari pasangan dan bahkan meningkatkan kejahatan dalam jaringan.

Sexist Jokes merupakan salah satu kejahatan dalam jaringan yang sangat sering dilakukan pengguna media sosial dalam berinteraksi satu sama lain. Sexist Jokes adalah candaan yang dilayangkan kepada orang lain, namun mengarah kepada hal-hal yang berbau pornografi dan sering membuat korban merasa risih dan terintimidasi. Hal ini kerap terjadi pada media sosial yang biasanya sering berada pada konten wanita cantik maupun pria tampan. Seringkali kolom komentar dipenuhi dengan candaan seksisme yang dilontarkan oleh pengguna yang tidak bertanggungjawab.

Biasanya, korban dari sexist jokes ini adalah mereka yang dinilai memiliki paras yang cantik atau tampan. Sehingga pada setiap konten yang mereka unggah selalu menjadi sasaran empuk bagi pelaku sexist jokes yang menganggap hal ini lucu bagi semua orang. Padahal sexist jokes sama sekali tidak mendatangkan kelucuan dan humor bagi orang-orang. Sangat disayangkan bahwa ternyata kebanyakan orang sangat abai dengan sexist jokes yang selalu ada disetiap kolom komentar konten-konten tertentu.

Tanpa disadari kebiasaan ini makin lama semakin berubah menjadi kebudayaan yang merugikan. Nampaknya orang-orang yang melakukan sexist jokes tidak memahami bahwa hal yang mereka lakukan sangat mengganggu korban. Sexist jokes bukanlah hal yang remeh temeh, sebab dengan budaya sexist jokes ini dapat menormalisasikan pelecehan seksual.

Bagaimana tidak ? ungkapan tentang bentuk tubuh seseorang, hal-hal yang membahas tubuh bagian intim dan candaan yang berbau seksual tentu mengarah kepada pelecehan seksual. Budaya ini sangat mempengaruhi mental dan psikologi dari korban. Akan banyak timbul perasaan yang menyakiti korban seperti merasa terhina, merasa sangat rendah, dan bahkan timbul trauma untuk berintekasi dengan orang lain. Belakangan ini sedang viral sexist jokes pada konten edukasi anak yaitu kinderflix, dimana pemeran wanita dalam konten tersebut menjadi objek fantasi para pelaku bejat yang dengan bangga melakukan sexist jokes lewat kolom komentar. Tak sedikit orang-orang yang  menegur pelaku ini, namun setiap konten kinderflix yang diperankan orang tertentu selalu dipenuhi komentar sexist jokes.

Parahnya lagi, kebanyakan dari pelaku adalah anak-anak kecil yang kurang pengawasan oraang tua. Pelaku sexist jokes yang menyebabkan hal ini pasti tau akan dampak-dampak yang merugikan korban, namun hal buruk ini tetap dilakukan demi kepuasan pribadi. Jika dibiarkan, sexist jokes akan terus membudaya dan pelecehan seksual akan dianggap seperti hal yang biasa. Akibatnya banyak korban-korban berjatuhan dengan mental yang telah rusak, sedangkan pelaku saat itu sedang dalam kondisi yang baik-baik saja dan tidak mau tahu dengan apa yang terjadi pada orang yang telah mereka sakiti.

Sexist jokes adalah hal yang serius, maka dari itu perlu bagi kita untuk memberantas budaya jahat yang sering disepelekan ini. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah introspeksi diri dalam bermedia sosial, pastikan setiap aktivitas yang dilakukan berdampak positif dan sekurang-kurangnya tidak merugikan orang lain.

Setelah memastikan bahwa diri sendiri telah bijak dalam bermedia sosial, tanamkan mindset bahwa sexist jokes adalah hal yang salah dan tidak dapat dibenarkan sama sekali. Pola pikir ini perlu diterapkan bagi semua orang, karena pada hakikatnya tidak ada seorang pun yang terima saat mendapat pelecehan seksual bahkan bagi pelaku sekali pun. Ini adalah langkah awal yang paling tepat untuk mengedukasi para pelaku sexist jokes, sebab pola pikir adalah hal nomor satu yang paling penting dalam merubah sikap yang lebih baik.

Selain itu, menjadi relawan saat ada yang menjadi korban sexist jokes juga dapat dilakukan. Jangan hanya menjadi pengamat semata tanpa melakukan aksi atau pembelaan untuk orang yang menjadi korban. Harapannya adalah budaya sexist jokes di media sosial maupun dunia nyata dapat dicegah, sehingga sexist jokes dapat dihentikan dan dihilangkan dari kebiasaan orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Semua hal yang memudahkan manusia tak selalu mendatangkan manfaat, sexist jokes adalah hal yang nyata terpampang disekitar kita. Maka dari itu, mari bersama-sama saling menguatkan dan menghargai satu sama lain, sebab permasalahan dapat dihentikan dengan komunikasi yang baik antar sesama kita.

Penulis: Deno Ferdian Putra (Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)

Baca Juga

Di Balik Kesuksesan Pengusaha Minang
Di Balik Kesuksesan Pengusaha Minang
Prinsip Kekeluargaan dalam Bisnis Kaum Muda Minangkabau
Prinsip Kekeluargaan dalam Bisnis Kaum Muda Minangkabau
Analisis SWOT dan PEST Sebagai Strategi Humas Gojek dalam Pengembangan Perusahaan di Era Digital
Analisis SWOT dan PEST Sebagai Strategi Humas Gojek dalam Pengembangan Perusahaan di Era Digital
Rekam Jejak Diplomasi Minangkabau dalam Ranah Budaya dan Sejarah
Rekam Jejak Diplomasi Minangkabau dalam Ranah Budaya dan Sejarah
Eksistensi Public Relation Terhadap Regulasi Pengelolaan Krisis dalam Membangun Reputasi Pemerintahan
Eksistensi Public Relation Terhadap Regulasi Pengelolaan Krisis dalam Membangun Reputasi Pemerintahan
Fenomena 'Viralin Dulu Baru Diusut', Contoh Kegagalan Humas dalam Membangun Hubungan dengan Publiknya
Fenomena 'Viralin Dulu Baru Diusut', Contoh Kegagalan Humas dalam Membangun Hubungan dengan Publiknya