Langgam.id – Seminar Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) mengungkap peran penting Mohammad Hatta dalam peristiwa bersejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Secara resmi, mandat pada Syafruddin Prawiranegara diberikan oleh Soekarno, namun, inisiatif itu muncul dari Mohammad Hatta.
Hal itu disampaikan ahli antropologi Meutia Hatta saat menjadi pemateri dalam seminar yang digelar MSI dan Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat, di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sabtu (18/12/2021). Pernyataan Meutia diperkuat guru besar sejarah Universitas Padjadjaran (Unpad) Nina Herlina Lubis.
Meutia mengatakan, mandat pada Syafruddin Prawiranegara secara resmi memang diberikan oleh Soekarno. Namun, mandat itu merupakan hasil diskusi dengan Mohammad Hatta.
”Jadi inisiatif itu boleh disebut datang dari Bung Hatta,” kata Meutia Hatta.
Putri Bung Hatta itu juga mengatakan peristiwa PDRI merupakan bentuk kecermatan para pemimpin bangsa dalam mewaspadai ancaman buruk terhadap negara yang baru berdiri.
Disampaikan, PDRI adalah penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia sejak 22 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949. Kondisi darurat ini terjadi setelah para pemimpin bangsa seperti Soekarno, Hatta, dan Sjahrir ditangkap oleh Belanda pada 19 Desember 1948.
”Sesaat sebelum ditangkap, Soekarno dan Hatta memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk menyelenggarakan pemerintahan darurat. Ini merupakan bentuk kecermatan,” jelasnya.
Meutia Hatta menyebut Indonesia saat ini berjalan menuju bangsa yang minder. Padahal, Indonesia memiliki sejarah yang unggul di internasional dalam perjuangan kemerdekaannya.
”Bukti keunggulan sejarah kita terbukti dari peristiwa PDRI yang membuat Indonesia tetap berdiri,” katanya.
Di sisi lain, Meutia juga mengisahkan sosok Mohammad Hatta yang selalu menjalankan ibadah wajib. Hal itu pula, katanya, yang membuatnya diberi kekuatan batin oleh Allah untuk mengkaji peristiwa demi peristiwa.
Dalam seminar itu, Meutia Hatta menjadi narasumber bersama guru besar sejarah Universitas Padjadjaran (Unpad) Nina Herlina Lubis dan jurnalis senior Hasri Chaniago.
Nina Herlina Lubis dalam pemaparannya menyebut PDRI tidak bisa dilepaskan dari figur Sjafrudin Prawiranegara. Dia mengakui penetapan Sjafrudin sebagai Ketua PDRI didasarkan pada pandangan Mohammad Hatta.
“Mohammad Hatta menganggap Sjafrudin Prawiranegara merupakan anggota kabinet yang paling cakap dan paling cepat bertindak,” papar Nina.
Peristiwa PDRI mendasari peringatan Hari Bela Negara (HBN) yang digelar setiap tanggal 19 Desember. Hasril Chaniago menyebut, HBN sebagai hari besar nasional yang istimewa dan didasarkan pada peristiwa terlama pada masa revolusi kemerdekaan.
”HBN satu-satunya hari besar yang didasarkan pada peristiwa di luar Jawa. Selain itu, PDRI istimewa karena menjadi peristiwa heroik terpanjang dalam perang kemerdekaan, yakni 208 hari,” jelasnya.
Namun, menurut Hasril, masih ada sebagian kalangan yang menganggap HBN sebagai peringatan daerah. Padahal, PDRI merupakan peristiwa nasional dan internasional.
”Mestinya pemerintah pusat sampai daerah merayakan ini. Bukan karena komando tapi karena tanggung jawab,” katanya. (*)