Sejarah Masjid Sipisang dan Suluknya Jemaah Naqsyabandiyah di Agam

Perang Paderi Pasaman dan Tarekat Naqsyabandiyah, masjid tua sipisang

Masjid Sipisang (Foto: Dok. Pribadi/Syahrul Rahmat)

Langgam.id - Tak hanya tentang juang dan gemuruhnya Perang Paderi di Kabupaten Pasaman, Sumatra Barat (Sumbar), di gerbang menuju daerah itu juga tersimpan sejarah panjang perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di Ranah Minang yang berhulu di Masjid Sipisang.

Sebelum memasuki Bonjol, Kabupaten Pasaman, daerah yang akan dilintasi ialah Nagari Nan Tujuah, Kecamatan Palupuah, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Daerah yang mempunyai sejumlah catatan sejarah. Mulai dari masa pergerakan menentang kolonialisme Belanda hingga masa mempertahankan kemerdekaan.

Perjalanan sejarah Islam pun tidak luput dari wilayah ini. Selain tentang Perang Paderi dengan melibatkan Tuanku Imam, daerah ini juga menjadi tempat pengembangan ajaran tariqat. Terutama Tarekat Naqsyabandiyah yang juga cukup berkembang di daerah Kumpulan dan Bonjol.

Masjid Sipisang adalah salah satu masjid yang menjadi saksi pengembangan Tarekat Naqsyabandiyah di daerah itu. Secara gotong royong, di daerah Sipisang didirikan sebuah masjid yang penamaannya mengikuti nama tempat masjid didirikan. Hal itu sebagaimana lazimnya tipikal penamaan masjid atau surau di Minangkabau.

Tidak ada sumber primer yang berbicara langsung tentang waktu pendirian masjid. Beberapa sumber lokal mengatakan, masjid ini didirikan pada tahun 1818 dan melibatkan Syekh Ibrahim Kumpulan dalam pembangunan. Merujuk pada keterlibatan Syekh Ibrahim Kumpulan, dugaan dibangunnya masjid pada awal abad ke-19 dapat dibenarkan, hanya saya tanggal pastinya tidak dapat ditentukan.

Syekh Ibrahim Kumpulan (1764-1914) merupakan seorang ulama Tarekat Naqsyabandiyah yang cukup terpandang di Minangkabau. Pada awal adab ke-19 ia diceritakan kembali berangkat menuju Makkah untuk mendalami ilmunya, dan menetap selama lebih kurang 7 tahun. Setelah itu barulah ia kembali ke kampung halamannya di Kumpulan.

Eksistensi Masjid Sipisang tidak hanya untuk melakukan shalat lima waktu maupun tempat dilangsungkannya aktivitas sosial keagamaan lainnya. Masjid ini juga dijadikan tempat suluk bagi pengikut Tarekat Naqsyabandiyah. Terutama bagi mereka yang berdomisili di daerah tersebut.

Selain Syekh Ibrahim Kumpulan, tokoh lain yang juga terlibat dalam aktivitas keagamaan di Masjid ini adalah Syekh Muhammad Said Al-khalidi Bonjol (1881-1979). Ia disebutkan sebagai ulama yang menerima suluk pengikut Tarekat Naqsyabandiyah di Masjid Sipisang. Sepeninggal Syekh Muhammad Said, aktivitas suluk pun sudah tidak lagi dilakukan di masjid ini, lantaran ketiadaan guru yang akan menerima suluk.

Secara umum, arsitektur masjid Sipisang tidak ada ubahnya dengan masjid kuno yang dibangun semasa dengannya. Mulai dari pola atap tumpang, serta penggunaan kayu sebagai bahan utama bangunan, hingga posisi masjid yang berada di tepi sungai dan di bawah bukit. Hingga sekarang unsur utama masjid tersebut belum mengalami banyak perubahan.

Masjid Sipisang dibangun berbentuk persegi dengan ukuran sisinya 10.9 meter. Badan bangunan yang menyerupai pola rumah gadang 'kuncuik ka bawah kambang ka ateh digabungkan oleh pasak pada setiap kayu penyangga. Tiang macu atau tunggak tuo di ambil dari daerah Patai, sekitar tiga kilometer ke arah Bukittinggi dari posisi masjid saat ini. Termasuk tunggak tuo, terdapat 36 tiang yang menyangga masjid ini.

Pada awalnya, atap Masjid Sipisang menggunakan bahan ijuk. Akan tetapi, dengan alasan ketahanan bahan, maka pada tahun 1885 dilakukan penggantian atap ke bahan seng. Selanjutnya pada tahun 2005 atau 2006 juga dilakukan renovasi terhadap dinding masjid bagian luar, tepatnya dinding bagian selatan bangunan masjid.

Tepat di bagian cucuran atap, terdapat papan yang dihiasi dengan ukiran. Bagian tersebut dihias dengan ukiran tradisional dengan motif Aka Cino Sagagang dan pada beberapa bagian juga terdapat ukiran kaligrafi. Selain pada bagian cucuran atap, ukiran kaligrafi juga ada pada bagian dalam masjid.

Di sebelah Masjid Sipisang saat ini sudah dibangun sebuah masjid baru bernama Masjid Nurul Hikmah. Aktivitas peribadatan secara keseluruhan sudah dipindahkan ke masjid baru. Bukan berarti ditinggalkan, Masjid kayu tersebut saat ini dijadikan sebagai tempat mengaji bagi anak-anak Jorong Sipisang. (Syahrul Rahmat/ZE)

Baca Juga

Zakat fitrah merupakan zakat yang diwajibkan atas setiap jiwa baik lelaki dan perempuan muslim yang dilakukan pada bulan Ramadan, sebelum
Kapan Waktu Terbaik Melaksanakan Zakat Fitrah?
Bulan Ramadan 1445 Hijriah akan memasuki 10 malam yang terakhir. Oleh karena itu dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dengan berdzikir,
4 Amalan Agar Dapat Meraih Kemuliaan Lailatul Qadar
Umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah selama bulan Ramadan. Salah satu ibadah sunnah yang biasa dilakukan yaitu salat tarawih.
Begini Sejarah Awal Mula Penamaan Salat Tarawih
Sebanyak delapan warung makan ditertibkan oleh personel Satpol PP karena memfasilitasi makan siang di tempat. Penertiban itu dilakukan
Buka Siang Hari Ramadan, 8 Warung Makan di Padang Ditertibkan
Sahur merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan bagi mereka yang ingin melaksanakan ibadah puasa. Saat sahur menjadi salah satu momen yang
Apakah Masih Boleh Makan Sahur di Waktu Imsak? Begini Penjelasannya
Bulan puasa identik dengan pasar Ramadan atau orang Minangkabau menyebutnya pasar pabukoan. Pasar pabukoan menjual berbagai macam takjil
Dekat dengan Kampus Unand, Pasar Pabukoan Kapalo Koto Tawarkan Ragam Menu Berbuka