Langgam.id - Banjir yang melanda Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar) pada Rabu (18/8/2021) malam cukup parah. Genangan air mencapai satu meter, dan wilayah terdampak luas.
Menurut Pengamat Lingkungan Univeristas Andalas (Unand), Isril Berd, banjir di Kota Padang tidak terlepas dari curah hujan yang tinggi mencapai 175 melimeter dengan durasi yang lama. Maka itu, manajemen drainase perlu dikelola.
"Kalau curah hujan lebih dari 100 melimeter, biasanya di Indonesia, kota-kota dirancang drainasenya dengan tataran 60 melimeter curah hujan. Ini Konsep nasional," kata Isril dihubungi langgam.id, Jumat (20/8/2021).
Baca juga: Banjir Rusak Saluran PDAM Padang, Pasokan Air 45 Ribu Pelanggan Terganggu
Namun, kata Isril, Kota Padang tidak merancang drainase dengan tataran baik. Kemungkinan, drainase yang ada hanya mampu menampung 50 meter kubik air.
"Manajemen drainase perlu dikelola oleh sebuah kota. (Harusnya) berpedoman pada masa lalu yang mampu membuat banjir kanal (banda bakali) pada era kolonial," jelasnya.
Ia menyarankan pemerintah kota harus memperbanyak dan memperbesar volume drainase. Kemudian, memperbanyak gorong-gorong atau untuk saluran air yang menembus bagian timur ke barat.
"Jangan diandalkan jembatan-jembatan sungai. Tapi dibuat tempat khusus di lokasi sering banjir dari timur ke barat menembus By Pass. Sehingga air mengalir dari timur ke barat dan dapat menghindari banjir," ujarnya.
Isril mengungkapkan, bentangan alamnya Kota Padang memang rawan banjir sejak 3,5 abad lalu. Maka itu, pada era kolonial dibuat banjir kanal untuk mengindari banjir.
"Ini adalah drainase besar yang dibuat pada zaman kolonial tahun 1911, hampir sama besar dengan Batang Arau. Batang Arau dibagi dua, sehingga kemungkinan banjir tidak terjadi lagi," kata dia.