Langgam.id - Kasus dugaan seorang istri dijual oleh suaminya kepada lelaki lain mencuat ke publik. Peristiwa ini terjadi di Kecamatan Lintau Buo, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat (Sumbar).
Kasus tersebut membuat buncah masyarakat setempat, apalagi diduga pria berinisial HS ini menjual istrinya T karena terlilit utang kepada N. Kasus ini awalnya sudah dilaporkan oleh masyarakat bersama keluarga T di Polsek Lintau Duo, 27 Juni 2020.
Namun, laporan tidak diterima dan Polsek Lintau Duo mengarakan untuk melanjutkan laporan ke Polres Tanah Datar. Sementara, ayah T dalam kondisi sudah tua dan sakit-sakitan hingga lokasi antara kediamannya dan Polres berjarak 40 kilometer.
Menanggapi persoalan laporan tersebut, Ombudsman RI Perwakilan Sumbar menilai terdapat potensi maladministrasi yang dilakukan Polsek Lintau Buo karena tidak memberikan pelayanan atau menerima laporan sejak awal kasus itu mencuat.
"Ini sudah menjadi pembicaraan banyak. Polisi harus bergerak cepat," ujar Kepala Keasistenan Bidang Pencegahan Ombudsman RI Perwakilan Sumbar Adel Wahidi dihubungi Langgam.id, Jumat (17/7/2020).
Menurut Adel, dari pemberitaan dan keterangan tokoh masyarakat pihak kepolisian menyebutkan laporan harus dilakukan oleh korban. Pihak kepolisian menilai kasus ini adalah delik aduan.
Baca Juga: Seorang Suami di Tanah Datar Diduga Jual Istri untuk Melunasi Utang
"Pihak kepolisian mestinya periksa kembali apakah delik aduan atau tidak. Karena, kalau indikasi human trafficking, ini human trafficking, ada seorang suami memperdagangkan istrinya, membujuk, menipu istrinya dengan imbalan uang," ungkapnya.
"Kalau human trafficking seperti itu maka bukan lagi delik aduan. Jadi, walaupun tidak dilaporkan korban, pihak kepolisian harusnya menindaklanjuti (laporan)," jelas Adel.
Ia mengungkapkan, tindakan Polsek Lintau Buo mengarahkan ke unit PPA Polres Tanah Datar sudah tepat. Namun sayangnya, laporan awal semestinya tetap harus diterima.
"Kami membayangkan polsek terima (laporan) dan koordinasikan ke Pemda setempat, karena ada dinas pemberdayaan perempuan. Jadi, banyak yang dilakukan terhadap korban. Mulai konsultasi psikologis dan perlindungan," ucapnya.
Adel menyayangkan korban tidak menerima perlindungan sampai sekarang. Hal ini ini bentuk dampak dari upaya laporan awal yang dilakukan di polsek tapi tidak terima.
"(Jadi) periksa kembali, apakah delik aduan? indikasi kan dijual dengan imbalan uang. Itu bukan perizinan yang merupakan delik aduan. Kami menyebutnya ada potensi maladministrasi oleh polisi," tuturnya.
Ditegaskan Adel, polisi mestinya menggunakan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). "Ini bukan delik aduan," tegasnya.
Baca Juga: Soal Kasus Dugaan Suami Jual Istri di Tanah Datar, Polisi: Kami Belum Terima Laporan
Sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Tanah Datar, AKP Purwanto mengakui, pihaknya belum menerima laporan dari sang istri yang merasa tidak terima atas perbuatan suaminya.
"Itu sudah suami istri, jadi tidak ada pihak dari lain yang melapor. Sampai sekarang kami belum menerima laporan," kata Purwanto.
Dikatakannya, kasus seperti ini bentuk laporan adalah absolut. Maksud laporan absolut yaitu harus yang merasa dirugikan membuat laporan sendiri, tidak orang lain.
"Laporan absolut, harus yang bersangkutan melaporkan, tidak boleh orang lain. Istri yang melaporkan, kalau menganggap tidak terima atas perbuatan suaminya," jelasnya.
Sementara itu, salah seorang tokoh pemuda setempat, Hijrah Adi Sukrial yang juga wakil Datuk Rajo Putih membenarkan pihak keluarga telah mendatangi polsek untuk melaporkan kejadian itu.
Tapi, kata dia, diarahkan ke polres karena di polsek tidak ada unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA). "Kami sudah melaporkan tanggal 27 Juni, membawa orang tuanya (T). Tapi diarahkan ke polres. Jarak 40 kilometer, tidak memungkinkan membawa orang tuanya yang sakit dan tua," katanya. (Irwanda/ZE)