Langgam.id - Peristiwa sumpah pemuda telah menginjak usia 95 tahun. Dan, Pondok Pesantren (Pontren) Kauman Muhammadiyah Padang Panjang, punya cara unik untuk memperingatinya pada Sabtu (28/10/2023)
Tidak lagi harus mengangkat seputar peristiwa di tingkat nasional, malah menggelar seminar nasional dengan mengangkat peran Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka). Seminar yang mengusung tema “Gagasan Literasi Hamka tentang Semangat Kepemudaan di Indonesia”– dihadiri ratusan peserta, yang berasal dari santri, dan guru, serta utusan SMP/MTs se- Padang Panjang.
Mudir Pontren Kauman Muhammadiyah, Derliana dalam sambutannya menegaskan bahwa momentum peringatan sumpah pemuda mesti dibarengi dengan semangat kepemudaan yang telah dahulu dicontohkan oleh para pendahulu di Kauman. Satu di antaranya ada pada sosok Buya Hamka.
“Hamka dalam perjalanan hidupnya tidak bisa lepas dari Kauman. Bagaimana lika liku kehidupan Hamka itu berada di Kauman. Kita mengangkat ini semua untuk mengenang kembali sosok buya Hamka. Masa muda Hamka hingga masa-masa paling sulit Hamka, Ia habiskan di Kauman ini,” terang Derliana.
Komplek Kauman Padang Panjang sendiri hadir, pasca Syekh Muhammad Djamil Djaho merekomendasikan eks Hotel Merapi ini pada Saalah Jusuf Sutan Mangkuto pada akhir Juni 1927.
“Komplek ini dibangun oleh anak-anak muda berusia 18-32 tahun. Mereka adalah Rasjid Idris Datuk Sinaro Panjang masa itu berusia 18 tahun, Hamka (19 tahun), Abdullah Kamil (20 tahun), dan iparnya Hamka A.R Sutan Mansur berusia 32 tahun)” tutur Fikrul Hanif Sufyan, selaku pembentang kertas kerja yang juga eks reporter Rakyat Merdeka.
Alhasil, Hamka cs berhasil membangun peradaban lewat berdirinya Tablighschool pada 5 April 1928. Bahkan, dalam keterbatasan finansial, Hamka yang didaulat selaku Directur Tablighschool, berhasil menjaring 16 orang murid. Keenam belas murid itu adalah tamatan Thawalibschool, Diniyahschool, dan Tsanawiyah Muhammadiyah.
“Di usia 20 tahun Hamka telah memimpin sekolah, yang menjadi sokoguru dari Pontren yang hadir pada hari ini. Sekolah ini dibangun semi permanen. Beratap rumbia, dengan tonggak dari betung, berdinding tadir, dan sebagian papannya sudah terjungkat. Justru guru-guru dari sekolah inilah yang menjadi bagian dari Comitte van Ontvangst dalam Kongres ke-19 di Bukittinggi," jelas Fikrul mengakhiri pemaparannya.
Selain Fikrul, penyaji lainnya adalah Abdul Hadi, yang merupakan cucu dari Buya Hamka. Penulis dari Nambo Hamka The Untold Story itu, mengusung seni Hamka dalam mengasuh dan mengenalkan pendidikan Islam pada keluarganya.
“Dengan cermat dan terukur hamka memberikan arahan arahan yang mendidik cucunya. Hamka seolah membuat laboratorium pendidikan dengan mengaplikasikan ide dan cara cara beliau, dan menerapkan cara cara yang ilmiah,” papar Abdul Hadi.
Abdul Hadi sendiri adalah cucu kedua dari putri ke-6nya Hamka, yakni Aliyah. Dengan cermat dan terukur Buya Hamka memberikan arahan arahan, serta mendidik bagi kedua cucunya. Bahkan, Hamka seolah-olah membuat laboratorium pendidikan dengan mengaplikasikan ide dan cara-caranya yang ilmiah.
“Nambo (sebutan kakek untuk di Maninjau) HAMKA memodifikasi pengasuhan ditengah kesibukannya, dengan menyuruh kami berdua merapikan surat-surat yang sudah dipilih Nambo dan diletakkan di samping mejanya. Lalu, memilih surat yang berprangko pada amplopnya. Sementara kami sibuk merapikan surat, Nambo HAMKA melanjutkan pekerjaannya mengetik.” Terang Abdul Hadi sambil memutar kembali memori kolektifnya.
Selain itu, kepada cucunya, Hamka mengisahkan cerita para nabi, Rasulullah Muhammad saw, dan kisah orang-orang saleh. “Cerita yang paling sering disampaikan Nambo adalah kisah nabi Muhammad sebagai uswatun hasanah, contoh teladan untuk kaum muslimin. Nambo mengenalkan bagaiman pribadi Rasulullah yang lembut, tutur katanya halus, dan lainnya,” urai Abdul Hadi mengakhiri pemaparannya.
Kemampuan Hamka memimpin di kala muda, untuk sebuah institusi pendidikan, telah mematangkannya dalam membangun relasi politik dan dakwah. Sehingga mengantarkannya ke pentas nasional selaku politisi dari Partai Masyumi, dan menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia.
Jaringan yang dibangun Hamka, untuk membesarkan Tablighschool, kemudian bermetamorfosis menjadi Kulliyatul Muballighien, dan membesar menjadi Pontren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang. Sejak terhitung didirikannya, usia dari pondok pesantren itu, telah setara dengan peristiwa 95 tahun silam, sumpah pemuda. (*/Yh)