Langgam.id - Sebanyak 329 laporan masyarakat diterima Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat (Sumbar) pada 2023 lalu. Jumlah tersebut naik dibandingkan 2022 yang sebanyak 323 laporan.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sumbar, Yefri Heriani mengatakan, bahwa dari laporan itu, yang berhasil diselesaikan sebanyak 203 laporan.
Namun, tidak hanya itu, tim di Ombudsman Sumbar juga berhasil menyelesaikan laporan dari tahun sebelumnya.
"Ada laporan yang tidak selesai pada tahun berjalan, akan tetapi bisa diselesaikan pada tahun berikutnya," ujarnya.
Yefri mengungkapkan, dari 2020, Ombudsman Sumbar telah berhasil menyelesaikan dan menutup laporan sebanyak 1.264 laporan.
"Ini petanda baik. Laporan masyarakat meningkat, tapi Ombudsman Sumbar juga berhasil menyelesaikan laporan itu, sebagai bentuk pertanggungjawaban Ombudsman pada masyarakat pelapor," ucapnya.
Selain itu, terang Yefri, ini juga petanda, bahwa masyarakat semakin berani dan setara posisinya dengan penyelenggara. Masyarakat menggunakan haknya untuk melapor, dan semakin memahami hak mereka yang dilindungi oleh undang-undang.
Yefri mengatakan, dari sisi dugaan maladministrasi, lima terbanyak yang dilaporkan masyarakat adalah tidak memberikan layanan (72), penyimpangan prosedur (71 laporan), penundaan berlarut (54 laporan), permintaan imbalan/pungli (8 laporan) dan tidak patut (2 laporan)
"Kita cukup kecewa dengan data ini, tidak memberikan layanan masih terbanyak yang dilaporkan. Ini mengindikasikan, pengguna layanan mengabaikan kewajibannya untuk melayani kebutuhan masyarakat. Masyarakat ditolak sejak berada front line," tuturnya.
Dari sisi substansi, terangnya, lima substansi terbanyak dilaporkan adalah hak sipil dan politik (70 laporan), pendidikan (52 laporan), kepegawaian (41 laporan) dan kepolisian 34 laporan, dan agrarian (30 laporan).
Sementara itu, lima daerah terbanyak yang dilaporkan masyarakat adalah Kota Padang (162 laporan), Pesisir Selatan (23 laporan), Agam (21 laporan), Padang Pariaman (16 laporan), dan Kabupaten Solok (15 laporan).
"Angka-angka ini menarik. Kita berharap kepala daerah atau pimpinan unit penyelenggara dapat menjadikan data laporan ini sebagai pijakan perbaikan penyelenggaraan layanan publik. Laporan masyarakat dijadikan basis dalam membuat kebijakan," harapnya.
Kepala Keasistenan Pencegahan, Adel Wahidi menambahkan, dari sisi pencegahan, Ombudsman Sumbar telah berhasil menyelesaikan kajian mengenai Potendi Maladministrasi dalam Pemberhentian Aparatur Nagari di Kabupaten Limapuluh Kota.
Ia menyebutkan, bahwa saran perbaikan telah disampaikan kepada Bupati Limapuluh Kota. Bupati diminta membuat SOP dan Tata Naskah Dinas dalam pemberhentian aparatur nagari mulai dari nagari dan camat.
Kemudian, juga melahirkan kebijakan evaluasi dan peningkatan tata kelola khususnya mengenai pemberhentian aparatur nagari.
"Bulan Januari ini, kita tunggu Bupati untuk menuntaskan saran itu," ujarnya.
Selain itu, kata Adel, tahun 2023, Ombudsman Sumbar juga telah menuntaskan penilaian kepatuhan. Hasilnya secara nasional telah diumumkan.
"Kita apresiasi, Pemerintah Provinsi Sumatra Barat berhasil maraih peringkat 6 nasional, dengan rapor hijau," ucapnya.
Sementara, untuk Kabupaten/Kota, kata Adel, dari 19 Kabupaten/Kota, 18 di antara memperoleh predikat rapor hijau. Sementara Kepulauan Mentawai satu-satunya yang berada di zona kuning.
Untuk kepatuhan Polres, 12 Polres dengan rapor hijau dan 7 Polres meraih rapor kuning. Sementara untuk Kantor Pertanahan 9 Kantah mendapat rapor hijau, dan 10 Kantah mendapat rapor kuning.
Secara rinci, terang Adel, hasil penilaian kepatuhan akan disampaikan dalam anugerah kepatuhan 2023 yang akan dilaksanakan 8 Januari 2024, di Auditorium Gubernur Sumatra Barat.
"Sekali lagi kita berharap, hasil penilaian kepatuhan dapat menjadi pijakan bagi kepala daerah untuk memperbaiki layanannya di tahun yang akan datang," harap Adel.
"Jangan segan-segan untuk menjadikan hasil kepatuhan, sebagai instrumen untuk merotasi dan memutasi kepala unit penyelenggara layanan," sambung Adel lagi. (*/yki)