Langgam.id - Ombudsman Republik Indonesia (RI) menerima beberapa laporan tentang pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk SMP dan SMA tahun 2019. Demikian disampaikan anggota Ombudsman RI Ahmad Suhaedy dalam siaran pers tertanggal 19 Juni 2019, yang diterima pada Kamis (20/6/2019).
"Laporan Masyarakat tersebut terbagi kepada dua masalah utama. Pertama, berkenaan dengan ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap penerapan sistem zonasi," katanya.
Kedua, kesalahpahaman masyarakat tentang pendaftaran PPDB. Sehingga, di beberapa tempat atau sekolah, sebagian masyarakat harus mengantri dan bahkan hingga bermalam di suatu sekolah.
Mempelajari sejumlah kasus dan laporan tersebut, menurut Ombudsman, Pengaturan PPDB tahun ini melalui Permendikbud No. 51 Tahun 2018 telah mengalami perbaikan.
Di antaranya, permendikbud sudah terbit enam bulan sebelum pelaksanaan PPDB. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya yang terbit sebulan sebelum PPDB.
"Seharusnya waktu enam bulan dapat digunakan untuk persiapan dan sosialisasi kepada masyarakat. Sehingga tidak menimbulkan keributan yang mendadak."
Masalah sistem zonasi, menurut anggota Ombudsman, juga telah menampung aspirasi kondisi daerah-daerah tertentu. Karena tidak meratanya jumlah sekolah di berbagai daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan penyesuaian sejauh tidak menyimpang dari tujuan utama zonasi, yaitu pemerataan pendidikan dan penghapusan sistem favouritisme.
Namun, menurut Ahmad Suhaedy, masih ada beberapa kelemahan dalam penerapan zonasi.
Pertama, Kemendikbud dan Dinas Pendidikan di daerah kurang gencar dalam mensosialisasikan Permendikbud yang baru. "Sehingga masih menimbulkan kesalahpahaman di tengah-tengah masyarakat."
Kedua, Kemendikbud juga kurang berkoordinasi dengan Kemendagri dalam penerapan sistem zonasi. "Sehingga beberapa kepala daerah masih melakukan modifikasi sistem zonasi yang menyimpang dari tujuan utama sistem tersebut," tulisnya.
Ketiga, Kemendikbud seharusnya tegas dalam menegakkan aturan tentang sistem zonasi. "Tetapi juga komunikatif dengan masyarakat dan Kementrian Dalam Negeri serta pemerintahan daerah. sehingga, tujuan yang baik dalam penerapan zonasi tersebut akan dipahami oleh masyarakat dan pemerintah daerah."
Tentang adanya antrian yang menimbulkan kekisruhan, menurut anggota Ombudsman, disebabkan karena kesalahpahaman masyarakat. "Seolah-seolah siapa yang paling duluan membawa berkas ke sekolah akan diterima. Ombudsman RI menyesalkan terjadinya kesalahpahaman tersebut," tulisnya.
Pendaftaran sekolah seharusnya telah dilakukan dengan sistem daring/on line yang telah diatur sesuai dengan zonasinya. Berkas calon siswa dibawa ke sekolah dalam rangka verifikasi data, bukan untuk pendaftaran siapa yang paling duluan.
Kemendikbud dan Dinas Pendidikan daerah provinsi dan kab/kota serta sekolah di semua daerah diminta Ombudsman lebih gencar memberi penjelasan kepada masyarakat mengenai PPDB.
Selain itu, menurut Ombudsman, mentalitas masyarakat dalam favoritisme sekolah masih kuat. "Sehingga pemerintah secara keseluruhan khususnya Kemendikbud dan Kemendagri agar bekerjasama lebih koordinatif untuk memberikan pengertian kepada masyarakat."
Ahmad Suhaedy menyebutkan, mentalitas favoritisme itu, terutama disebabkan karena kurangnya persebaran dan pemerataan fasilitas dan mutu sekolah di Indonesia. "Sehingga sebagian masyarakat mengkhawatirkan akan mutu pendidikan bagi putra-putrinya."
Ombudsman RI, menurutnya, mendukung sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan. Namun pemerintah diminta perlu segera merealisasikan pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan yang lebih kongkrit di seluruh Indonesia.
"Pemerintah pusat secara keseluruhan juga perlu bekerjasama lebih koordinatif dengan pemerintah daerah dalam usaha pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan tersebut." (*/HM)