Nestapa Penyintas Gempa Pasaman Barat, Bangun Kembali Rumah Mengadu ke Rentenir

Rumah bertalian dengan kedai itu sedikit menjadi pembeda di Jorong Kampung Alang, Nagari Kajai, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatra Barat. Tak begitu jauh dari bangunan yang masih berwujud semi permanen ini, puing-puing jejak keganasan gempa magnitudo 6,1 pada 25 Februari 2022 masih berserakan.

Bangunan itu adalah milik Mashendi, salah seorang penyintas gempa Pasaman Barat. Di sana ia tinggal bertinggal bersama seorang istri dan 3 anak;  si sulung kelas 2 SMP, lalu kelas 2 SD, dan si bungsu baru berumur 2, 5 tahun. Dan di sana pula hari-harinya menghasilkan uang dengan berjualan barang kebutuhan harian.

Bangunan itu memanjang, dengan melantai hingga di atas tubir berkedalaman 14 meter. Ia ditopang oleh sejumlah tonggak. Posisinya menggantikan bangunan yang sama dulunya sebelum babak belur dihantam gempa. Mashendi mulai membangun bulan Oktober tahun 2022, dan berproses secara bertahap. Pembangunan itu masih dicicil hingga hari ini.

“Dibangun mulai dari puasa tahun lalu dan masih belum selesai sampai sekarang. Kaca saja ditutup dengan baliho merek sosis, karena keterbatasan dana,” ujarnya.

Untuk membangun kembali rumah sekaligus kedai itu, Marshendi cukup nekat dengan beurusan sama rentenir dan mengadu pada koperasi. Dari rentenir, Mashendi mendapatkan pinjaman Rp.10 juta. Angka yang sama juga didapatkan dari koperasi. Kenekatan lantaran bunga yang tinggi dan waktu cicilan yang ketat.

“Dipinjam Rp.10 juta, dibayar selama 10 minggu, dengan cicilan Rp.1,5 juta per minggu. Koperasi Rp.10 juta untuk jangka waktu 30 hari. Dibayar dengan cicilan Rp.400 ribu per hari selain hari libur,” kata Mashendi, yang juga menjadi Sekretaris Aliansi Masyarakat Korban Gempa.

Dari sisi rentang waktu dan besaran yang dicicil terbilang tinggi. Mashendi sudah menghitung dengan matang. Jika ia masih bersabar menunggu pencairan stimulan untuk membangun kembali rumah sekaligus lapaknya untuk menghasilkan uang, maka ia otomatis tak bekerja alias mengganggur.

Sementara dengan berjualan kebutuhan barang harian, Mashendi bisa meraup omset hingga Rp.5 juta per hari. Dengan omset demikian, maka Mashendi pun bisa mengakses peminjaman dari rentenir dan koperasi dengan angka tinggi.

“Omset sehari-hari sekitar Rp.5 juta sehari. Di kedai kita berjualan ikan, ayam, beras, sayur-sayuran. Keuntungan dari omset, bayar untuk mencicil. Tapi kadang menunggak juga mencicil,” ujarnya.

Dengan begitu, ia optimistis bisa melunasi utang ke koperasi dan juga ke rentenir. Sisi lain, kata Mashendi, ketiga anaknya juga rentan bila berlama-lama tinggal di hunian sementara atau tenda.

“Kami butuh tempat tinggal karena untuk umur anak kami, masih ada yang satu sering kedinginan dengan datangnya hujan. Dan juga anak yang nomor kelas 2 SD, apabila ada dentuman atau hujan deras dia menangis ketakutan karena trauma,” bebernya.

Kondisi demikian mau tak mau Mashendi mengusahkan kembali rumah berdiri secepatnya. Padahal di rekeningnya sudah masuk stimulan Rp.50 juta pada bulan September dan Desember 2022 . Namun tidak bisa diambil dengan begitu saja. Meski dia membangun kembali rumahnya dalam skema rembes, stimulan tidak mudah begitu saja diambil. Harus ada verifikasi dari tim yang dibentuk BPBD dulu.

Oleh karena itu, Mashendi memilih jalur rembes untuk membangun kembali rumahnya. Dibangun dengan uang sendiri dulu, nantinya diganti. Nah, dengan mengakses uang sekitar Rp.20 juta, nyatanya, bangunan belum berdiri kokoh. Material bekas yang ringkuk dihantam gempa bila layak masih dipakai seperti seng, kuda-kuda.

Setidaknya , kata Mashendi, sudah bisa dihuni meski dindingnya masih berbata merah dan sebagian bolong. Dam diakali dengan ditutup oleh spanduk raksasa bekas. Atap bekas yang terikat pada kuda-kuda, setidaknya memberi rasa aman untuk melindungi penghuni di dalamnya dari terpaan mentari.

Namun tak bisa seutuhnya melindungi dia dan keluarganya jika hujan datang. Masih ada kebocoran di atap tersebut. “Kalau hujan ditampung dengan cambung,” tukas Mashendi.

Gempa yang mengguncang Pasaman Barat dan Pasaman 25 Februari tahun lalu, meninggalkan kerusakan yang cukup besar. Berdasarkan pemutakhiran data terakhir per 30 Januari 2023 yang dirilis BPBD Provinsi Sumatra Barat, untuk Pasaman Barat, rumah rusak berat tercatat 1.111 unit. Rusak sedang 1.171 unit, dan selanjutnya, rusak ringan 2.172 unit.

Semua data penyintas rumah rusak, sudah ditetapkan oleh Keputusan Bupati Pasaman Barat Nomor : 188.45 /344/Bup-Pasbar/2022 Tentang Perubahan Atas Keputusan Bupati Pasaman Barat Nomor 188.45/298/Bup-Pasbar/2022 Tentang Penetapan Daftar Rumah Rusak Terdampak Bencana Alam Gempa Bumi Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2022 Bupati Pasaman Barat.

Sementara Kabupaten Pasaman, rusak berat terhitung 532 unit, rusak sedang 545 unit, dan rusak ringan 1.416 unit. Selang setahun kejadian gempa, pemerintah masih disibukkan untuk memproses bantuan stimulan rumah rusak berat yang bersumber dari Dana Siap Pakai. Masing-masing Rp.50 juta. Namun, untuk Pasaman Barat angkanya masih 127 unit yang selesai. Sedangkan Kabupaten Pasaman baru 80 unit.

Selain Mashendi, sebagian warga di Nagari Kajai yang menjadi episentrum kerusakan terparah, masih banyak yang belum terbangun kembali rumahnya. Di sana, ada 800 unit rumah kategori rusak berat.

“Diterima buku rekening. Permasalahannya sampai sekarang belum terealisasi baik swakelola dan rembes. Sementara di Nagari Kajai ada 800 lebih rumah rusak berat. Swakelola kami masyarakat Kajai kami menolak, karena kami melihat banyak intervensi. Intervensi masalah toko bangunan dan kontraktor itu bukan kehendak masyarakat, tapi dari BPBD Pasaman Barat,” jelas Mashendi,

Mashendi masih beruntung bisa meyakinkan rentenir dan koperasi untuk memberi pinjaman. Namun tak berlaku bagi kebayakan penyintas lain di sana. Mereka banyak di antaranya menggadaikan kebun sawit ke toke, untuk kebutuhan harian, dan memperbaiki rumah sedikit demi sedikit.

Salah seorang penyintas yang kurang beruntung itu adalah Syofian Effendi, 54. Hingga saat ini, ia dan keluarganya masih tinggal di huntara di Jorong Kampung Alang, Nagari Kajai.

Huntara itu pemberian partai politik. Di sana ia sudah tinggal sejak rumah runtuh, lebih kurang setahun setahun. Syofian punya 5 anak. Paling besar tamat SMA, paling kecil balita umur 2 tahun. “Tidur di huntara sangat dingin. Kalau hujan, kadang masuk itu air,” tukasnya.

Ada keinginan seperti Mashendi yakni bangun sendiri dulu rumah, dan nanti dirembes dari stimulan. Namun, untuk pilihan seperti itu ia tidak ada uang. Kerja sehari-harinya hanya sebagai petani. Itu pun menyewa sawah orang lain, dan berladang di tanah ulayat.

“Ditanam kadang nilam. Tanaman sejak gempa banyak tidak elok. Penghasilan tidak menentu,” bebernya.

Kebutuhan sehari-harinya kadang tidak tercukupi, sehingga pinjam uang sana sini. “Minjam uang ke koperasi dan rentenir ada juga, tapi kecil,” ujarnya.

Dia agak kecewa dengan janji-janji otoritas yang didengar. Teranyar, dia mendapat informasi, bahwa rumah yang rusak berat akan mulai dibangun bulan Januari melalui skema aplikator. Tapi belum juga sampai sekarang.

“Karena tanggal 9 Januari kami demo, tak ada tanggapan, dan kalau kalau tidak cair tanggal 28 Februari, maka 1 Maret kami akan demo kembali,” pungkas Mashendi.

Baca Juga

Dampak Covid-19 sumbar
OJK Cabut Izin BPR Pakan Rabaa Solok Selatan
Bulog Salurkan Beras untuk 393.120 KPM di Sumbar
Bulog Salurkan Beras untuk 393.120 KPM di Sumbar
Pameran Etnofotografi Karya Bung Edy di Warsawa: Pencak Silat Minangkabau Menjadi Jembatan Diplomasi Budaya
Pameran Etnofotografi Karya Bung Edy di Warsawa: Pencak Silat Minangkabau Menjadi Jembatan Diplomasi Budaya
Hasil Rekap KPU Sumbar: Mahyeldi-Vasko Unggul di Seluruh Kabupaten/Kota
Hasil Rekap KPU Sumbar: Mahyeldi-Vasko Unggul di Seluruh Kabupaten/Kota
Kementerian PUPR Selesaikan Dua Pasar Rakyat di Sumatra Barat
Kementerian PUPR Selesaikan Dua Pasar Rakyat di Sumatra Barat
Lagi, Kabau Sirah Tumbang di Kandang
Lagi, Kabau Sirah Tumbang di Kandang