Menyiapkan Generasi Pemimpin Bangsa

Langgam.id-Asrinaldi

Pengamat politik dari Universitas Andalas (Unand) Asrinaldi. [foto: Istimewa]

Jumlah generasi muda yang besar dalam pemilu 2024 menjadi incaran kekuatan politik terutama partai yang ikut bertanding dalam pemilu tersebut. Data pada pemilu yang lalu tercatat sebanyak 56.7 persen pemilih berasal dari Generasi Y dan Generasi Z. Suatu jumlah yang tidak sedikit untuk memenangkan pemilu.

Di antara mereka tentu ada yang akan menjadi calon pemimpin bangsa ke depan menggantikan pemimpin hari ini. Oleh karenanya, mereka perlu disiapkan dengan baik agar bisa menjadi pemimpin yang bisa diandalkan.

Salah satu strateginya adalah mengenalkan politik di tataran praktis dengan basis pengetahuan tentang filsafat dan etika politik sebagai dasar bagi mereka memasuki dunia politik. Tujuannya agar anak-anak muda terbiasa dengan realita politik di sekitar mereka dan memahami hakikat di balik realita politik yang ada sehingga mereka mampu bersikap menghadapi realita tersebut.

Terbatasnya bekal pengetahuan politik generasi muda ini sangat mempengaruhi karakter kepemimpinan seperti apa yang bisa diharapkan dari mereka. Dapat dilihat sebenarnya masih banyak dari generasi muda ini belum cukup kompeten untuk menjadikan mereka sebagai pemimpin politik. Buktinya, tidak sedikit keterlibatan mereka berpolitik hanya untuk mmeenuhi ambisi orang tua yang sudah dulu masuk ke dunia politik.

Artinya, kehadiran mereka di dunia politik cenderung dimobilisasi dan sangat sedikit sekali di antara mereka muncul karena kesadaran sendiri. Walaupun sebenarnya pada tahap awal kondisi ini tidak menjadi soal, karena dengan cara itu akan membuat mereka mulai tertarik dengan politik. Namun, jika proses ini dibiarkan terus seperti ini, tentu akan berdampak buruk kepada proses kaderisasi kepemimpinan politik ke depan.

Kesadaran Politik

Memang pemilu dan Pilkada 2024 telah menjadi arena politik bagi Generasi Y (milenial) dan Generasi Z yang menjadi elemen dasar dari generasi muda tersebut. Mengapa demikian? Selain menjadi pemilih terbanyak, di antara mereka juga ada yang terpilih menjadi wakil rakyat baik di tingkat DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi dan juga di DPD dan DPR. Bahkan dalam kontestasi Pilkada juga tidal sedikit yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Tentu kondisi ini patut diapresiasi karena muncul keberanian dari kelompok ini masuk ke dunia politik. Selama ini dunia politik dianggap sebagai dunia orang dewasa yang perlu mereka hindari. Namun, seiring berkembangnya kemajuan teknologi informasi yang mengubah cara pikir Generasi Y dan genarasi Z mendorong mereka belajar politik secara praktis melalui media yang ada di sekitar mereka.

Walaupun banyak pihak mengapresiasi langkah strategis generasi muda tersebut, namun di sisi lain, keterlibatan ini juga harus dibekali dengan pendidikan politik, terutama upaya membentuk karakter mereka sebagai calon pemimpin. Tujuannya adalah agar mereka tidak terombang ambing di tengah "ketidakpastian dan kerasnya" kehidupan politik. Sebab di tahap awal, ketika anak-anak muda ini terjun ke dunia politik, mereka masih memiliki idealisme politik yang masih terjaga dengan baik. Seringkali dengan berjalannya waktu, mereka mulai dihadapi kondisi politik yang membuat mereka menjadi dilematis mempertahankan idealisme tersebut.

Sementara itu, tidak sedikit pula anak-anak milenial dan Gen Z ini menjadi pemilih. Pilihan politik yang mereka buat harus berdasarkan pada pengetahuan politik yang harus dikenalkan di awal mereka mulai bersentuhan dengan aktifitas politik. Paling tidak mereka harus sadar bahwa setiap pilihan politik yang mereka buat memiliki konsekuensi politik yang besar untuk kehidupan mereka. Oleh karena itu, anak-anak muda ini perlu dibekali dengan pengetahuan politik, terutama memahami apa itu politik dan mengapa mereka harus terlibat, pengetahuan tentang sistem politik, pemilu dan pemerintahan. Karena dampak dari pengetahuan politik inilah yang akan menghasilkan persepsi terhadap politik yang akan mempengaruhi keputusan politik yang akan mereka buat.

Tentu tidak hanya didorong membaca banyak referensi tentang politik, tapi mereka juga harus disuguhkan berbagai informasi politik yang lebih aktual sehingga mereka dapat menilai apa yang sesungguhnya terjadi. Sebab dengan menghadirkan informasi politik tersebut akan membentuk sikap kritis mereka terhadap apa yang terjadi. Di sinilah dibutuhkan peran media massa baik cetak maupun online menyuguhkan informasi yang sehat untuk membentuk pengetahuan dasar politik mereka. Pengetahuan politik ini akan membentuk struktur kognitif yang menjadi dasar pembentukan persepsi politik mereka.

Bukan Pemimpin Karbitan

Memang sistem pemilu kita belum memiliki mekanisme ketat dalam menyeleksi pemimpin politik yang berkualitas, terutama di kalangan anak muda. Pemilu baru sekedar bisa menghadirkan calon pemimpin muda yang hanya mengandalkan popularitas dirinya atau mengandalkan kekuasaan orang tuanya. Tidak sedikit dari mereka yang terpilih belum terlatih untuk menjadi pemimpin politik melalui proses penggemblengan seperti mengikuti kegiatan politik terutama dalam melaksanakan fungsi partai.

Di banyak negara demokrasi, menjadi anggota parlemen atau anggota legislatif bukanlah sebuah proses yang tiba-tiba. Menjadi anggota parlemen adalah sebuah proses panjang dan mapan. Setelah bertahun-tahun mereka menjadi anggota partai politik dengan segala aktifitas yang dikuti, maka saatnya mereka diseleksi dan dinominasikan menjadi anggota parlemen. Ini memang agak berbeda di Indonesia.

Sebab partai politik selain kesulitan mencari kader partai yang berkualitas, partai juga kesulitan membiayai kegiatan politik yang mereka selenggarakan. Akibatnya mereka cenderung mencari calon kader partai yang memiliki popularitas dan uang tanpa mempertimbangkan kapasitas sebagai kader politik yang akan melalui proses kaderisasi berjenjang.

Oleh karena itu, kelemahan seperti ini harus menjadi perhatian serius semua pihak dan tidak hanya partai politik. Generasi muda yang akan menjadi calon pemimpin politik ke depan harus dibekali dengan pengetahuan politik yang memadai dari awal. Apalagi dengan jumlah mereka yang akan terus bertambah masuk ke dunia politik sehingga perlu kebijakan yang sistematis dari pemerintah, yaitu merevisi UU Partai Politik, UU Pemilu dan UU Pilkada.  

Dengan cara ini mereka memang dengan sengaja dipersiapkan akan menjadi calon pemimpin bangsa dengan kapasitas yang teruji sebelumnya.***

*Dosen Ilmu Politik Universitas Andalas

Tag:

Baca Juga

Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, dijadwalkan ke Sumatra Barat (Sumbar)
Bahlil Akan ke Sumbar, Resmikan Kantor Golkar hingga Hadiri Batagak Pangulu
Tabligh Akbar Pemko Padang Bersama Ucay Batubara, Kumpulkan Rp100 Juta untuk Palestina
Tabligh Akbar Pemko Padang Bersama Ucay Batubara, Kumpulkan Rp100 Juta untuk Palestina
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena buzzer telah menjadi sorotan, seiring dengan semakin pesatnya perkembangan media sosial sebagai.
Disinformasi Berbayar: Ancaman Buzzer terhadap Demokrasi
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), menyerahkan 1.571 Sertipikat Elektronik
Wamen ATR/Waka BPN Serahkan 1.571 Sertipikat Elektronik di Kabupaten Batang
Syafardi, Lurah Belakang Tangsi, Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar), diduga berbuat asusila bersama seorang office boy sekaligus anggota PSM
Lurah di Padang Diduga Lakukan Asusila Bersama OB di Kantor
Fakultas Kehutanan Universitas Muhammadiyah (UM) Sumatera Barat gelar Visiting Lecturer bersama UiTM Rabu (11/12/2024).
Fakultas Kehutanan UM Sumatera Barat Gelar Visiting Lecturer dengan UiTM Malaysia