• Masuk
  • Daftar
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
Langgam.id
  • BERITA
  • KHAS
  • PALANTA
  • KOLOM
  • BERITA
  • KHAS
  • PALANTA
  • KOLOM
Langgam.id
Home Kolom

Menjaga Lisan

Oleh Ust. Benni Setiawan

Redaksi
22/10/2021 | 06:00 WIB
A A
Foto: Ilustrasi lisan / Pixabay

Foto: Ilustrasi lisan / Pixabay

Lisan kita bisa menjadi api yang membakar dan juga bisa menjadi mata air yang memadamkan. Saat lisan menjadi api, biasanya setiap ucapan keluar atas dasar kebencian. Kebencian itu hanya akan memutus tali persaudaraan.

Sebaliknya saat lisan terjaga, mampu menebar kebajikan, maka kehidupan akan lestari. Lisan menjadi pintu masuk terjadinya kedamaian di satu sisi tapi pada saat yang sama bisa menjadi pemicu kerusakan. Maka menjaga lisan merupakan kunci harmoni hidup.

Baca Juga

Telisik Al-Quran dan Teologi Bencana

Meluruskan Makna Syirik

Lisan yang baik selalu mendoakan saudaranya. Doa yang lirih disenandungkan di tengah malam dan setiap sujud. Lisan itulah yang disebut saliman. Lisan yang selamat dan menyelamatkan kehidupan. Itulah lisan yang menjadi persaksian hidup bahwa keberadaan manusia itu terkait dengan keadaan orang lain. Manusia sebagai makhluk sosial, tidak bisa hidup tanpa kehadiran orang lain.
Sebaliknya lisan yang buruk selalu mencerca orang lain. Tidak senang dengan kebahagiaan orang lain. Jika perlu kebahagiaan itu harus dirampas dengan cacian, kedengkian dan bahkan fitnah.
Rasulullah saw bersabda, “Janganlah engkau semua saling benci-membenci, saling dengki-mendengki, saling belakang-membelakangi dan saling putus-memutuskan-ikatan persahabatan atau kekeluargaan.” (Hadis Muttafaqun ‘alaihi).
Kebencian seringkali menyebar dari lisan. Lisan yang terus membenci akan melahirkan permusuhan. Permusuhan bisa memutus tali silaturahmi bahkan dapat menimbulkan bencana kemanusiaan yang dahsyat, yaitu pembunuhan.
Oleh karena itu, lisan perlu dijaga agar mendatangkan maslahat. Nabi Muhammad saw bersabda, “al-muslimu man salima al-muslimuna min lisanihi wa yadihi” (seorang muslim adalah di mana orang lain selamat dari lisan dan tangannya)”(HR Bukhori & Muslim).
Lisan dan tangan hari ini sangat mudah menyebarkan fitnah. Media sosial memungkinkan kita melakukan apa saja. Media sosial dapat menjadi medium untuk viral (dikenal banyak orang) dan menyerang kelompok yang berbeda paham.
Media sosial menjadi ruang dialog yang dapat membangun perdamaian dan kerukunan tapi juga bisa menimbulkan permusuhan. Ruang dialog media sosial seringkali berbuah pada ruang kebencian kepada seseorang dan atau kelompok lain (liyan). Ruang kebencian itu menjalar kepada orang lain melalui jejaring yang seringkali tidak terkontrol dan terbendung.
Maka dari itu, sebagai seorang muslim, kita perlu menjaga agar lisan dan tangan kita (melalui akun media sosial) agar tidak menjadi penghancur diri sendiri dan orang lain. Lisan kita perlu dijaga agar tidak mudah mengeluarkan kata yang dapat menyakiti orang lain. Lisan yang terjaga pun dapat mencegah kecepatan tangan untuk menulis di ruang publik (media sosial) untuk menyerang kelompok yang berbeda. Serangan kepada kelompok liyan seringkali dibumbui fitnah dan atau sesuatu yang belum teruji kebenarannya. Ruang media sosial memungkinkan fitnah tersebar dengan cepat karena karakter media yang mudah tersebar dengan sekali klik.
Allah swt telah mewanti-wanti agar menjauhi fitnah. Allah berfirman, “Fitnah itu lebih besar (dahsyat) dari melakukan pembunuhan.” (Q.S. al-Baqarah, 217). Lisan kita bisa terjerumus dalam fitnah. Fitnah akan membunuh siapa saja. Baik yang memfitnah maupun yang difitnah.
Pembunuhan mematikan kehidupan. Allah telah memperingatkan, “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya…” (QS. al-Maidah, 32).
Oleh karena itu, mari menjaga lisan agar tidak menjadi sumber malapetaka. Kita perlu mengendalikan lisan baik fisik maupun nonfisik. Pengendalian lisan di media sosial (nonfisik), saat ini menjadi kunci kehidupan.
Mencegah posting (penyebaran melalui media sosial) dan menulis sesuatu yang dapat menimbulkan salah persepsi ada baiknya dihindari. Ruang media sosial memungkinkan banyak tafsir, karena teks itu multitafsir. Status di WhattApp pun dapat dimaknai berbeda oleh orang yang berbeda. Mungkin maksud orang yang membuat status biasa saja, namun bisa dimaknai negatif oleh orang lain.
Maka kehati-hatian dalam melontarkan ide di media sosial menjadi sebuah keniscayaan. Upaya menahan diri merupakan proses literasi (iqra’) yang sangat penting. Tanpa kesadaran untuk menahan diri, maka ruang publik media sosial akan lebih banyak dipenuhi oleh “sampah” dibandingkan kemanafaatan dalam mengajak menuju kebaikan dan menjauhi keburukan (baca: dakwah).
Ujaran kebencian di media sosial perlu dilawan dengan narasi positif. Ujaran kebencian menjadi potret buram rusaknya tatanan sosial. Tatanan sosial perlu dibangun melalui lisan yang salim (selamat). Lisan yang menghidupkan kehidupan. Yaitu setiap ucapan yang keluar dari lisan telah terpikirkan secara matang dalam hati dan pikiran.
Ujaran kebencian di media sosial dapat menjadi periode kerusakan manusia abad modern. Jika dulu anak Adam (Habil dan Qabil) memulai dengan ujaran kebencian terhadap saudara kandung yang berakibat pada praktik pembunuhan, saat itu perilaku itu dapat berubah menjadi pembunuhan massal manusia. Daya lenting media sosial bisa lebih dahsyat dalam proses percepatan pembunuhan.
Lisan di media sosial bisa dengan mudah menjadi konsumsi publik. Oleh karenanya, sebelum mengunggah video, gambar, atau materi lainnya perlu dipikir secara matang dan cermat. Apakah yang kita sampaikan itu bermanfaat apakah tidak; apakah akan melukai orang lain atau tidak. Jika kemudhorotannya lebih banyak dibandingkan kemanfaatnya maka perlu dihindari.
Inilah yang kemudian banyak tokoh, termasuk Buya Syafii Maarif mengecam para buzzer yang selalu membuat keruh keadaan. Buzzer yang dibayar untuk menimbulkan keriuhan tanpa kesadaran kritis inilah yang menjadikan pekerjaan ini layak mendapat stempel haram. Namun, tentu tidak cukup dengan stempel haram, perlu upaya literasi kepada semua orang agar mempunyai kemampuan mengerem lisan demi kemaslahatan bersama.
Lisan perlu “dididik” agar selalu mengeluarkan kebajikan. Inilah literasi lisan yang perlu menjadi agenda keumatan. Mengapa ini penting, karena dalam kehidupan umat Islam, setiap saat selalu dididik mengucapkan hal-hal baik. Misalnya, saat bersin, seorang muslim disunnahkan untuk mengucapkan “Alhamdulillal”, muslim yang lain diminta mendoakan “yarkhamukallah” (semoga Allah menyayangimu), orang yang bersin menjawab “yahdikumullah” (semoga Allah memberi petunjuk kepadamu).
Betapa hebatnya Islam mengajarkan literasi lisan ini. Setiap muslim dianjurkan untuk saling mendoakan satu sama lain. Doa yang baik untuk kebaikan hidup dan kemaslahatan bersama. Saat semua manusia dapat belajar dari literasi lisan ini, maka keumatan, kebangsaan, dan kenegeraan akan kokoh dan lestari. Tiga pokok sendi manusia akan kukuh, lestari, dan mewujud dalam hidup selamat, sehat, sejahtera.
Pada akhirnya, mari menjaga lisan. Jadikan lisan kita menjadi penyejuk dan penuntun arah kebajikan untuk sesama. Melalui itu kita dapat berharap kehidupan ini menjadi surga yang senantiasa dirindu. Tatanan masyarakat pun menuju masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, baldatun thoyibatun wa rabbun ghofur.

Ust. Benni Setiawan, Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, Anggota Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

 

 

 

Tags: IslamLisan
BagikanTweetKirim

Baca Juga

Hafidh Akbar. (Foto: Dok Pribadi)

Telisik Fenomena dan Fungsi “Duta”

31/07/2022 | 14:00 WIB
Rafki RS (Foto: Dok Pribadi)

Kapitalisme Irreligius (KI) Sebagai Antitesis Kapitalisme Religius (KR)?

31/07/2022 | 12:06 WIB
Dr. Zulfan Tadjoeddin, Associate Professor in Development Studies, Western Sydney University, Australia. (Foto: Dok Pribadi)

Ada Apa dengan Kapitalisme Religius (KR)?

30/07/2022 | 13:54 WIB
Politisi yang memiliki komitmen bagaimana Sumatera Barat ini maju tanpa memikirkan konstituen di daerah pemilihannya adalah Andre Rosiade.

Andre Rosiade Politisi Lintas Partai

28/07/2022 | 14:41 WIB

Discussion about this post

Terpopuler

Berita terbaru dan terkini hari ini: Arief Muhammad buka rumah makan Payakumbuah Masakan Minag di Tangerang, Banten.

Arief Muhammad Buka Rumah Makan Padang di Tangerang, Lokasinya Bekas Restoran Nan Gombang

01/06/2022 | 17:53 WIB
Langgam.id - Sejumlah organisasi pemuda yang tergabung dalam Aliansi Mentawai Bersatu meminta UU Provinsi Sumbar direvisi.

Dinilai Diskriminatif, Aliansi Mentawai Bersatu Minta UU Provinsi Sumbar Direvisi

01/08/2022 | 15:13 WIB
Langgam.id - Mantan Bupati Kabupaten Mentawai, Yudas Sabaggalet menyebutkan Undang-undang Provinsi Sumbar tidak adil bagi Mentawai.

Yudas Sabaggalet Sebut UU Provinsi Sumbar Tak Adil Bagi Mentawai

01/08/2022 | 15:51 WIB
Langgam.id - Rekaman suara yang diduga dari salah seorang pelajar SMK di Kota Padang mengatakan akan ada aksi tawuran lagi.

Satpol PP Tanggapi Isu Pelajar di Kota Padang Bakal Tawuran Lagi 1 Agustus 2022

30/07/2022 | 12:11 WIB
Polisi Kawal Pelajar Pulang Sekolah Antisipasi Aksi Tawuran di Padang

Polisi Kawal Pelajar Pulang Sekolah Antisipasi Aksi Tawuran di Padang

01/08/2022 | 12:11 WIB
Langgam.id

Berita  •  Khas  •  Palanta  •  Kolom

Ikuti Kami

Copyright 2019-2021 PT. Langgam Digital Nusantara | All rights reserved.

Tentang  •  Kerjasama & Iklan  •  Pedoman Media Siber  •  Ketentuan Privasi  •  Indeks 

Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • BERITA
  • KHAS
  • PALANTA
  • KOLOM
  • Masuk
  • Daftar

Copyright 2021 PT. Langgam Digital Nusantara | All rights reserved.

Selamat datang

Silakan masuk ke akun anda

Forgotten Password? Daftar

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In