Mengurai Soal Kusut Jalan Tol Sumbar

Jalan Tol Sumbar

Titik awal tol yang akan menghubungkan Padang-Pekanbaru. (Foto; pu.go.id)

Langgam.id - Pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru di Padang Pariaman, Sumatra Barat (Sumbar) terbentur masalah pelik. Mencari solusinya, bak mengurai benang kusut. Karena itu, Langgam.id mengundang sejumlah pihak terkait dalam diskusi grup terfokus pekan lalu.

Komisaris Independen PT Hutama Karya Wahyu Muryadi hadir dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Win-Win Solution: Upaya Percepatan Pembangunan Tol Padang-Pekanbaru" itu. Acara digelar di Hotel Inna Muara Hotel Padang, pada Kamis (27/2/2020).

Dari Sumatra Barat hadir Wakil Gubernur Nasrul Abit, Direktur PT. Semen Padang Yosviandri, Kabag Kermas Ops Polda Sumbar AKBP Hardeny yang mewakili Kapolda serta Wakil Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur.

Hadir pula, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pembangunan Syafruddin Karimi dan Guru Besar Hukum Agraria Kurniawarman dari Universitas Andalas (Unand). Dari kalangan masyarakat, antara lain Wali Nagari Kasang Daman Huri, mewakili masyarakat nagari yang dilalui pangkal jalan tol yang direncanakan akan dibangun sampai ke Pekanbaru. Juga, beberapa masyarakat Limapuluh Kota yang rencana akan dilalui trase jalan tol.

Wahyu Muryadi mengatakan PT HK yang diserahi tanggung jawab untuk membangun jalan tersebut masih menunggu proses pembebasan lahan tol di Padang Pariaman yang terkendala. "Kami berharap masyarakat yang berhak dan terdampak benar-benar mendapatkan penggantian yang adil dan wajar," katanya.

Ia mengatakan, PT HK bukan pada posisi mengurus soal pembebasan lahan. Namun, hanya bertanggungjawab dalam konstruksi. Pembebasan lahan merupakan ranah pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten. "Jadi kami belum melakukan apa-apa, karena menunggu. Kadang menunggunya kayak menanti kelahiran, kapan ini ya," katanya.

Huta Karya berharap Ganti Rugi Lahan Tol

Komisaris PT Hutama Karya Wahyu Muryadi (Foto: Zulfikar/Langgam.id)

Wahyu mengakui, dari evaluasi yang dilakukan, Sumbar yang paling lambat pergerakan pembangunan jalan. Berbeda dengan beberapa daerah lain di Sumatra. Jalan tol Pekanbaru-Dumai di Riau misalnya, akan diresmikan presiden pada April 2020 nanti. Begitu juga dengan daerah lain seperti di Sumatra Utara dan Aceh.

"Jadi saya lebih banyak ingin mendengar di sini. Mencari masukan, kira-kira apa masalah yang terjadi," katanya, dalam Focus Group Discussion (FGD) itu.

Baca juga: Tunggu Penyelesaian Lahan Tol, Hutama Karya Berharap Ganti Rugi untuk Warga Adil

Awal Masalah

Wakil Gubernur Nasrul Abit yang membuka diskusi itu, mengurai masalah sejak awal. "Masalah jalan tol ini bermula dari penetapan harga oleh tim appraisal tak sesuai NJOP (nilai jual objek pajak) yang baru," tuturnya.

Untuk kilometer 0 sampai dengan 4,2 misalnya, tim appraisal menetapkan harga tanah Rp50 ribu. Padahal, sesuai NJOP harga tanah setempat sudah Rp335 ribu per meter. Harga tanah untuk tahap selanjutnya yang melewati tanah masyarakat juga bermasalah, di bawah NJOP.

Lampiran Gambar

Dari kiri ke kanan: Moderator Dr. Abdullah Khusairi MA, Wagub Sumbar Nasrul Abit, Komisaris PT Hutama Karya Wahyu Muryadi, Direktur Utama dan Kabag Kermas Ops Polda Sumbar AKBP Hardeny dalam FGD soal jalan tol. (Foto: Zulfikar)

Pemerintah provinsi, menurutnya, baru tahu belakangan setelah harga itu ditetapkan dan ada protes dari masyarakat. Pemprov kemudian mendukung langkah masyarakat untuk menggugat keputusan tersebut ke pengadilan. Namun, apa daya, gugatan kandas di pengadilan.

Menurutnya, perlu dicarikan solusi dengan musyawarah. Hal tersebut dinilai merupakan jalan terbaik, agar pembangunan tersebut bisa dilanjutkan.

Baca juga: Buka FGD Langgam.id, Wagub Sumbar: Masalah Jalan Tol Mesti Diselesaikan dengan Musyawarah

Nasrul menyampaikan kekhawatiran pemerintah provinsi. Sebagai salah satu proyek strategis infrastruktur nasional dan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres), Tol Padang-Pekanbaru diberi tenggat waktu hingga 2024.

“Jadi, kalau sampai 2024 tidak selesai juga, maka tidak akan ada lagi tol. Sumbar di-blacklist,” ujarnya dalam diskusi bertema "Win-win Solution: Upaya Percepatan Pembangunan Tol Padang-Pekanbaru" itu.

Ia mengaku sudah bertemu di Kementerian Koordinator (Kemenko) Kemaritiman. Sumbar diminta agar segera menyelesaikan permasalahan dalam pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru tersebut.

Jika Tol Padang-Pekanbaru sukses, dikatakan Nasrul, proyek strategis nasional itu bisa dilanjutkan ke arah pesisir Sumatra, seperti Bengkulu. Namun, bagaimana bisa dilanjutkan, jika yang satu ini (Tol Padang-Pekanbaru) saja tidak kunjung selesai.

“Kita sudah diberi sinyal, kalau jalan tol ini harus selesai 2024, kalau tidak selesai berarti program ini tidak bisa jalan di Sumbar, (harapan) kita kelam jadinya,” ucap Nasrul.

Menurutnya, jalan tol sangat berguna untuk peningkatan perekonomian di Sumbar ke arah timur pulau Sumatra. “Kita sangat mengharapkan dukungan masyarakat, agar pembangunan ini terlaksana. Kita akan jamin dan akan memberikan ganti rugi yang wajar, tidak akan merugikan masyarakat,” katanya.

Baca juga: Wagub: Jika 2024 Tak Selesai, Jangan Harap Sumbar Punya Tol

Harapan Dunia Usaha

Dari kalangan dunia usaha, Direktur Utama (Dirut) PT Semen Padang, Yosviandri mengharapkan proyek strategis nasional jalan Tol Padang-Pekanbaru bisa terwujud. Ia menilai, jalur tersebut akan membuka akses perekonomian ke bagian timur Sumatra.

ini kata DIRUT PT SEMEN PADANG soal Pembangunan Tol Padang-Pekanbaru

Yosviandri, Direktur Utama PT Semen Padang (Foto: Istimewa)

Menurut Yosviandri, dengan adanya tol tersebut, jalur distribusi akan semakin mudah. Banyak kegiatan perekonomian akan bangkit dan bergerak yang akan melewati tol tersebut.

"Saat ini, pendistribusian ke arah timur tidak menguntungkan, karena banyak jurang dan jalan berkelok. Sehingga angka kecelakaan akan meningkat. Terlalu beresiko sopir melewati jalur tersebut. Namun, jika ada tol, akan semakin memudahkan," ujarnya.

Yosviandri mencontohkan terkait penjualan semen yang didistribusikan 64 persen melalui jalur darat. Jalan tol, menurutnya, menjadi sangat penting.

"Kalau bagi Semen Padang, soal distribusi jalur darat itu. Tapi, masih banyak keuntungan lain yang akan diterima, seperti produk-produk lain yang sangat membutuhkan akses mudah dan cepat," kata Yosviandri.

Dicontohkannya, PT Semen Padang saat ini mendistribusikan semen ke daerah Dumai, Provinsi Riau dengan menggunakan jalur laut, dan itu akan melewati rute ke Lampung dan Aceh. "Jadi, karena biaya distribusi mahal, harga semen juga mahal jadinya di sana," ucapnya.

Dengan kehadiran jalan tol, Yosviandri menilai harga akan bisa ditekan di daerah Sumatra bagian timur tersebut, karena biaya distribusi lebih ringan dan akses juga lebih mudah. "Kita ingin pembangunan ini terwujud, agar Sumbar tidak tertinggal," katanya.

Baca juga: Soal Pembangunan Tol Padang-Pekanbaru, Ini Kata Dirut Semen Padang

Menolak Ganti Rugi

Sesat di ujung, kembalilah ke pangkal jalan. Guru Besar Hukum Agraria Unand Kurniawarman menyebutkan, polemik pembangunan tol Padang-Pekanbaru bukan soal masyarakat tidak menerima keberadaan tol. "Yang menjadi persoalan utama, ganti ruginya yang tak layak," katanya.

SOAL TOL PADANG-PEKANBARU

Damanhuri, Wali Nagari Kasang (Foto: Zulfikar/Langgam.id)

Keterangan Wali Nagari Kasang Daman Huri mengkonfirmasi apa yang disampaikan Kurniawarman. Wali nagari mengatakan, masyarakat setempat bukan menolak tol, tapi menolak ganti rugi yang tak layak.

Ia mengatakan, saat ini ada lima pihak yang masih menjalani proses gugatan ke pengadilan. Tetapi tanahnya sudah mulai dikerjakan oleh pekerja karena putusan pengadilan juga sudah ada.

"Dia menggugat ke pengadilan, dia hanya ingin menggugat harganya, kalau secara lisan dia sudah mengizinkan tanahnya dipakai," katanya kepada Langgam.id di Padang Pariaman, Senin (2/2/2020).

Menurutnya total keseleluruhan tanah yang terkena di Kasang sepanjang 4200 meter. Panjang itu yang masih dikerjakan oleh pekerja. Sedangkan lebar yang terkena sepanjang 60 meter. Ada sekitar 50 orang lebih pemilik dari tanah itu.

Selain lima orang itu, ada puluhan orang yang masih mengurus persyaratan untuk mengambil ganti rugi. Seperti banyaknya tanah ulayat yang mesti dijelaskan semua ranjinya terlebih dahulu.

"Jadi itu yang membuat prosesnya lama, harus dijelaskan semua ranjinya," katanya.

Dia mengatakan harga yang diberikan tetap harga lama dan harganya bervariasi. Harganya, antara lain Rp37 ribu, Rp42 ribu dan Rp50 ribu. Hal itu yang sejak dulu dipermasalahkan warga. "Kalau saja harganya di atas Rp100 ribu dari dulu mungkin sudah selesai," katanya.

Kebanyakan yang terkena di wilayahnya adalah tanah perkebunan warga dan persawahan. Kebanyakan terkena adalah kebun karet. Selain itu juga ada 3 unit rumah yang terkena.

Sebelumnya saat hadir dalam diskusi, Daman Huri juga berharap juga PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI) yang melaksanakan teknis di lapangan melakukan pendekatan kepada masyarakat. "Saya mohon lakukanlah pendekatan. Ajaklah seluruh stakeholder, seperti wali nagari, ninik mamak, pemuda dan sebagainya," katanya.

Ia menilai, jika masyarakat setempat dipekerjakan dalam proyek tersebut, maka akan memperlancar urusan di lapangan. Salah satu contohnya, agar tidak ada pungli, karena yang bekerja itu keluarganya sendiri.

Baca juga: Soal Proyek Jalan Tol, Wali Nagari Kasang Minta Libatkan Masyarakat

Pimpinan Proyek Tol Padang-Pekanbaru dari PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI), Ramos Pardede mengatakan, sebagai pelaksana teknis pembangunan, pihaknya mendengarkan aspirasi serta kebutuhan warga.

PERLINTASAN TOL PADANG-PEKANBARU

Pimpinan Proyek Tol Padang-Pekanbaru dari PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI), Ramos Pardede (Foto: Zulfikar/Langgam.id)

Ia mencontohkan permintaan dibangunnya perlintasan pada ruas jalan di Nagari Kasang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman. Upaya agar akses warga di sekitar tidak terputus akibat adanya tol tersebut merupakan aspirasi warga setempat.

Awalnya, kata Ramos, pelintasan itu akan dibuat di bagian atas tol. Namun, melihat konstruksi tanah, itu tidak memungkinkan. "Rencana awal, di atas. Namun, konstruksi tanah datar dengan jalan. Jadi, sebaiknya dibangun di bawah jalan tol. Ini sudah proses surat izin ke Kementerian PUPR," ujarnya usai FGD.

Jalur perlintasan di Nagari Kasang, menurut Ramos akan dibangun sebanyak dua unit. "Lokasinya itu di STA 2.200 dan STA 3.800," ungkapnya.

Tidak hanya itu, menurut Ramos, jalur perlintasan juga akan dibangun di beberapa daerah lain seperti Lubuk Alung. Hal itu sudah disetujui Kementerian PUPR.

Baca juga: Tak Putuskan Akses Warga, Tol Padang-Pekanbaru akan Dibuat Jalur Perlintasan

Antara Kewenangan Tim Appraisal dan BPN

Prof Kurniawarman menambahkan, dalam pembangunan ada empat tahapan. Yaitu, perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil.

Permasalahan saat ini, menurut Kurniawarwan ada pada tahap pelaksanaan. "Dari empat tahapan itu, sengketa yang terjadi di tahap pelaksanaan, kalau kita ingin tahu siapa yang harus berbenah, maka kita cari tahu siapa aktor dalam tahap persiapan," ujarnya.

Soal ganti rugi lahan, kata Kurniawarman, seharusnya diberikan dengan layak dan adil. Namun, hal itu tidak dirasakan oleh masyarakat. Permasalahan ini terjadi saat penentuan nilai ganti rugi di tahap awal oleh tim appraisal.

"Kesalahan tim appraisal dalam menilai harga tanah, karena hal yang paling krusial itu soal penentuan harga ganti rugi lahan masyarakat," jelasnya.

Namun, menurutnya, tak adil bila hanya menyoal tim appraisal. UU No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah menyebutkan, tim penilai dibentuk oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Untuk menilai pengadaan tanah, yang memberi lisensi tim appraisal itu BPN. BPN juga yang menunjuk dan menetapkan tim appraisal sebagai penilai," katanya.

Pasal 31 ayat (1) UU No 2 Tahun 2012 mengatur, Lembaga Pertanahan menetapkan Penilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 34 ayat (3) mengatur lebih lanjut, nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai sebagaimana dimaksud menjadi dasar musyawarah penetapan ganti kerugian.

"Jadi hasil penilaian tim appraisal tidak langsung ditetapkan jadi nilai ganti rugi. Tapi jadi dasar musyawarah," katanya.

Menurut Kurniawarman, BPN agaknya berpedoman kepada aturan Perpres No 148 Tahun 2015 yang mengubah Perpres No. 21 Tahun 2012 dan Peraturan Kepala BPN No. 5 Tahun 2012. Dua aturan yang dinilainya memelintir UU No 2 Tahun 2012.

"Padahal penilaian appraisal itu hanya sebagai bahan yang seharusnya dibawa ke dalam musyawarah dengan masyarakat, jadi apraisal bukan menetapkan, tetapi membantu untuk memusyawarahkan," ucapnya.

Jika, dilaksanakan musyawarah dalam memutuskan harga tanah, ia menilai pasti lebih akan lebih jelas. "Orang yang bermusyawarah atas tanah pasti berbeda nilainya di setiap pembangunan, di manapun itu," katanya.

Apalagi, soal jalan tol. "Ini beda dengan jalan umum yang mungkin akan diterima saja oleh masyarakat, karena bisa membuka akses warga sekitar. Sedangkan jalan tol tertutup dan bisa memutus akses warga, karena membelah kampung," katanya.

Baca juga: Polemik Tol, Ahli Hukum: Tim Appraisal Tak Tepat Tetapkan Harga Ganti Rugi Lahan

Badan Pertanahan Nasional (BPN) Padang Pariaman yang tidak hadir dalam diskusi, kemudian dikonfirmasi oleh Langgam.id pada Senin (2/3/2020) di kantornya. BPN membantah, soal ganti kerugian adalah kewenangan mereka. Hal tersebut, menurut BPN merupakan kewenangan tim appraisal.

Kasi Pengadaan Tanah, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Padang Pariaman Fina Eni Fujiastuti mengatakan tim appraisal bekerja secara independen. Sehingga BPN tidak ikut mempengaruhi nilai penggantian tanah warga.

"Jadi tim appraisal itu langsung menilai sendiri, kita tidak ikut menentukan harga. Tupoksinya beda, itu mutlak kewenangan tim penilai independen," katanya di Padang Pariaman, Senin (2/2/2020).

Dalam pengadaan tanah untuk jalan tol, BPN hanya sebagai pelaksana pengadaan tanah. Tugasnya mengidentifikasikan dan inventarisasi  baik data fisik atau data yuridis lokasi di lapangan.

Setelah melakukan inventarisasi, BPN kemudian mengumumkan data nominatif dan peta bidang.  Kemudian data itu diberikan ke tim appraisal dan mereka yang menetapkan penilaian di lapangan.

Tim appraisal hanya bertanggungjawab menyerahkan hasil kepada BPN. BPN menunjuk appraisal resmi dengan memberikan SK dan menerima hasilnya. "BPN tidak menilai kerjanya appraisal, kita tidak terlibat penilaian ke lapangan, kita hanya menerima hasil tadi," katanya.

Setelah menerima hasil appraisal BPN membawanya ke dalam musyawarah bersama warga soal bentuk kerugian. Kalau keberatan warga diminta ajukan gugatan ke pengadilan.

Jika ada masyarakat tidak menerima keputusan pengadilan, maka akan diajukan konsinyasi yaitu penitipan di pengadilan. Hal itu sesuai aturan dalam undang-undang nomor 2 tahun 2012. "Kalau memang tidak sepakat juga, kita ajukan konsinyasi, itu sesuai aturan," katanya.

Tim appraisal katanya ditunjuk oleh Satker yang menunjuknya, dalam proyek ini artinya Kementerian PUPR. BPN juga tidak berwenang mengevaluasi hasil kerja tim appraisal, sebab tim appraisal punya lembaga penilai tersendiri. "Mereka non pemerintah, pihak ke tiga, tim independen, mereka juga punya lisensi," katanya.

Menurutnya jika masyarakat tidak sepakat soal harga bisa mengajukan gugatan ke pengadilan. Dia mengatakan harga tanah di lokasi memiliki Nilai Objek Pajak (NJOP) yang berbeda-beda. Penentuan nilai NJOP juga merupakan wewenang tim appraisal.

Jika ada masyarakat tidak setuju, pengubahan nilai NJOP hanya bisa dilakukan oleh pengadilan lewat gugatan warga. Gugatan itu tentu menyertakan bukti-bukti NJOP yang mendukung.

"Kita tidak ada mengkoreksi harga dari appraisal, kalau kita yang menentukan percuma saja ada tim independen, bagus kita saja langsung," katanya.

Masyarakat Harus Dirangkul

Guru Besar Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Andalas (Unand), Syafruddin Karimi menyebutkan dalam hal pembangunan infrastruktur seperti tol Padang-Pekanbaru masyrakat harus dirangkul. Jangan hanya sosialisasi.

Pakar Ekonomi Unand

Guru Besar Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Andalas (Unand), Syafruddin Karimi (Foto: Zulfikar/Langgam.id)

Perspektif pemerintah, menurutnya harus partisipatif, bukan sosialisasi. Sehingga, masyarakat merasa dilibatkan dalam pembangunan tersebut, bukan hanya sekedar mendengarkan satu arah dari pemerintah saja.

“Perspektif sosialisasi itu salah. Dari awal, harusnya masyarakat itu dikumpulkan, jelaskan ke mereka, bahwa kita akan bangun ini dan itu. Jelaskan juga, lokasi yang terdampak akan dijadikan seperti apa,” ungkapnya.

Skema seperti itu, menurut Syafruddin Karimi, akan berdampak positif terhadap seluruh elemen masyarakat. Dalam hal ini, yang paling bertanggungjawab, kata Syafruddin adalah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar.

Lalu, dijelaskan Syafruddin, pembangunan infrastruktur itu juga harus berdampak baik bagi masyarakat di sekitar. “Dalam literatur tentang mega proyek, harus punya dampak bahwa orang-orang di sekitar menjadi lebih baik,” ucapnya.

Baca juga : Pakar Ekonomi: Bangun Tol Masyarakat Harus Dirangkul, Jangan Sekedar Sosialisasi

Pembangunan, menurutnya Syafruddin, dirancang tidak hanya sekedar memberikan kompensasi kerugian. Tapi, juga dirancang agar pembangunan itu membawa perkembangan ke arah yang lebih baik bagi masyarakat terdampak.

“Orang itu (masyarakat terdampak) dipindahkan, mereka harus berkembang, jangan sampai nasib mereka menjadi lebih buruk dengan adanya pembangunan tersebut,” jelasnya.

Konsep ini, kata Syafruddin, merupakan standar pembangunan yang diakui oleh organisasi besar di dunia, salah satu contonya, diterapkan oleh Bank Dunia.

Jadi, dalam pembangunan jalan Tol Padang-Pekanbaru, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar harus mengadopsi konsep tersebut, perlu diterapkan dalam menghadapi masyarakat terdampak dalam pembangunan tersebut. “Tidak hanya provinsi, pemerintah kota/kabupaten juga harus terapkan konsep yang sama,” ungkapnya.

Hal itu, kata Syafruddin, merupakan salah satu upaya agar win-win solution tercapai dan proses pembangunan berjalan dengan baik.

Wahyu Muryadi mengajak jurnalis turut mengawal proses pembangunan proyek strategis itu. Terutama saat pembebasan tanah, sehinga masyarakat yang berhak namun terdampak benar-bebar mendapatkan penggantian yang adil dan wajar.

"Saya tantang kawan-kawan jurnalis, coba lakukan investigasi kecil-kecilan, kira-kira masalahnya di mana," kata mantan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo itu.

PT HK, menurutnya, menantikan penyelesaian masalah lahan. Sehingga pihaknya dapat segera bekerja. Ia berharap dengan adanya diskusi berbagai stakeholder dapat memecahkan masalah pembebasan lahan.

Wahyu juga berharap berbagai instansi pemerintah yang berwenang mampu menyelesaikan sengketa penetapan ganti rugi lahan melalui pendekatan persuasif dan kultural. Bukan mengedepankan pendekatan represif. "Negara perlu hadir dan memberikan solusi yang terbaik terhadap masyarakat," katanya. (Rahmadi/ZE/ICA/HM)

Baca Juga

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono meninjau Jalan Tol Padang-Pekanbaru Seksi 1 Padang-Sicincin
Agar Tol Padang-Sicincin Rampung Juli 2024, Menteri PUPR Instrusikan Tambah Tenaga Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus mempercepat pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) dari Lampung
Ditargetkan Fungsional Juli 2024, Progres Kontruksi Tol Padang-Sicincin Capai 47,22 Persen
Tahap Finishing, Rest Are di Tol Pekanbaru-Bangkinang Segera Bisa Digunakan
Tahap Finishing, Rest Are di Tol Pekanbaru-Bangkinang Segera Bisa Digunakan
HK Mulai Bangun Tol Lingkar Pekanbaru Sepanjang 30,57 Km
HK Mulai Bangun Tol Lingkar Pekanbaru Sepanjang 30,57 Km
Dampingi Menteri ATR/BPN Peninjauan, Guspardi Gaus: Tol di Sumbar Paling Mangkrak
Dampingi Menteri ATR/BPN Peninjauan, Guspardi Gaus: Tol di Sumbar Paling Mangkrak
Perkembangan Proyek Jalan Tol Padang-Sicincin
Perkembangan Proyek Jalan Tol Padang-Sicincin