Mengawal Rumah Makan Padang

Mengawal Rumah Makan Padang

Donny Syofyan, S.S., Dippl. PA., M.HRM., M.A. (Foto: Dok. Pribadi)

Ketika menyelesaikan wisuda usai kuliah di Universitas Andalas pada Oktober 2002, saya masih ingat kami sekeluarga menikmati santap siang di Lapau One yang berada di pinggir jalan di kawasan Bandar Buat, Padang. Pada waktu itu, agaknya tidak ada yang tidak kenal dengan Lapau One, sebuah nama rumah makan Padang yang melegenda, kalau pun bukan di Sumatera Barat, setidaknya di kota Padang.

Sebagai seseorang yang baru saja menjadi ‘mantan’ mahasiswa yang terbiasa makan ala kadarnya sebelumnya, bahkan tak jarang salero bacakiak karena saat itu kebutuhan finansial masih bergantung kepada orang tua (walau tak semuanya mengingat saya sempat menikmati beasiswa dan honor menulis di koran-koran lokal waktu itu), saya ingat goreng ayam Lapau One adalah juara.

Begitu saya pulang sekolah dari luar negeri untuk pertama kali pada 2009 sebagai dosen junior di Unand, saya kaget bukan kepalang mendapati bahwa Lapau One sudah tutup. Setelah mencoba untuk mencari tahu, saya mengetahui bahwa ini terkait dengan tiadanya regenerasi di kalangan keluarga yang memiliki minat dan kecakapan seperti almarhumah One.

Cerita yang sama juga berlaku di restoran Sari Manggis yang berada di daerah Guguk, Kabupaten Solok. Waktu itu saya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama di SMP Guguk (sekarang SMPN 3 Gunung Talang). Mengingat letak sekolah saya yang tidak jauh dari restoran Sari Manggis, saya paham persis bagaimana suasana restoran ini; relatif megah, areal parkir dengan aspal yang luas, taman yang cantik dan sering disinggahi oleh bus-bus AKBP dan mobil-mobil yang cukup mewah di kala itu. Ciri khas bangunannya adalah patung buah manggis yang berada di halapan depan restoran itu.

Tapi begitu pemiliknya wafat, Alimin Sinapa, restoran ini secara perlahan mulai ditelan bumi. Hingga sekarang bangunan bekas restoran Sari Manggis masih tampak, tak ubahnya rumah tinggal, lusuh dan peot.

Saya bisa menambah daftar panjang bagaimana bisnis legendaris dan berjaya di masanya kini hanya sebatas kenangan. Kebetulan dalam konteks ini adalah rumah makan atau restoran Padang yang memang sudah terkenal di Tanah Air.

Bila dicermati, sebagian besar rumah makan Padang yang ada berawal dari bisnis keluarga, termasuk nama-nama besar yang kini terkenal di Indonesia, seperti Sederhana, Simpang Raya, Sari Ratu, Sari Bundo, Pagi Sore, Garuda, maupun yang kita kenal di ranah Minang sendiri, semisal Lamun Ombak, Lapau Nasi Mama, Ampalu Raya, Gon Raya, dan banyak lainnya termasuk yang kategori ampera.

Terus terang realitas ini amat miris, bukan karena kualitas produk (dalam hal ini masakan Padang) tidak diterima oleh konsumen tapi lebih kepada persoalan tiadanya keseriusan manajemen untuk menjaga nama baik yang memang sudah diaminkan oleh pelanggan. Orang-orang yang berkunjung ke Lapau One atau Sari Manggis itu bukan kelas pembeli lagi yang sekali datang dan belum tentu kembali tapi sudah masuk kelas pelanggan yang akan kerap atau sengaja mampir untuk menikmati masakan.

Karenanya, upaya untuk mengawal ‘warisan’ keluarga ini menjadi keniscayaan dan perlu menjadi perhatian banyak pihak, terutama dalam konteks ini adalah para pemilik rumah makan atau restoran Padang yang mau tak mau akan mengalami regenerasi atau penyerahan estafet kepemimpinan atau kepemilikan ke generasi berikutnya, yakni dari orang kepada anak.

Untuk itu ada sejumlah hal yang bisa dilakukan demi keberlangsungan usaha tersebut sehingga pelanggan atau masyarakat tetap bisa menikmati masakan yang disajikannya dengan resep khas keluarga para pemilik rumah makan Padang.

Pertama, menyiapkan anggota keluarga, setidaknya satu orang anak, lebih baik sebagian besar anak, untuk melanjutkan usaha rumah makan keluarga secara detail. Setidaknya ada tiga bagian penting dari bisnis rumah makan Padang, yakni manajer yang mengepalai jalannya usaha, akuntan atau pengelola bagian keuangan dan koki atau chef yang merupakan tokoh kunci untuk menjaga quality control dari rasa yang dinikmati oleh para pelanggan selama ini.

Hemat saya, yang menjadi figur sentral di sini adalah keberadaan koki atau chef sebab ini bisnis rasa dan selera. Orang tua perlu menyiapkan setidaknya satu orang anaknya yang mengerti soal dapur, seperti membeli bahan, takaran bumbu hingga memasak semua hidangan yang disajikan di rumah makan tersebut. Kalau persoalan siapa yang jadi manajer atau akuntan bisa saja diserahkan kepada profesional.

Betapa banyak rumah makan yang gulung tikar pada generasi kedua sebab anak-anaknya tidak mewarisi ilmu dan kemampuan memasak orang tuanya. Usaha keluarga ini tutup karena tergantung kepada koki atau chef yang bukan berasal dari keluarga sendiri. Begitu chefnya pergi, rumah makannya tenggelam karena pelanggan kecewa dengan rasa yang berbeda. Mereka tak harus jadi chef di sana dan bisa saja mencari chef lain, apalagi kalau cabangnya sudah menyebar.

Tapi perlu ada satu orang dari pihak keluarga yang benar-benar mengerti dan mengetuai perkara dapur ini. Sari Ratu dan Pagi Sore (dengan logo hijau) adalah dua contoh restoran Padang yang relatif berhasil mempersiapkan generasi ketiga untuk urusan dapur ini.

Kedua, melakukan digitaliasi resep keluarga. Resep keluarga adalah warisan turun temurun yang perlu dijaga dan dilindungi. Bila proses memasak hanya berlandaskan pengalaman tanpa dituliskan, didokumentasikan dan diarsipkan, besar kemungkinan resep dari puluhan hidangan yang ada bisa hilang.

Karenanya, upaya untuk mengomputerisasikan atau digitalisasi resep keluarga yang bisa dikatakan rahasia ini menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar. Ini juga salah satu cara menjaga kualitas rasa dan makanan di tengah kemungkinan adanya gonta ganti karyawan di bagian produksi atau tingginya turnaround di kalangan chef sendiri.

Kita bisa belajar dari AA Catering, usaha katering terbesar di Sumatera Barat, yang sudah mengomputerasikan lebih kurang 200 resep warisan keluarga. Menurut pengakuan Sari Novita, generasi kedua dari AA Catering, upaya komputerisasi ini membutuhkan waktu dua tahun. Proses digitalisasi ini bisa mengamankan proses transfer ilmu kepada generasi berikutnya dalam sebuah binis rumah makan Padang.

Ketiga, membuka peluang untuk waralaba (franchise). Ini adalah upaya terakhir untuk mempertahankan kelangsungan usaha rumah makan Padang. Tentu ini punya resiko—ada sisi pro dan kontranya, untung dan ruginya. Untungnya bisnis bisa mengalami ekspansi yang luar bisa dan cepat. Salah satu rumah makan Padang yang sangat sukses dengan pendekatan waralaba ini adalah restoran Sederhana, yang sudah punya lebih 100 cabang, baik di Tanah Air hingga ke luar negeri.

Sisi risikonyo adalah banyak hal yang harus di-sharing dengan mitra waralaba, termasuk resep keluarga yang selama ini bagian top secret dari bisnis keluarga. Karenanya tidak banyak rumah makan Padang yang memilih waralaba untuk pengembangan bisnisnya.

Sekelas restoran Pagi Sore saja (dengan logo merah maron) yang sudah memiliki 10 cabang dan terkenal dengan gedungnya yang serba mewah, seperti cabang mereka yang di PIK (Pantai Indah Kapuk), Alam Sutra dan BSD, sama sekali tidak memilih waralaba dan sepenuhnya dikendalikan oleh pihak keluarga, yakni anak-anak dan cucu-cucu H. Sabirin.

Nasi Padang atau masakan Padang sudah dikenal lama menentukan selera Nusantara. Oleh karena itu, sebagai pelanggan atau penikmati masakan Padang kita punya kepentingan agar usaha rumah makan Padang yang masih eksis dan dimiliki urang awak ini jangan sampai berkurang bahkan menghilang karena mismanajemen, seperti halanya Lapau One dan Sari Manggis.

Semoga.

*Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Baca Juga

Masakan Padang Adalah Sumbangan Kita pada Dunia untuk Dinikmati Bersama
Masakan Padang Adalah Sumbangan Kita pada Dunia untuk Dinikmati Bersama
kota padang
Restoran Minang Akan Hadir di Madinah
Festival Kuliner Multi Etnis, Kenali Keberagaman Lewat Makanan
Festival Kuliner Multi Etnis, Kenali Keberagaman Lewat Makanan
Sumbar cukup dikenal sebagai daerah di Indonesia yang memiliki makanan yang enak dan menggugah selera. Seperti nasi padang dengan beragam
4 Minuman Khas Sumbar yang Patut Dicoba Saat ke Ranah Minang
Penutur Kuliner
Penutur Kuliner
Saiyo Sakato, Nasi Padang dan Poligami
Saiyo Sakato, Nasi Padang dan Poligami