Langgam.id - DPRD Provinsi sedang intens membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang hari jadi Sumatra Barat. Untuk memperoleh masukan dari sejarawan dan para ahli, digelar seminar di gedung DPRD pada Senin (18/1/2019).
Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Ranperda Hari Jadi Provinsi Sumatera Barat, Syukriadi Syukur menyebutkan, kajian para pakar yang hadir untuk memberikan materi diharapkan dapat mengerucutkan opsi dari beberapa momentum sejarah yang akan dijadikan sebagai hari jadi provinsi.
"Para pakar akan memberikan masukan dan pertimbangan tentang momentum sejarah yang paling tepat untuk dijadikan sebagai hari jadi provinsi," katanya, sebagaimana dirilis situs resmi DPRD sumbar.
Naskah Akademik Ranperda tersebut menyebutkan lima momen penting yang dapat dijadikan alternatif untuk menetapkan hari jadi Provinsi Sumbar.
Pertama, pada 1609. Tahun saat VOC membentuk unit pemerintahan di kawasan pesisir pantai barat Sumatra dengan nama, 'Hoofdcomptoir van Sumatra's Westkust'.
Kedua, pada 29 November 1837. Di tanggal ini, 'Hoofdcomptoir van Sumatra's Westkust' berubah menjadi 'Gouvernement van Sumatra's Westkust'.
Ketiga, tahun 1942. Saat ini, Tentara Pendudukan Jepang membentuk Keresidenan Sumatra Barat dengan nama 'Sumatora Nishi Kaigun Shu'.
Keempat, tanggal 8 Oktober 1945. Pada momen ini, Kepala Pemerintahan RI daerah Sumatra membentuk Keresidenan Sumbar sebagian bagian dari Provinsi Sumatra.
Dan kelima, pada 9 Agustus 1957 bertepatan dengan ditetapkannya UU Darurat No. 19 tahun 1957 yang membentuk Provinsi Sumatra Barat.
Semua momentum tersebut, sesuai naskah akademik, punya kelebihan dan kelemahan masing-masing untuk dijadikan sebagai hari jadi Provinsi Sumbar. Naskah tersebut kemudian memberi kriteria, yang dapat dijadikan acuan untuk menetapkan hari jadi itu.
Kriterianya yakni, nilai-nilai kepribadian yang selaras dengan kepribadian masyarakat Sumbar. Kemudian, nilai-nilai kerakyatan dan patriotisme yang dapat memberikan rasa bangga dan menumbuhkan motivasi dan kecintaan masyarakat pada Sumbar.
Kriteria berikutnya yakni, dapat memberikan pengaruh terhadap persatuan dan kesatuan. Lalu, ada nilai-nilai keteladanan. Selanjutnya, punya nilai-nilai yang mempengaruhi perkembangan pembangunan bangsa dan daerah. Dan terakhir, merupakan salah satu puncak sejarah.
Dari kelima momen penting, naskah akademik menilai hari pengesahan UU Darurat No 19 tahun 1957 yang paling direkomendasikan untuk jadi hari jadi Sumbar. Aturan yang memecah provinsi Sumatra Tengah menjadi Sumbar, Riau dan Jambi tersebut dinilai paling memenuhi aspek ideologis dan yuridis. Dengan demikian, Ranperda merekomendasikan
tanggal 9 Agustus sebagai hari jadi Sumbar.
Meski demikian, menurut Syukriadi, penetapan hari jadi provinsi harus mempertimbangkan segala aspek terutama yang berkaitan dengan momentum sejarah. Sebab, keputusan yang diambil diharapkan bisa diterima oleh seluruh kalangan masyarakat.
"Melalui seminar, DPRD akan mendapatkan pertimbangan yang tepat untuk menyimpulkan momentum yang tepat sebagai hari jadi provinsi sehingga bisa diterima semua kalangan," katanya.
Sejarawan Universitas Negeri Padang Mestika Zed yang jadi narasumber mengungkapkan data momen sejarah untuk Sumbar. Setidak nya 12 data sejarah yang berhubungan dengan Sumbar sebagai provinsi.
Sebagian dari momen tersebut, terjadi pada Zaman VOC dan Hindia Belanda. Untuk kategori ini, menurut Mestika tidak layak dijadikan sebagai tonggak sejarah kelahiran Provinsi Sumbar.
"Memilih hari lahir provinsi dengan merujuk kepada unit administratif ciptaan Belanda adalah naif. Karena, ia hadir bukan untuk kita, tetapi untuk kepentingan penjajahan," katanya.
Mestika merekomendasikan dua tanggal yang tak ada dalam draf naskah akademik Ranperda. "Semua pilihan tentu terkait dengan konteks historisnya. Atas dasar pertimbangan itu agaknya bijaksana jika pilihan kita jatuh pada dua alternatif berikut: 19 Agustus 1945 atau 1 Oktober 1945," ujarnya.
Tanggal 19 Agustus 1945, menurut Mestika, merupakan hari saat sidang PPKI menetapkan Sumatra sebagai salah satu dari delapan provinsi di Indonesia. "Ada 10 keresidenan di Provinsi Sumatra, salah satunya Keresidenan Sumatra Barat. Ini ditetapkan pada 1 Oktober 1945," kata Guru Besar Ilmu Sejarah UNP tersebut.
Menurutnya, pilihan itu tidak menunjuk pada 'kata atau nama', tetapi pada ide ruang dan perbuatan ketika di mana kita pelaku utamanya. "Apapun namanya, provinsi atau keresidenan."
Menentukan hari jadi pada rentang Perang Kemerdekaan 1945-1950, menurutnya, memenuhi asas hitoris Sumbar sebagai bagian dari Indonesia yang dimerdekakan pada 17 Agustus 1945. Pada masa itu, Sumbar pernah disebut 'garda depan republik'.
Selain Prof Mestika, juga ikut memberi masukan Kepala Biro Produk Hukum Kementerian Dalam Negeri Agus Rahmanto, Ahli Pemerintahan Daerah Hasan Basri, Budayawan dan Ahli Sejarah Minangkabau dari UIN Imam Bonjol Yulizar Yunus serta Pamong Senior Rusdi Lubis. (*/Miftahul/HM)