"Tetapi Dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?. (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat,. Atau kepada orang miskin yang sangat fakir. Dan Dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. (Terjemahan QS. al-Balad/90:11-17).
Siapapun dengan kasat mata dan informasi mudah mengetahui dan merasakan bahwa saat ini tidak sedikit jumlahnya anak bangsa ini sedang menempuh jalan mendaki lagi sukar. Semua masyarakat dunia sedang menempuh jalan mendaki, karena pandemi Covid-19 masih belum dapat di atasi secara cepat dan pasti.
Sedangkan kelompok masyarakat berpengahsilan tidak tetap, pekerja informal dan pedagang kecil sedang mereka disamping mendaki seperti kelompok berpenganghasilan tetap, mereka juga tengah dihadapkan kepada kesukaran mendapatkan kebutuhan pokok.
Menghadapi kondisi kehidupan yang mendaki dan sukar adalah saatnya semua orang memiliki solidaritas sosial, saatnya kedermawanan sosial dan saling membantu mengedepan.
Hebatnya bimbingan al-Qur’an bahwa negeri yang makmur dan penduduknya yang banyak tidak akan ada artinya ketika kehidupan bersama tidak bisa dibangun secara lebih baik. Pesan kebersamaan mengatasi jalan sukar dan sulit adalah bentuk nyata dari entitas manusia beradab.
Sejak abad ke 7 masehi, dulu lagi Islam menegaskan prinsip bahwa kebaikan negeri dan pemimpinnya, diukur dari kepeduliaannya pada anak negerinya yang tengah mengalami krisis dan kesulitan.
Kecepatan, keseriusan dan kepedulian terhadap orang-orang lemah adalah perintah al-Qur’an yang tak boleh ditunda sedikit juapun. Kelompok yang rentan dan mudah menjadi pemicu keresahan sosial adalah mereka yang terabaikan atau terlambat dalam memperlakukan mereka sesuai kebutuhan pokoknya.
Lazimnya mereka yang terdampak dan tengah berada dalam posisi jalan mendaki dan sukar itu, adalah orang-orang kini terdampak ekonomi oleh pandemi Covid-19, sementara tabungan dan penghasilan lain tidak ada.
Surat al-Balad ayat ke 11-17 di atas maknanya sesuai sekali dengan kenyataan yang tengah dihadapi saat ini. Ada dua jalan, dan dua konsekuensi. Jalan kebaikan tidaklah mudah, arena itu ia sukar dan sulit ditempuh dan menanjak. Hanya orang-orang sabar saja yang mampu dan mau melakukannya.
Jalan kebaikan itu adalah segera membantu orang disaat kesulitan dan terus mensosialiasikan kepentingan kesehatan bersama, khususnya protokol Covid-19.
Membantu di Saat Sulit
Masa sulit dan krisis memerlukan pemimpin yang tidak sekadar mampu menjalani aturan, dan ketentuan dalam situasi normal, perlu ketajaman pikiran, instusi dan perasaan kemanusiaa. Masa dimana semua orang menghadapi kesulitan, ada pihak yang lebih sulit lagi mereka terhalang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Kisruh data, kecemasan pada overlape bantuan, dan masalah administrasi lainnya adalah lagu klasik, namun apapun keadaannya sudah lebih 1 bulan mereka yang dalam tertekan karena kehilangan pekerjaan, saat work from home atau kerja di rumah diberlakukan, seperti sudah dalam tekanan kehidupan sulit.
Tidaklah salah bila dikontekstual bahwa membebaskan perbudakan dalam era ini maknanya adalah memutus mata rantai ketertindasan orang atau kelompok masyarakat, khususnya mereka yang tengah mengalami ketertindasan ekonomi, karena ketiadaan kebutuhan pokok, makan sehari-hari untuk dirinya dan keluarganya.
Memberikan bantuan makanan pokok di saat sulit kepada anak yatim, orang miskin, kerabat dekat dan siapa saja yang membutuhkannya. Kini nyata sekali betapa banyak kepala keluarga yang kesulitan mendapat sekedar kebutuhan pokok saja dikerenakan mereka tidak dapat keluar rumah, disuruh tinggal di rumah.
Melihat, mendegar dan merasakan penderitaan mereka yang berusaha dari tangannya, maka sudah saatnya masyarakat pemilik modal, mereka yang memiliki dana lebih dari cukup, dan pihak-pihak yang berkecukupan memberikan bantuan pokok bagi mereka yang terdampak covid 19 ini. Pemberian bantuan berbasis lingkungan, jaringan keluarga dan hubungan sosial harus dikembangkan sekuat mungkin, guna mencegah krisis sosial yang juga akan berakibat tidak baik bagi lingkungan itu sendiri.
Teori sosial apa saja yang dipakai, bila orang sudah tidak memiliki kebutuhan pokok, dan jalan baik sudah tertutup, maka jalan apa saja akan ditempuhnya. Sederhananya amuk sosial bisa saja terjadi bila pemilik uang, orang kaya dan berkecukupan tidak segera membantu orang papa disikitarnya.
Pemerintah sebagai pengendali kehidupan dan penentu arah kehidupan negeri, bersegaralah untuk memberikan hajat hidup pokok mereka yang sudah menjerit. Tidak ada sedikit juapun untungnya melambatkan bantuan, bahkan justru sebaliknya akibat tidak baik yang bisa datang. Pendataan di saat situasi apapun penting, namun saat kritis dan sukar seperti ini jika tidak ada keberanian membuat terobosan, masih manual, birokratis, dan lebih kurang peka dengan situasi, sulit jadinya keadaan ini.
Saling Berpesan Untuk Bersabar dan Berkasih Sayang
Bersamaan dengan bantuan sembako dan kebutuhan pokok kelompok masyarakat yang terdampak Covid-19, hendaknya juga dikomunikasikan terus menerus aturan, dan protokol Covid-19 kepada semua orang dengan segala lini media yang ada. Tentang Pentingnya tetap di rumah, menjaga jarak (pschical distancing), tidak ikut dalam kerumunan, menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan, mengunakan masker saat keluar rumah adalah memerlukan kesadaran bersama dan juga akan berdampak positif atau negatif bersama. Di masa sulit sekalipun saling menasehati dengan cara santun dan kasih saya adalah tindakan moral terpuji yang dipromosikan al-Qur’an.
Gerakan dakwah untuk mengikuti anjuran pemerintah adalah bentuk kongkrit dari dakwah Sami'na Wa'tana. Harusnya tidak ada umat keberatan dengan fatwa, maklumat dan taushiyah MUI. Umat yang mukallid (beragama hanya mengikuti saja, terbatas ilmu), fanatik (tanpa tahu dalil), ghuluw (ekstrem) perlu dilakukan dakwah (himbauan) dan takzir (penegakkan hukum) agar mereka dapat mematuhi aturan PSPBB, sesuai dengan pesan (QS. Nuur/24:51).
Semua pihak diminta untuk memberikan nasehat dan taushiyah kepada pengurus masjid dan mushalla bahwa penghentian ibadah Jumat, jamaah, tarawih dan kerumunan adalah darurat, akibat yang akan terjadi dan dalil syari'i yang mesti mendahulukan keselamatan nyawa dan kemaslahatan umum, (QS. Al Maidah/5: 32).
Bersamaan dengan itu umat tidak boleh lemah dalam dakwah syiar Ramadhan. Syiar Ramadhan tidak harus berkurang dengan Covid-19, justru lebih baik sebagai wujud kecintaan pada kemuliaan Ramadhan. Ada banyak cara yang bisa dilakukan pengurus masjid, mulai dari konvensional, manual dan digital.
Pola konvensional pengurus dapat dilakukan dengan meminta ustad mengunjungi jamaah dengan tugas menyampaikan pengajian sekaligus menghimpun infaq, sadaqah, donasi bagi jamaah secara ekonomi terpapar dan zakat. Pengurus Masjid dan mushala dapat juga menetapkan pola manual. Ceramah ustaz di masjid tanpa jamaah dan diikuti dengan tilawah al-Quran. Dapat pula dilakukan pola digital dengan mengunakan zoom dan perangkat canggih lainnya.
Taushiyah yang tak kalah pentingnya pula adalah mengajak umat untuk berjamaah dalam mengatasi kesulitan jamaah lain yang berada disekitar masjid. Tak terkecuali juga memperhatikan kesulitan ustad yang memimpin taushiyah dan jamaah di masjid selama ini.
Kinerja yang hendaknya mendapat perhatian dari pengurus masjid dan mushalla adalah memberikan kepedulian pada ustad kita. Bantuan finansial langsung kepada ustaz kita yang secara ekonomi tidak memiliki usaha tetap. Bagi kelompok ustaz yang secara ekonomi lemah diharapkan lebih diutamakan. Ustaz kita yang berpenghasilan tetap dapat diberi atau tidak itu relatif. Namun informasi tentang ditiadakan ceramah di masjid harus disampaikan pada ustaz yang mengisi ceramah.
Gerakan peduli ustaz ini dimaksudkan menguatkan silaturahim dan menunjukkan empati terhadap guru tempat kita menerima pengajian dari mereka. Saat sulit itu diharapkan kita tetap berguru dan yang paling mulia itu adalah memuliakan guru.
Patut ditegaskan syiar dan semarak Ramadhan di tengah Covid-19 ini, harus tetap kuat. Insiatif, kreativitas dan kesungguhan pengurus masjid dan mushalla amat sangat menentukan. Dakwah sami'na watha'na, syiar Ramadhan dan peduli ustad kita adalah agenda bersama untuk kemulian Ramadhan. (***)
Prof Duski Samad, Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang