Membaca Ulang Hubungan Teater dengan penontonnya: Catatan Festival Teater Sumatra Barat 2025

Mencermati analisis Statistik Pendidikan Indonesia yang diluncurkan Badan Pusat Statistik pada 2023 lalu, terutama jenjang perguruan tinggi.

Zelfeni Wimra

Sekilas Tentang Disiplin Membaca Ulang

Pembacaan ulang terhadap teks-teks dan konvensi teater yang mapan, sebagaimana tema Festival Teater Sumatra Barat 2025, pada intinya membaca kembali hubungan seni pertunjukan teater dengan penontonnya. Tulisan ini bermaksud mendedahkan bagaimana pembacaan itu terjadi baik secara konvensional maupun secara pragmatis. 

Secara konvensional, pertunjukan tanpa penonton tidak dapat dikatakan sebagai peristiwa teater yang dicirikan dengan adanya skenario, aktor, dan penonton. Ketiga unsur ini mesti ada dalam mendefinisikan peristiwa atau pertunjukan teater. Hubungan yang berpola tali tigo sapilin pada ketigaunsur ini tidak bisa dipisahkan. 

Secara pragmatis, seorang penonton memilih mengapresiasi teater karena menaruh harapan dapat “sesuatu” dari “layanan” pertunjukan. Lebih ke dalam, penonton mengidamkan pencerahan atas nilai yang sedang chaos dalam diri mereka. Mereka mendambakan bertemu oase yang membantu mereka sejenak melepas penat dan dahaga di tengah situasi kehidupan yang gersang dan kering-kerontang. Penonton teater adalah manusia-manusia yang membutuhkan energi baru agar teralihkan dari luka-derita kamanusiaan mereka.

Lantas, sekarang, bercermin kepada pertunjukan kelompok-kelompok teater pada Festival Teater Sumatra Barat 2025, bagaimana status hubungan masyarakat penonton teater itu dengan karya seniteater itu sendiri? Apakah hubungan kedua enetitas inisedang baik-baik saja, sedang memburuk, atau sudahputus, alias tidak ada lagi hubungan ideologis-estetis antara penonton dengan karya-karya teater? Atau, bisa jadi juga, hubungan itu masih ada, tetapi antara adadan tiada. Kedua belah pihak tidak pula berinisiatif untuk memprakarsai perbaikan kualitas hubungan tersebut.

Guna mencermati dan dan mengurai praduga-pradugaini, Festival Teater Sumatra Barat Alek Teater 9 yang digelar Dinas Kebudayaan Sumatra Barat melalui Unit Pelaksana teknis Daerah (UPTD) Taman Budaya Sumatra Barat, dapat dijadikan studi kasus atau laboratorium untuk menjelaskannya. Kegiatan ini berlangganan selama dua minggu dengan titik kegiatan dibagi dua: pada tanggal 19-20 dan 26-27 September 2025. Tema yang siangkatkan pada penyelenggaraan kali ini adalah Membaca Ulang Kemapanan Teks dan Konvensi Teater.

Dilihat dari tema yang ddipilih penyelenggara, justru terkesan bahwa hubungan teater dengan penontonnya bukanlah aspek yang penting ditebalkan dalam festival ini. Aspek yang diarusutamakan festival ini adalah hubungan perkarya teater dengan teks-teks dan konvensi keteateran yang telah mapan. Informasi yang dapat dicuplik dari pilhan tema ini adalah bahwaproses kreatif teater sedang dilamun oleh kemapanan teks-teks dan konvensi teater itu sendiri. 

Tema ini juga menunjukkan bahwa teater sebagai ilmu dan lapangan studi sedang membutuhkan daya dobrak seperti dekonstruksi teks dan reduksi konvensi panggung. Ini memang sebuah kebutuhan mendesak mengingat media-media penyaji pertunjukan sedang melesat dan berubah bentuk begitu cepat. Tontonan masyarakat digital hari ini terjadi secara instan darimonitor ke monitor. Mengaksesnya begitu mudah, dari ujung jari ke ujung jari dan dapat dinyalakan berpuluhjam dalam sehari. 

Keterbatasan akses menuju gedung pertunjukan teater, dalam situasi seperti ini, adalah persoalan mendasar para penonton teater. Sehingga, ini menjadi salah satualasan mengapa teater harus membaca ulang teks dan konvensi teater, misalnya melalu pendekatan dekonstruksi atau alih wahana teater dari manual kedigital.

Keterbatasan waktu untuk mengakses pertunjukan teater ini semakin parah mengingat kondisi gedung pertunjukan di Sumatra Barat, utamanya yang ada di kota Padang saat ini masih dalam kondisi yang jauhdari kata representatif. Panggung yang dipakai untuk pelaksanaan Festival Teater ini saja menggunakan lantai empat yang rancang-bangunnya hanya layakuntuk ruang perkantoran. Uniknya, pertunjukan teater masih tetap berlangsung apa adanya dan dinikmati penonton apa adanya pula.  

Memikirkan hubungan teater dengan penontonnya dalam kondisi gedung pertunjukan yang tidak menggembirakan mengakibatkan target yang hendak dicapai festival melalui tema membaca ulang kemapanan teks-teks dan konvensi teater menjadi begitu megah dan sangat tinggi. Bahkan terkesan naif mengharapkan capaian estetika terbaik pada pelaksanaan festival masih di panggung yang tidak memenuhi ukuran-ukuran konvensi teater. 

Oleh karena hal demikian, hal-hal yang paling mungkin dibaca pada kegiatan ini hanyalah bagaimana upaya memperbaiki dan merawat kualitas hubungan antara peristiwa panggung teater dengan imajinasi penontonnya. Pembacaan seperti ini mengafirmasi pentingnya meninjau ulang pilihan estetika pegiat seniteater, sekaligus menegasikan bahwa teater adalah teater yang tidak peduli apakah energi panggung mereka terkoneksi dengan pikiran dan jiwa penontonatau tidak.

Refleksi Panggung Festival Taater Sumatra Barat 2025

Semula festival akan dihadiri 12 grup, namun satugrup (Teater Cermin Sastra Inggris Unand) mengundurkan diri. Sebelas Grup teater yang tampil yaitu: Komunitas Teater Aksara, Teater Asa, Teater Alai, Komunitas Teater Binggo, Unit Kegiatan Seni universitas Baiturramah. Teater Komunitas Seniku liek, Teater Langkah, Komunitas Seni Gaung ganto,Teater Oase (UK-Kes) UNP, Komunitas Seni ranah Sijunjung, dan Teater Rumah Teduh (UKS Unand).  

Komunitas Teater Aksara menjadi penampil pertama (Jum’at 19 September 2025) dengan judul naskah timbangan Itu Miring yang ditulis oleh Sashy R. Han dan Sutradara Rivani Febiola. Konsep garapan ini memotret suara-suara perempuan yang kerap tenggelam dalam dunia yang timpang. Kehadiran perempuan cendrung dihadapkan kepada luka, amarah, dan mimpi yang terkubur ditimbun kuasalaki-laki. Situasi ini kemudian diprotes oleh para perempuan yang berani keluar dari lingkar pengekangan dan menyatakan sikap mereka bahwakesetaraan bukanlah hadiah dari laki-laki. Kesetaraan adalah pilihan berani untuk menimbang ulang, berbagi kendali, dan membangun ruang yang adil bagi semua.

Konsep yang tertata dengan baik belum tentu baikketika dihadapkan ke realitas panggung yang baikpula. Kaidah-kaidah panggung yang mendasar seperti penyutradaraan, menanamkan pemaknaan kepadaaktor dalam memainkan komposisi, laku dramatis, proporsi suara sangat diperlukan dalam membangun suasana panggung yang diharapkan. Hal ini terkesandari tabrakan suara-suara dan dialog pada awal pertunjukan Teater Aksara. Karena suasaa di menit-menit awal tidak tertaklukkan, ketidakstabilan komposisi menjalar hingga pertunjukkan diselesaikan.

Penampilan kedua di hari yang sama disajikan oleh Teater Langkah (Fakultas Ilmu Budaya Uanand) dengan judul naskah Roh karya Wisran Hadi dan sutradara Aidah Salsabil Azizah. Konsep Garapan ini menceritakan tentang pencarian jadi diri seorang tokoh yang dipanggil Ibu Suri. Ia bukan ibu seorang raja. Tokoh ini mempersepsikan dirinya sebagai ibu dariSuri, namun siapa Suri itu sendiri tetap mencari misteri yang sangat ingin dipecahkannya.

Gangguan Teknik muncul tidak ditemukan pada penampilan ini. Gangguan teknis justru muncul pada bagian dialog yang tidak diproduksi dengan vocal yang memadai. Ada problem artikulasi pada aktor yang membuat kata kekurangan tenaganya.

Pada Sabtu, 20 September 2025, penampilan dilanjutkan oleh Komunitas Seni Gaung Ganto dengangarapan berjudul Giransani, naskah dan Sutradara Widya Husin. Giransani bercerita tentang ketulusan dan pengorbanan demi cinta. Penampilan ini seakan menitipkan nasihat bahwa dinamika kehidupan percintaan perlu ditinjau secara berkala sebab ia bisa menularkan energi emosi kepada hal-hal lain. Tantangan panggung pertunjukkan ini secara menyeluruh dapat diatasi, namun terdapat kelonggaran grup ini dalam memilih naskah dan dalam menawarkan pembacaan ulang terhadap naskah tersebut. 

Selanjutnya, Komunitas Seni Kuliek (Nilonali Sang Puti Bungo Karang), sebuah garapan adaptasi atasnama Wisran Hadi yang disutradarai oleh Rafdisyam. Pembacaan ulang yang ditawarkan penampilan ini menceritakan bagaimana memecahkan misteri hubungan antara Nilonali, Pawang, dan Kinanti. Ini semacam refleksi yang menjelaskan bagaimana sebaiknya mengelola diri dan lingkungan. Menambahkan Puti Bungo Karang menunjukkan upaya membaca ulang terhadap naskah Nilonali. Ini diperkuat dengan pilihan kostum yang mencerminkan keadaan biota laut yang dijajah sampah-sampah industri. 

Teater Oase (UK-Kes) UNP menampilkan Singa podium Naskah Wisran Hadi dan Sutradara Muhammad Iqbal Rabbani Hamzah. Penguasaan artistik panggung juga bukan masalah berarti pada penampilan ini. Gangguan noise justru dirasakan pada potensi-potensi kejutan yang sangat berpeluang digarap, justru tidak digunakan secara maksimal. Misalnya, bagaimana kehadiran istri sang Singa podium kekuarangan sentakannya dan ditimpali enggan kehadiran tokoh Abu Tausi dengan berbagai persoalannya.

Pada Jumat, 26 September 2025, tampil UKS Universitas Baiturrahmah Garapan dengan judul Salah Siti Nurbaya. Ini merupakan dekonstruksi novel Siti Nurbaya Marah Rusli. Naskah ditulis oleh Rahmat Hidayat dan disutradarai Uncu Rahmad. Pertunjukkan menebalkan isu perlawanan Siti Nurbaya. Selain problem artistik yang masih “bocor”, pembacaan sutradara terhadap sosok Datuk Maringgih melompatdari porsi yang sewajarnya. Gelar Datuk Marigigih yang jelas bukan gelar adat, namun ditampilkan sebagai gelar adat yang diperkuat dengan marawa Minangkabau sebagai latar.

Teater Balai menampilkan naskah Terbuang dalam waktu. Sutradara Ravi Razak dan di buku kegiatan festival tidak ada keterangan tentang penulis naskah, padahal ini merupakan bagian penting sebagi bentuk etik dan kejujuran referensial. Pertunjukkan fokus pada kehidupan seorang aktor komedi yang mengalami kesunyian batin di ujung pencapaiannya sebagai seniman pemeranan. Juga tidak terdapat problem artiktik pada pertunjukan ini. Garapan musikyang ditawarkan tampil menonjol sebagai kekuatannya. Problem yang terdapat pada peertunjukan ini justru pada studi naskah belum sepenuhnya didekati dengan disiplin pembacaan ulang (re-reading). Pertunjukan bergulir dengan indah, namun belum menyentuh konteks sosial penonton secara lebih maksimal.

Teater Asa menampilkan Naskah Aljabar yang disusun oleh Zag Sorga dan disutradarai oleh SulastriWulandari. Pertunjukan ini menceritakan kehidupan seorang ayah dan anak yang diilustrasikan bekerja sebagai seorang pelukis. Sang ayah cenderung memaksakan perspektif dan idealisasinya. Ini kemudian menjadi musabab ketegangan relasinya dengan sang anak. Sang anak mulai jenuh hingga terbongkar rahasia, bahwa dirinya dilahirkan oleh ibu yang justru telah dihabisi sang ayah. Ini menyoal problematika eksistensi dan konflik identitas. Tawaranku aktoran dapat dibilang bagus. Hanya saja meluputkan bagian etik simbolik dimana kedua aktormenirukan gerakan menyakiti diri dan ini tidak aman bagi penonton yang secara medis ditetapkan sebagai penyintas sindrom disorder.

Komunitas Seni Budaya Ranah Sijunjung mengangkat naskah Dendang Agraris yang disutradarai oleh Zulkani Alfian. Pada buku katalog pertunjukan, juga tidak tertera siapa penulis naskah ini. Muncul kesan bahwa grup ini, termasuk yang dilakukan teater Balai, memahami pembacaan ulang kemapanan teks dan konvensi teater dengan “membunuh” sang pengarang(author). Pada kertas kerja penggarapan mereka yang diketahui publik tidak tersedia informasi yang memadai tentang muasal naskah/scenario dan pendekatan pembacaan yang mereka gunakan.

Komunitas Teater Binggo menampilkan Orang Kasarkarya Anton P Chekov dan disutradarai oleh Haikal Aulia Saputra. Ini menceritakan kehidupan seorang janda yang masih berkabung menghadapi tagihanhutang mendiang suaminya. Pilihan menggarap naskah realis tanpa tawaran pembacaan ulang yang memadai oleh grup ini menjelaskan betapa teks masih begitu mapan dan konvensi-konvensi teater belum mampu dobrak dobrak dengan tawaran-tawaran estetika baru. 

Teater Rumah Teduh tampil sebagai penampil pamungkas dari kegiatan ini. Grup UKS Unand ini memilih naskah Nilonali Wisran Hadi, sama dengan pilihan Komunitas Seni Kuliek. Pengamatan kedua tontonan ini menjadi semakin menarik dan memiliki tantangan tersendiri terutama dalam melakukan perbandingan. Komposisi pembacaan ulang yang ditampilkan oleh kedua grupini secara tertulis di kertas kerja masing-masing grupsudah terstruktur dengan baik, namun kecelakaan-kecelakaan pemeranan seperti bentrokan musik-musim elektrik menghilangkan artikulasi aktor dan bunyi-bunyi akustik lainnya. Polusi suara pun tak terelakkan.

Catatan Penutup

Dari sebelas grup teater yang tampil, catatkan pengamatan ini berargumen bahwa hanya komunitas teater di kampus-kampus seni atau grup teater yang dikelola oleh sarjana-sarjana seni teater yang mempunyai kecapan artistic dalam membaca ulang kemapanan teks dan konvensi teater. Sementara itu, kelompok yang tidak terliterasi secara berkelanjutan tentang wawasan perkembangan keteateran, jangankan membaca ulang teks dan konvensi teater, memahami aspek-aspek mendasar keteateran saja belum cakap. Ada keterputusan disiplin kerja teater yang tergambar pada lebih dari separuh peserta festival ini.

Akhiru kalam, pertanyaan-pertanyaan yang sayasematkan selama menyaksikan Festival Teater Sumatra Barat 2025 ini, seperti Mengapa teater masih berproduksi? Apa yang mungkin ditawarkan panggung teater di tengah kehidupan yang serba bergegas? Bagiamana hubungan teater dengan penontonnya? Bagaimana cara pekerja teater Sumatra Barat memahami tema festival: membaca ulang kemapanan teks dan konvensi teater? Belum sepenuhnya dapat dijawab dan dijelaskan dengan jernih. Sebab, selain terlihat adanya kemunduran spirit dalam studi-studi kekaryaan dalam teater, hal takkalah penting mempengaruhi kelesuan y Sumatra Barat adalah ketersediaan gedung pertunjukan yang masih jauh dari standarnya, baik secara konvensi maupun kontemporer.

Pesona layanan media sosial yang tersaji berupa video singkat memenuhi ruang visual telah menggeserenergi panggung teater. Panggung teater tidak lagiterjadi secara luring, tetapi sudah tersaji dalam perwajahan daring. Kerja kreatif keteraturan mengalami guncangan. Pesonanya tidak lagi menjadiprimadona tontonan. Respon terhadap situasi ini dapat dilakukan dengan memproduksi teater yang kreatornya mengintegrasikan disiplin kerja pembacaanulang (re-reading) tidak saja terhadap kemapanan teksdan konvensi teater, tetapi lebih mendalam dari itu, yakni memaknai kembali keberadaan teater. 

Sebagai seni kolektif, teater mengandung kompleksitas disiplin kerja dramaturgi, studikepenulisan naskah pertunjukan, studi penyutradaraandan keaktoran, manajemen produksi dan unsurpendukung teater lainnya yang berfokus pada bagaimana membuat konektor dengan penonton. Ini supaya garapan teater tidak hanya sebatas dekorasi akrobatik di atas panggung. Tanpa pembacaan ulang, akan ada banyak pertanyaan yang belum terjawab: apaalasan masuk akal bagi seseorang untuk menontonteater hari ini?

Apa yang digemakan panggung teater meresponrealitas? Piliohan estetika seperti apa yang relevanuntuk zaman yang sedang tidak berketentuan (hyper reality). Selain itu, keharusan meninjau ulang hubungan teater dengan penontonnya berdasarkan atasan petunjukan Festival Teater Sumatra Barat 2025, menemukan problem mendasar yang mendesak untuk diselesaikan dan didiskusikan secara berkelanjutan.

Baca Juga

110 Siswa Keracunan MBG di Kabupaten Agam, Pemkab Tetapkan KLB dan SPPG Ditutup Sementara
110 Siswa Keracunan MBG di Kabupaten Agam, Pemkab Tetapkan KLB dan SPPG Ditutup Sementara
54 Siswa SD di Kabupaten Agam Diduga Keracunan MBG
54 Siswa SD di Kabupaten Agam Diduga Keracunan MBG
Berita Padang - berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Para pedagang toko Pasar Raya Padang mengaku usaha mereka dibunuh Perwako 438.
Pemprov Sumbar Umbar Capaian Ekonomi, Pengamat: Jangan Silau dengan Angka-angka
Banjir yang melanda satu kecamatan di Kabupaten Solok Agustus tahun lalu.
Peringatan Dini Cuaca Ekstrem, Pemprov Sumbar Tetapkan Status Siaga Darurat
Imigrasi Kelas I Agam tengah menunggu dokumen pemulangan warga negara asing Nur Amira dari Kantor Perwakilan Malaysia di Medan Sumatra Utara.
Imigrasi Agam Tunggu Dokumen Pemulangan Nur Amira ke Malaysia
Hamdanus Dipilih Jadi Pelaksana Tugas Ketua Umum KONI Sumbar
Menanti Janji Hamdanus yang Bakal Gelar Porprov Usai Terpilih Jadi Ketua Umum KONI Sumbar