Langkah Gemilang Menuju Pengakuan Bukittinggi Kota Perjuangan

Langkah Gemilang Menuju Pengakuan Bukittinggi Kota Perjuangan

Sutradara film Arief Malin Mudo[foto:Afdal/Langgam.id]

Suatu hari, salah seorang wisatawan domestik di lembah anai merasa familiar dengan wajah Ibu Prof Meutia Hatta yang kala itu juga menikmati sejuknya tempias air terjun.  Ketika ibu Halida Hatta yang mendampingi membantu wisatawan itu menjawab rasa penasarannya dengan menjawab bahwa bu Prof Meutia adalah seorang tokoh yang pernah menjadi Menteri, dan anak dari Bung Hatta.

Mengejutkan, wisatawan itu justru bertanya, siapa itu Bung Hatta ? Salah seorang pengunjung yang berada disana akhirnya dengan bercanda mengeluarkan uang kertas seratus ribu rupiah dan menjelaskan pada wisawatan lokal tersebut. Begitulah kisah singkat yang penulis dengar,  diceritakan langsung dengan nada jenaka oleh ibu Halida Hatta saat beliau menjadi pembicara pada seminar 123 tahun Bung Hatta di Perpustakaan Proklamator Bung Hatta, 12 Agustus 2025. Sebuah cerita yang disampaikan dengan ringan oleh seorang anak Proklamator negara ini, namun sebagai pendengar penulis merasa sedih melihat realita bahwa minimnya arus informasi ketokohan yang dapat diserap anak bangsa, tergantikan dengan ketokohan semu yang diproduksi oleh konten berkiblat pada viralitas di media sosial.  Dari secercah kisah ini, dapat dilihat bahwa minimnya literasi sejarah dan pemantapan narasi kebangsaan bisa membuat masyarakat  perlahan tak mengenali hal baik, cerita baik, inisiatif baik dan sejarah baik tentang negerinya. Kurangnya literasi tentang ketokohan dan sejarah bangsa tidak hanya saja membuat kurangnya rasa kebanggaan, tapi bisa berujung pada kurangnya rasa cinta pada tanah air.

Ketika kita bicara Bukittinggi juga sama halnya, sebuah kota kecil yang selalu berada dalam pusaran sejarah perjuangan dan kedaulatan. Sebagai insan yang terlahir di kota ini, penulis sangat mengapresiasi langkah pemerintah kota Bukittinggi untuk melakukan langkah legal untuk mengukuhkan kota Bukittinggi sebagai Kota Perjuangan. Pertemuan Walikota Bukittinggi H.M Ramlan Nurmatias dengan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubowono X pada tanggal 12 Agustus 2025 di Gedhong Wilis, Kompleks Kepatihan Yogyakarta adalah salah satu langkah diplomasi dan silaturahmi yang bermartabat untuk menggalang dukungan pengakuan Bukittinggi sebagai kota Perjuangan secara Nasional. Kenapa Yogyakarta, jelas bahwa hubungan tiga kota penting pada masa mempertahankan kemerdekaan adalah ; Jakarta, Yogyakarta dan Bukittinggi. Menurut penulis, sudah sangat tepat ketika pemerintah Kota Bukittinggi meminta arahan dan pandangan langsung dari Sri Sultan. Dua buku yang dihadiahkan oleh Sri Sultan Hamengkubowono X kepada H.M Ramlan Nurmatias jelas dapat dikatakan sebagai simbol kuat dukungan pada kota kota Bukittinggi untuk terus menggali sejarah, memperkaya literasi kajian untuk mempersiapkan naskah yang membuat kesadaran setiap pihak atas pentingnya peran kota, masyarakat dan segenap pemimpin negara yang ada di Bukittinggi pada saat 19 Desember 1948 hingga seterusnya berlanjut pada perjuangan di rimba raya saling bertaut dan memiliki nilai yang tak terbandingkan bagi kedaulatan Negara Indonesia.

Kekhawatiran H.M Ramlan Nurmatias atas memudarnya pengetahuan sejarah di kalangan anak muda menjadi pendorong utama inisiatif ini menurut penulis patut sangat tepat. Hari ini generasi muda digempur dengan pesatnya arus informasi tanpa editorialisasi, bertebarannya tawaran ideologi pemikiran menyimpang yang menyandera karakter generasi. Narasi kota perjuangan ini pertama kali muncul dalam sebuah poster yang diminta langsung oleh Walikota Bukittinggi diletakkan berada disebelah panggung kehormatan saat peresmian Jalan Haji Usmar Ismail, 29 April 2025 di Bukittinggi. Sejak saat itu, semua aktifitas kota Bukittinggi dilekatkan oleh Walikota dengan narasi kota Perjuangan. Pada bulan Agustus 2025 ini, penulis melihat hampir disetiap sudut kota, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, dari komplek perumahan hingga spanduk kemerdekaan para anggota dewan perwakilan rakyat, semua terbubuhkan kata “ Bukittinggi Kota Perjuangan”.

Penulis meyakini  kedepannya Indonesia akan dibangun oleh narasi kuat para narrator yang paham sejarah, mencintai ilmu dan dapat beradaptasi dengan kehidupan global. Langkah dan inisiatif pemerintah kota Bukittinggi ini dapat menjadi gerbang baru membangun rasa kebanggan generasi muda pada nilai historis sebuah kota. Bahwa kota bukan sekedar tempat menetap dan hidup, tetapi juga tempat bertumbuh dan berkembangnya pemikiran pemikiran sumber daya manusia yang hidup dan tumbuh bersama.

Melihat Sejenak ke Jendela

Kehadiran Bukittinggi sebagai Ibukota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ) bukanlah suatu hal yang kebetulan. Jauh sebelum agresi militer tersebut terjadi, tanpa disadari bahwa hari  itupun akan terjadi.

Dalam buku Memoir, Bung Hatta dapat kit abaca bahwa pada saat agresi militer pertama 21 Juli 1947, Bung Hatta sedang berada di Sumatera Utara. Kegentingan situasi penyerangan pasukan Belanda membuat Bung Hatta memutuskan untuk memilih melanjutkan perjalanan ke Bukittinggi. Di Kota kelahiran beliau ini Bung Hatta berkantor selama tujuh bulan. Blokade ekonomi yang dilakukan Belanda membuat Bung Hatta harus berpikir cermat untuk dapat menyelematkan kondisi bangsa. Di Bukittinggi bung Hatta membentuk panitia pembelian Pesawat, beliau memilih Mr A Karim sebagai ketua panitia. Pada bulan November 1947 terkumpul 14 kilogram emas dari para bundo kanduang , amai amai yang berada di Bukittinggi, Koto Gadang, Agam dan sekitarnya. Emas tersebut diterima oleh Bung Hatta di kantornya yang sekarang kita kenal dengan Istana Bung Hatta  tepat berhadapan dengan Jam Gadang. Selanjutnya dengan bantuan perwakilan RI di Singapura Letnan Penerbangan Sidik Tamimi dan Ferdy Salim ( kemenakan Haji Agus Salim ) dapat membeli sebuah pesawat jenis Avro Anson di Thailand.

Selain kisah fakta tentang pembelian pesawat pertama Republik Indonesia. Berkantornya Bung Hatta lebih kurang selama 7 bulan melahirkan pemikiran Bung Hatta untuk mempersiapkan Bukittinggi sebagai benteng terakahir jika dimasa yang akan datang terjadi kegaduhan di pulau jawa yang pada saat itu sangat rentan sebagai pusat pemerintahan. Ketamakan dan keserakahan Belanda untuk kembali menjajah membuat Hatta harus mempersiapkan peta perjuangan mempertahankan kedaulatan tanpa mudah dibaca oleh pihak mata mata Belanda. Kenapa Bukittinggi? kenapa bung Hatta meminta Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara tetap tinggal di Bukittinggi jauh sebelum agresi terjadi ?  Sebuah catatan sejarah yang sungguh membuat dada ini merasa hangat membacanya. Dalam kesempatan penulisan yang terbatas ini, penulis beranggapan para pembaca budiman sudah pernah membaca sejarah tersebut.

Bukittinggi Kota kecil dengan luas 25 Km persegi ini ternyata bukan sekedar kota yang indah dengan suhu udara yang sejuk, tetapi sebuah kota dimana banyak strategi kebangsaan dirumuskan baik oleh pemimpin Nasional maupun perangkat pemimpin daerah yang berjibaku, bersatu padu menyangga keutuhan Republik Indonesia.  Hingga hari ini, detak jarum Jam Gadang seakan memberi isyarat kepada dunia bahwa akan terus ada langkah langkah gemilang yang akan hadir di kota Bukittinggi ini, baik insiatif para umara dan ulama yang  yang akan bermanfaat bagi peningkatan nilai hidup masyarakatnya, ataupun sumbangsih pemikiran dan pencapaian ditingkat nasional maupun dipanggung dunia yang lahir dari Rahim kota ini. Secara de facto , sebenarnya Bukittinggi telah meraih pengakuan tersebut dari setiap orang yang benar benar mencintai sejarah dan mencintai Indonesia ini dari hati. Pengakuan secara resmi oleh pemerintah pusat adalah bagaikan sebuah bunga yang semerbak wanginya bagi generasi muda hari ini, untuk mengetahi dan menyadari bahwa kota ini layak untuk terus dijaga marwahnya, diisi hari harinya dengan pengabdian dan karya nyata yang merdeka, berkelas, bermartabat oleh segenap pemimpin dan masyarakatnya. Dirgahayu Republik Indonesia ke 80, dari kota yang pernah menjadi penyangga tetap berdirinya Republik Indonesia ini, Bukittinggi  

Arief Malinmudo adalah Sutradara Film, Penulis dan Pecinta Sejarah

Baca Juga

Jumlah narapidana yang meninggal akibat minuman oplosan di Lapas Kelas II A Bukittinggi, Sumbar, terus bertambah, kini menjadi empat
Napi Meninggal Akibat Minuman Oplosan Jadi 4 Orang, Ditjenpas Sumbar Bentuk Tim Internal
Jumlah narapidana yang meninggal akibat minuman oplosan di Lapas Kelas II A Bukittinggi, Sumbar, terus bertambah, kini menjadi empat
Minum Alkohol untuk Campuran Parfum, 1 Warga Binaan Lapas Bukittinggi Meninggal
Jumlah narapidana yang meninggal akibat minuman oplosan di Lapas Kelas II A Bukittinggi, Sumbar, terus bertambah, kini menjadi empat
22 Warga Binaan Lapas Bukittinggi Diduga Keracunan
Pahlawan Nasional Usmar Ismail Diabadikan Jadi Nama Jalan di Bukittinggi
Pahlawan Nasional Usmar Ismail Diabadikan Jadi Nama Jalan di Bukittinggi
Empat mantan kepala daerah diperkirakan berhasil kembali menduduki posisi kepala daerah dalam Pilkada Serentak 2024 di Sumatra Barat.
4 Mantan Kepala Daerah Diperkirakan Comeback Setelah Menang dalam Pilkada Serentak
Hasil hitung cepat Pilkada Serentak 2024 menunjukkan empat wali kota petahana di Sumatra Barat (Sumbar) diperkirakan tidak melanjutkan
Empat Wali Kota Petahana di Sumbar Diperkirakan Tumbang di Pilkada 2024