Langgam.id - Sejak setrika listrik banyak digunakan masyarakat pada tahun 1980-an, setrika arang mulai terpinggirkan. Kian lama, makin jarang masyarakat yang menggunakannya. Begitu juga usaha setrika arang di berbagai kota di Sumatra Barat, kini kian langka. Salah satu yang tersisa ada di Pasar Padang Panjang.
Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Padang Panjang merilis, salah satu warga masih membuka usaha setrika arang di kota itu. Warga tersebut, Anjas. Ia masih setia membuka usaha setrika arang tersebut di Pasar Inpres Lantai 2.
"Saya membuka usaha setrika arang sejak 2001. Sudah 19 tahun. Sebelum pandemi, pemasukan saya perhari bisa mancapai Rp.100.000. Tapi setelah pandemi, pemasukan banyak berkurang. Tapi Alhamdulillah, dengan pencarian ini, sudah bisa menyekolahan anak saya sampai SMA," tutur Anjas, sebagaimana dilaporkan Fitri dari tim Diskominfo Padang Panjang.
Baca Juga: Pragede Jaguang, Perkedel Hangat Khas Kota Dingin Padang Panjang
Harga upah satu baju mulai dari Rp2.000. Tergantung kesulitan menyetrikanya. Baju gamis, mulai dari Rp5.000. Biayanya tidak begitu mahal, namun hasil setrikaan Anjas memuaskan pelanggannya. Baginya usaha ini juga sudah menjadi hobby. Tidak hanya masalah upah yang dia dahulukan. "Tapi persahabatan dengan pelanggan. Disitulah kepuasan," katanya.
Setrika arang biasanya terbuat dari besi atau kuningan. Bila setrika listrik dipanaskan dengan tenaga elektrik, setrika arang harus memakai pemanas manual. Di dalamnya mesti diisi bara tempurung. Tentu tak seefektif setrika listrik. Sebelum menggunakannya, tempurung kelapa harus dibakar terlebih dahulu hingga jadi bara. Ketika sudah membara, arang itu dimasukan ke dalam setrika. Tinggal menunggu sejenak hingga besi setrika panas, untuk kemudian bisa digunakan menggosok pakaian. (*/SS)