Langgam.id - Soal konflik lahan di fase IV PT GMP dengan masyarakat Tanjung Pangkal, Nagari Lingkuang Aua, Kabupaten Pasaman Barat masih belum menemukan titik terang.
Bahkan, ratusan masyarakat yang menggelar aksi sejak Kamis (6/8/2020) masih berada di lokasi, mereka masih mendirikan tenda di lokasi perusahaan tersebut.
Tidak hanya itu, mulai hari ini, Senin (10/8/2020), masyarakat mulai memindahkan tenda yang mereka dirikan di fase IV ke pos satu.
Mereka meminta agar operasional perusahaan dihentikan untuk sementara waktu, hingga kasus lahan seluas 225 hektare yang merupakan tanah ulayat itu diselesaikan.
Seorang perwakilan masyarakat, Meli Susanti mengatakan, aksi ini mereka lakukan untuk meminta tanah ulayat mereka dikembalikan oleh perusahaan.
Baca Juga: Minta Tanah Ulayat Dikembalikan, Masyarakat Dirikan Tenda di Lahan PT GMP Pasaman Barat
Sebab, lahan yang selama ini berada di fase IV dikelola PT GMP tidak sesuai aturan, karena tanah ulayat ternyata sudah menjadi lahan Sertifikat Hak Milik (SHM). Akibat, pengelolaan itu, masyarakat Tanjung Pangkal merasa ditipu dan mengalami kerugian miliar rupiah.
"Kami minta Pemda dan DPRD Pasaman Barat hadir untuk mencarikan solusi dari masalah ini, sebab kami ini warganya," ujar Meli, Senin (10/8/2020).
Meli bersama ratusan ibu-ibu lainnya rela tidur di tenda dan memasak di lokasi perusahaan tersebut.
Aksi itu mereka lakukan sebagai bentuk protes dan perjuangan mereka dalam mendapatkan kembali tanah ulayat. Masyarakat berjanji akan terus menggelar aksi serupa hingga tuntutan mereka dipenuhi.
"Kami akan terus berjuang untuk mendapatkan hak atas tanah ini, kami minta Pemda dan DPRD tidak diam saja," tegasnya.
Sementara itu, Tokoh masyarakat setempat, Thamrin mengatakan, masyarakat tidak menuntut banyak hal, hanya meminta lahan 225 hektare itu dikembalikan.
Namun, kata Thamrin, tuntutan tersebut tidak direspon oleh pihak perusahaan. Padahal, lahan tersebut sudah di kelola perusahaan sejak puluhan tahun lalu.
Akibatnya, jelas Thamrin, masyarakat Tanjung Pangkal mengalami kerugian puluhan miliar rupiah.
"Hingga hari ini belum ada itikad baik oleh perusahaan untuk mengembalikan lahan masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, saat aksi dan mediasi 6 Agustus 2020, perwakilan pihak perusahaan, Lihardo mengatakan, perusahaan hanya bisa memberikan 50 persen dari lahan atau tuntutan masyarakat.
Lihardo juga meminta aktivitas mereka di lahan fase IV tetap bisa berjalan sebagaimana bisanya.
"Kalau bapak ingin tahu siapa pemilik SHM silahkan bapak bersurat kepada perusahaan," ujarnya.
Pantauan Langgam.id di lapangan, hingga Senin (10/08) ratusan masyarakat masih berada di pos satu PT GMP dan mendirikan tenda.
Selama aksi, terlihat mereka juga memasak di lahan tersebut, bahkan mereka juga berencana akan terus menggelar aksi serupa hingga tuntutan mereka dipenuhi. (Iyan/ZE)