Langgam.id - Setiap muslim diwajibkan menuntut ilmu sepanjang hidupnya dari ayunan hingga liang lahat. Meski demikian, banyak anak yang putus sekolah karena terkendala biaya sehingga memilih bekerja di usia yang seharusnya digunakan untuk belajar.
Selain itu, generasi muda yang berilmu juga harus disiapkan menjadi pengganti generasi tua terutama dalam melanjutkan syiar agama Islam. Alasan inilah yang membuat seorang pemuda asal Kabupaten Pesisir Selatan, Heru Kisnanto (29) mendirikan pondok pesantren di kampung halamannya secara gratis.
"Kita mendirikan pesantren untuk menjawab tantangan zaman, apalagi di kampung saya imam dan khatib itu sudah banyak yang tua, tentu harus ada regenerasi yang disiapkan, agar paham agama maka harus ada pondok pesantren," katanya, Minggu (8/8/2021).
Heru mendirikan Pesantren Ashabul Kahfi yang berlokasi lebih kurang 2 KM dari jalan raya, tepatnya di daerah Tabek Tinggi Rawang, Nagari Rawang Gunung Malelo Surantih, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat (Sumbar).
Heru mengatakan pesantren didirikan agar bisa menciptakan generasi yang bisa menjadi dai-dai yang paham agama dan memiliki pondasi keilmuan yang kuat. Jangan nanti sampai ada dai yang tidak berkapasitas keilmuan Islam, namun karena tuntunan dia menjadi dai tapi malah menyampaikan hal yang salah di tengah umat.
"Dengan alasan itu kita ingin membentengi dengan mempersiapkan generasi pengganti khatib-khatib yang sudah tua itu, jadi itu saja alasan awalnya," katanya.
Baca juga: Kualitas Pendidikan Pasbar Masih Tertinggal dengan Daerah Lain di Sumbar
Selain itu, alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang itu saat lulus kuliah juga berpikir bagaimana bisa memberi kontribusi kepada kampung halaman. Sementara kalau uang banyak untuk disumbangkan dirinya tidak punya, sehingga terpikirlah olehnya mendirikan pesantren.
Heru yang juga aktif sebagai aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) selama kuliah mengatakan pesantren didirikan dengan modal semangat pengabdian bersama kawan-kawannya. Ditambah dirinya sebagai lulusan salah satu pesantren di Kabupaten Agam dan juga lulusan UIN Imam Bonjol Padang yang memiliki cukup bekal untuk mengajar.
Selain menciptakan generasi muda yang terdidik dengan keilmuan Islam, pendirian pesantren menurutnya juga bisa menciptakan lapangan kerja khususnya menjadi guru. Apalagi di saat pandemi Covid-19 yang sulit mencari kerja, bahkan untuk mendaftar sebagai guru honor saja juga sulit.
"Paling tidak kita juga menciptakan lapangan kerja, jadi disamping mendidik generasi dan pengabdian ke masyarakat, kita juga menciptakan lapangan kerja sebagai guru bagi teman-teman dan adik-adik yang tamat kuliah," katanya.
Dia menjelaskan awalnya pesantren didirikan sekitar awal tahun 2018 dan berhasil terlaksana sekitar bulan Juni 2018 dengan langsung mulai tahun ajaran pertama 2018/2019. Ada sekitar delapan orang temannya waktu itu ikut bersama berjuang mendirikan pesantren di awal.
Saat itu dia berusaha meyakinkan kawan-kawannya dengan modal kemauan dan semangat saja. Bahkan sudah dikatakan saat itu bahwa dalam waktu tiga hingga beberapa tahun belum tentu akan dapat gaji dari pesantren ini. Syukur sampai sekarang masih berjalan sekitar tiga tahun.
Tidak Dipungut SPP
Dijelaskannya, pesantren tidak memungut biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) kepada anak-anak didiknya. Operasional pesantren berasal dari dana bantuan donatur dan masyarakat setempat. Anak didik hanya dikenakan biaya baju seragam, kitab ajar, dan biaya listrik Rp 50 ribu sebulan.
Bahkan untuk sembilan kitab ajar satu anak hanya membayar Rp 100 ribu rupiah saja. Kondisi ini menyesuaikan ekonomi masyarakat di kampung, apalagi terdampak pandemi covid-19 saat ini.
"Waktu itu saya sampaikan kepada kawan, apakah siap untuk mengabdi? Paling tidak ini tanggungjawab kita sebagaimana nilai tri dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian, waktu itu kawan-kawan siap, karena siap mari kita berjuang, sampai sekarang," katanya.
Soal pemilihan nama Ashabul Kahfi Heru mengaku terinspirasi dari nama salah satu surat di Alquran yaitu surat Al Kahfi. Dalam surat itu bercerita tentang perjuangan pemuda yang mengasingkan diri dalam goa. Kisahnya tujuh pemuda mengasingkan diri dalam goa karena ingin melakukan pembaruan dan perubahan karena adanya raja yang zalim saat itu.
Dia ingin mengambil semangat para pemuda itu bahwa sebagai seorang pemuda yang menghadapi berbagai macam perosalan di zaman ini harus melakukan pergerakan dan pembaruan. Ditambah dengan banyaknya umat yang tidak paham agama.
Berawal dari delapan orang, sampai sekarang sudah ada 12 orang yang menjadi tenaga pengajar dan Heru sebagai pimpinan pondok. Semua tidak digaji dan hanya pengabdian saja di pesantren. Meski tidak digaji, setidaknya para guru terdaftar dalam data EMIS Kementerian Agama (Kemenag).
Guru-guru menurutnya tidak mengajar secara penuh setiap hari. Mereka ada yang mengajar misalnya tiga hari seminggu dan di hari lain mereka ada yang bekerja seperti di ladang, perkebunan, atau pekerjaan lainnya. Heru sendiri juga bekerja sebagai penyuluh agama selain mengurus pesantrennya.
"Jadi saya semangat untuk pesantren ini karena ada dukungan dari banyak kawan-kawan, jujur kalau saya sendirian tidak akan sanggup saya, mungkin akan saya tinggalkan saja," katanya.
Selain itu, pesantren di bawah naungan Yayasan Tarbiah Islamiah Ashabul Kahfi ini juga mengurus juga sudah mengurus sejumlah persyaratan pendirian sebagai sekolah swasta mulai akta notaris, SK Kemenkumham, dan nomor statistik pesantren di Kemenag.
Pesantren Ashabul Kahfi ini merupakan sekolah yang sederajat dengan SMP dan SMA. Saat ini sudah ada empat kelas yang terdiri dari 3 kelas tingkat madrasah dan 1 kelas tingkat aliyah. Total ada 21 siswa saat ini yang sedang dalam pendidikan.
Saat ini pesantren dengan bangunan sederhana itu memiliki fasilitas yang terdiri dari tiga ruang kelas semi permanen, satu musala, dan satu asrama masih dalam pengerjaan. Sementara untuk kebutuhan perkantoran dan guru sementara digunakan ruang tamu di asrama. Kemudian tanah merupakan milik keluarganya yang sudah diwakafkan kepada yayasan.
Dalam waktu dekat pihaknya ingin menambah tiga lokal lagi dan satu bangunan untuk kantor. Saat ini tanah untuk bangunan itu sudah ada dan ia masih berusaha mencari pembiayaan dari donatur. Ia juga mengurus dana bantuan operasional ke Kemenag.
Pesantrennya diperkirakan membutuhkan dana senilai Rp70 juta untuk penambahan kelas dan melanjutkan pembangunan asrama. Dia juga berencana mencarikan guru-guru honor untuk penambahan tenaga pendidik.
Selain pengembangan fasilitas belajar, ia juga ingin nantinya guru-guru punya gaji. Kemudian ia juga mengembangkan usaha mandiri di pesantren misalnya di bidang pertanian sehingga tidak bergantung dari donatur dan subsidi dari pemerintah saja.
"Kita tidak mau pungut dari anak-anak, bagi kita mau saja mereka belajar itu sudah sangat bersyukur kami," katanya.
Baca juga: Survei Sebut Warga Sumbar yang Berpendidikan Tinggi Lebih Taat Prokes
Dia mengatakan akan terus berjuang mengembangkan pesantren. Baginya seorang manusia memang hidup untuk berjuang dan saat ini dia berjuang dalam dunia pendidikan. Sejak lahir manusia sudah berjuang untuk bisa hidup.
Dia juga mengurungkan niat mendaftar Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang sudah tiga kali dibuka sejak ia tamat kuliah. Kalau seandainya mendaftar PNS dan lulus ia khawatir pesantren yang didirikan sekarang terganggu.
Bagi Heru, hidup tak melulu untuk memperkaya diri, mencari kehidupan yang mewah tapi juga bagaimana bermanfaat untuk masyarakat sekitar dan berbuat untuk kehidupan setelah dunia ini.
Bagi yang ingin membantu, dapat berkunjung ke lokasi pesantren Ashabul Kahfi berada lebih kurang 2 KM dari jalan lintas, tepatnya di Tabek Tinggi Rawang, Nagari Rawang Gunung Malelo Surantih, Kecamatan Sutera, Pesisir Selatan.
Bagi dermawan yang memiliki kelapangan rezeki dapat mengirimkan bantuannya ke rekening Bank Nagari A.n Yayasan Tarbiah Islamiah Ashabul Kahfi 0404.0210. 00973-2 atau dapat menghubungi Heru Kisnanto di 085376341552.