Langgam.id - Masjid tua berdinding kayu pohon pinang dan disangga tiang utama dari pohon jati besar itu, nyaris terbenam lumpur. Masyarakat di daerah yang terakhir kali dikuasai Belanda di Ranah Minang itu, akhirnya memutuskan memindahkan masjid ke arah depan.
Masjid itu beratapkan rumbia, didirikan seorang raja yang berjasa besar dalam penyebaran ajaran agama Islam di Minangkabau yang dikenal dengan nama Rajo Kaciak.
Rajo Kaciak merupakan seorang raja yang berkuasa di Lembah Bawan saat itu. Ia dilantik sebagai raja di Istana Bukik Bunian di daerah Sura Bayo, Lubuk Basung oleh seorang rajo besar bernama Rajo Alam Sabatang Rantau, begitu tertulis di buku Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia karangan Abdul Baqir Zein, halaman 76.
Kekuasaan Rajo Kaciak yang berpusat di Lembah Bawan saat itu memiliki luas lebih kurang 50 kilometer persegi. Daerah tersebut juga kerap disebut Salemba Bawan.
Sebagai seorang muslim sejati, Rajo Kaciak sangat giat mengembangkan dakwah Islam kepada penduduk Nagari Bawan dan sekitarnya. Lalu, ia menggagas berdirinya Masjid Tuo Bawan tahun 1800 masehi.
Awalnya, lokasi Masjid Tuo Bawan bukanlah berada di lokasi berdiri saat ini. Namun lokasinya diperkirakan berada puluhan meter di belakang lokasi sekarang di Nagari Bawan, Kecamatan Ampek Nagari, Kabupaten Agam, Sumatra Barat (Sumbar). Namun, karena didirikan di tanah berlumpur, sehingga masjid tua tersebut lama kelamaan nyaris terbenam.
Tidak hanya itu, bangunan masjid lama diketahui juga sangat sederhana, ditambah jumlah penduduk yang semakin hari kian ramai, sehingga tidak cukup untuk menampung masyarakat sekitar yang ingin beribadah. Karena itulah, disepakati untuk mendirikan bangunan baru di lokasi yang baru.
Catatan Abdul Baqir Zein, masjid baru pengganti Masjid Tuo Bawan lama didirikan pada masa penjajahan Jepang, 1942. Masjid baru didirikan di atas tanah seluas satu hektare yang merupakan tanah wakaf. Bangunan masjid itu seluas 40x40 meter.
Orang-orang yang pertama kali mengurus masjid baru itu adalah Saura Dalib, Arif Tuanmu Marajo, Thaib Karimajaro dan Abdul Karim. Selain itu, masjid itu juga pernah diurus Abang Abdullah, ia berasal dari Betawi, setelah beberapa tahun ia kembali ke daerah asalnya.
Namun, terkait sejarah perkembangan dan aktivitas di Masjid Tuo Bawan sebelum dipindahkan ke lokasi yang baru, kami belum mendapatkan catatan pasti. baik itu bentuk atap masjid, ruangan ataupun bentuk dan jumlah pintu serta jendelanya.
Nagari Terakhir Dikuasai Kompeni dan Terbunuhnya Rajo Kaciak
Pada 1810 Masehi, Belanda berhasil masuk ke Wilayah Sumatera Barat dan langsung menguasai Kota Padang dan kemudian ke sejumlah daerah pedalaman. Namun, untuk tembus ke Lubuk Basung, mereka harus menempuh Kelok 44, Bukit Gaslang Kuau, Bukit Apit dan Panta.
Namun, malang bagi Rajo Kaciak, ia dikabarkan terbunuh di Bukit Apung, suatu daerah antara Lubuk Basung dan Tiku.
Gugurnya Rajo Kaciak, maka kekuasannya digantikan Kepala Nagari Lakan di Sitalang. Ia meneruskan perjuangan Rajo Kaciak untuk melawan kompeni.
Dalam sebuah pertempuran yang dahsyat, Raja Nagari Lakan berhasil ditangkap beserta 7 orang prajuritnya. Saat itulah, Nagari Lembah Bawan jatuh ke tangan kompeni.
Lembah Bawan merupakan nagari terakhir yang dikuasai Belanda di Minangkabau. (*/ZE)