Langgam.id - Tidak mudah menjabat sebagai petinggi Polri. Apalagi sampai bertugas di tanah kelahiran. Kadang, upaya mencari sumber daya manusia (SDM) berkualitas di jajaran kepolisian berbenturan dengan keharusan mempertahankan hubungan harmonis bersama karib kerabat.
Seperti yang dialami Kapolda Sumatra Barat (Sumbar) Irjen Pol Fakhrizal. Meski pundaknya berbintang, kemenakan istrinya sendiri tidak lulus seleksi masuk Akademi Kepolisian
(Akpol).
Jenderal Bintang Dua itu terharu mengenang penghargaan Adhi Makhayasa Akpol 2019 yang berhasil diraih Muhammad Idris (23), seorang anak petani dari Kabupaten Solok Selatan.
Ia kagum semata-mata bukan karena sosok Idris. Namun lebih kepada potensi anak Minangkabau yang dari masa ke masa menujukkan kualitasnya.
Menurut Fakhrizal, melecut semangat generasi ke generasi butuh sentuhan dan kepedulian semua elemen untuk memberikan ruang berproses lebih luas. Sikap acuh tak acuh sebagian kalangan selama ini, harusnya menjadi bahan intropeksi bersama.
Jenderal ini berharap tidak ada lagi pengekangan potensi anak-anak yang ingin mengembangkan diri di berbagai sektor kehidupan. Ia ingin berbuat lebih untuk menampung semua aspirasi dan harapan itu sendiri, terutama untuk generasi Ranah Minang.
Fakhrizal juga berharap, kelak ada lagi Muhammad Idris lainnya. Ia menjamin, siapa pun bisa menjadi anggota Polri. Sebab, proses rekrutmen Polri di Polda Sumbar hari ini sangat transparan.
”SDM berkualitas utama. Jangan cemas masuk polisi tanpa dekingan,” kata Fakhrizal beberapa waktu lalu.
Menurutnya, semua pihak memiliki tanggung jawab yang sama demi melahirkan generasi berkualitas di semua sektor. Diakui Fakhrizal, sikap nepotisme menjadi salah satu kebiasaan yang menghambat lahirnya cikal bakal insan berkualitas.
Tersebab itu, sejak menduduki kursi jabatan Kapolda Sumbar, paling utama ditekankannya adalah soal nepotisme. "Jangan rusak potensi seseorang dengan nepotisme," katanya.
Pernyataan tersebut tak sekadar isapan jembol. Ia bahkan telah membuktikannya sejak jauh-jauh hari. Beberapa karib dekatnya tidak lulus seleksi masuk Polri. Kemenakan kandung istrinya sudah dua kali ikut seleksi Akpol, namun berakhir gagal.
Meski menyandang pangkat Perwira Tinggi, Fakhrizal tidak mau mempertaruhkan amanah tersebut demi membantu kelulusan keluarga. Permintaan bantuan meluluskan anak, kemenakan tidak saja datang dari keluarga sendiri. Namun juga dari teman sekolah atau teman sekolah istrinya yang mayoritas berada di Sumbar.
Pengawal Kapolda yang sehari-hari bersamanya saja, disuruh berjuang dan belajar dengan kemampuan sendiri ketika ingin masuk Sekolah Institut Polisi (SIP). Sekretaris pribadi (Sespri)-nya juga diperlakukan sama.
Sikapnya yang tidak mau campur tangan dalam hal seleksi anggota Polri, pernah berdampak terhadap keharmonisan hubungan dengan kerabat atau jaringan pertemanan lainnya. Namun, ia siap menerima berbagai risiko demi sumber daya berkualitas dan nama baik kepolisian.
"Banyak juga yang kecewa dengan komitmen saya ini. Tapi saya terus memberikan pemahaman. Jabatan yang diamanahkan kepada saya ini tanggung jawabnya dunia akhirat," jelasnya.
Sebelum menjadi orang nomor satu di jajaran Polri Sumbar, ia telah menasehati keluarga di kampung halaman untuk tidak mencampuri profesionalitas kerja dengan kerabat. Komitmen itulah yang membuatnya mampu mengesampingkan virus nepotisme.
Menurut Irjen Pol Fakhrizal, menghilangkan budaya nepotisme harus diberangus bersama-sama. Hal ini demi memajukan Sumbar di segala lini kehidupan. Tidak saja di jajaran kepolisian, nepotisme harus diberantas pada instansi penegak hukum lainnya termasuk juga jajaran pemerintahan daerah.
Dengan begitu, secara berangsur, kelak pandangan hanya keluarga polisi yang bisa jadi polisi, kemenakan jaksa yang jadi jaksa, atau hanya anak pejabat yang bisa jadi pejabat akan hilang di tengah masyarakat.
Polda Sumbar telah membuktikan tidak adanya nepotisme dalam perekrutan. Kisah Muhammad
Idris, peraih Adhi Makayasa Akpol 2019 adalah satu dari sekian banyak bukti nyata.
Jangankan berharap, bermimpi saja orangtuanya enggan kala Idris bercita-cita menjadi polisi. Ayahnya Dasrial bahkan tak kuasa menahan tangis mendengar kabar Idris lulus sebagai Taruna terbaik Akpol 2019.
Dasrial gugup saat mendapat kabar yang berdesir dari balik telepon genggam. Tangis ayah membuncah seiring isak anak petani kampung di Muara Labuh, Solok Selatan itu. Dasrial hanya mampu berucap kalimat syukur atas doa yang diijabah. Kabar baik dari Muhammad Idris menambah detak jantungnya. Keluarga pun larut dalam kesedihan. "Saya lemas, air mata tak tertahan," kata Dasrial.
Irjen Pol Fakhrizal mengaku sangat bangga dengan prestasi yang diraih Idris sebab telah mengharumkan nama Sumbar. Sebab, tidak mudah menjadi lulusan terbaik. Capaian Idris membuktikkan rekrutmen yang dilakukan Polda Sumbar bersih dari praktik menyimpang.
"Semoga kisah Idris melecut semangat dan memotivasi generasi muda tanah air, khususnya di Ranah Minang," kata Fakhrizal yang juga membantu keberangkatan ayah Muhammad Idris ke Semarang.
Selain Idris, putra Minang lainnya Doly Septian juga meraih prestasi serupa tahun lalu. Anak muda asal Halaban, Jorong Subarang, Nagari Koto Baru Kecamatan Kubung ini juga terlahir dari keluarga sederhan. (Heri/RC)