Keterbukaan Informasi Jangan Sekadar Slogan

Keterbukaan Informasi Jangan Sekadar Slogan

Ade Faulina (Dok Pribadi)

Penyelenggaraan Seleksi Tenaga Asisten Ahli Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat tahun 2021 sepertinya memberikan kesan yang kurang baik bagi sebagian besar peserta. Tidak terkecuali bagi penulis sendiri.

Hal ini terpantau dari berbagai unggahan maupun komentar yang ditinggalkan di akun Instagram Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Sumatera Barat (@kominfosumbar).

"Judulnya tentang keterbukaan informasi, tetapi hasil ujian saja tidak terbuka," tulis @fdhlsml.

Kenapa score peserta tidak dimunculkan, seharusnya masing-masing-masing peserta bisa melihat batas mana kemampuannya kalau begitu," kata @indah.larasatyy.

Hampir semua komentar tersebut bernada kekecewaan dan kekesalan terhadap kegiatan yang telah dimulai sejak 2 Februari lalu ini.

Beberapa hal yang menjadi alasan kekecewaan peserta antara lain, proses pendaftaran yang mengalami gangguan sistem, adanya duplikasi nama dan nomor peserta yang lulus seleksi administrasi, keterlambatan dalam pelaksanaan ujian pengetahuan umum dengan sistem CAT, gangguan teknis berulang kali yang terjadi pada saat ujian, hingga tidak transparannya perolehan hasil tes peserta.

Banyak dari peserta yang mengganggap pelaksanaan seleksi tenaga ahli ini tidak profesional dan bertentangan dengan visi instansi sebagai garda terdepan keterbukaan informasi pada lembaga pemerintahan. Penulis sendiri turut mengamini hal ini.

Gangguan Teknis Hingga Kesangsian Peserta Seleksi

Dinas Kominfo Provinsi Sumatera Barat sebagai penyelenggara kegiatan seharusnya bisa memberikan impresi yang baik kepada peserta. Kiranya kegiatan seleksi yang diadakan tidak hanya sekadar melaksanakan agenda yang telah ditetapkan saja. Tetapi perlu mempersiapkan segala sesuatu secara matang. Mulai dari memperketat kualifikasi peserta yang ikut seleksi administrasi, prosedur teknis hingga kesiapan SDM (panitia) dalam merekrut hingga proses tahapan yang harus dilalui oleh para peserta.

Beberapa keteledoran yang tampak antara lain pendaftaran yang dibuka untuk semua jurusan, sehingga membuat jumlah peserta yang mendaftar membludak. Sementara jurusan yang relative sesuai dengan kebutuhan adalah komunikasi, hukum, keuangan dan teknologi informasi. Bahkan panitia tidak secara jelas menerangkan kebutuhan perekrutan (jumlah dan job desk tenaga asisten ahli yang disiapkan). Tidak mengherankan jika yang mendaftar kemudian lebih dari 2000 peserta.

Kemudian pada saat mendaftar, alamat email yang tertera tidak dapat diakses (system error). Hal ini tentunya merugikan bagi calon peserta yang hendak mengirimkan lamaran batas waktu pengiriman berkas lamaran yaitu hingga 4 Februari pukul 23.59 WIB. Urusan pendaftaran ini pada akhirnya mengakibatkan adanya duplikasi nama ataupun nomor peserta pada saat pengumuman yang lulus seleksi administrasi. Sayangnya, hal ini tidak cepat ditangani oleh panitia yang mengakibatkan kebingungan peserta.

Imbas dari hal tersebut, peserta pun harus mengonfirmasi sendiri ke panitia saat seleksi tahap dua akan dilakukan yaitu ujian test pengetahuan umum dengan system Computer Assisted Test (CAT). Lalu tes yang seharusnya dimulai pukul 09.00 (bagi sesi I) itu pun molor hingga 10.30 WIB. Padahal peserta telah mengaktifkan zoom meeting sejak pukul 07.00 WIB sesuai dengan arahan panitia.

Panitia beralasan keterlambatan ini karena menunggu peserta yang terlambat registrasi ulang maupun log in ke virtual meeting. Padahal jika mau profesional, seharusnya panitia sudah memblok/ mengeluarkan peserta tersebut atau jika memang hendak memberikan dispensasi (seperti yang dikatakan panitia) setidaknya jangan sampai lebih dari satu jam.

Hal ini di samping membuat peserta kelelahan menunggu juga mengakibatkan konsentrasi buyar. Persiapan yang awalnya 100 persen justru menjadi berantakan. Belum lagi mengingat kuota yang digunakan peserta. Setidaknya panitia memiliki kepekaan dan pertimbangan dari setiap tindakan yang diambil. Sehingga tidak merugikan peserta yang telah mempersiapkan diri secara maksimal.

Kekecewaan para peserta pun masih berlanjut ketika log in ke halaman home (dashboard) link soal ujian yang diberikan panitia. Profil awal (nama dan NIK) yang tampil justru milik orang lain. Peserta pun terpaksa melakukan log in ulang untuk masuk ke halaman profil yang benar.

Kesalahan pada profil nama peserta hanyalah awal dari sejumlah gangguan teknis yang terjadi. Penulis sendiri sempat 3-4 kali mengalami gangguan sistem (error) yang menghambat pengerjaan soal-soal ujian. Link soal yang diberikan panitia hank, crush hingga tidak bisa direload sama sekali. Dan untuk itu pun panitia lamban dalam mengatasi permasalahan teknis peserta.

Di tengah gangguan teknis yang terjadi, konsentrasi peserta justru semakin pecah ketika panitia tanpa kompromi menegur peserta lainnya. Mulai dari posisi kamera, gerakan badan, hingga urusan mulut peserta “komat kamit” saat membaca soal juga ikut dipermasalahkan. Walaupun di satu sisi hal ini wajar dilakukan, setidaknya panitia ujian (pengawas) harus mencari cara yang lebih bisa ditolerir. Bisa saja melalui sistem yang ada. Tidak perlu pakai mic dengan nada suara yang mengganggu. Jangan sampai suara panitia malah menjadi sumber kekacauan.

Tidak hanya sampai di situ gangguan teknis ini juga menyebabkan penulis sempat “terlempar” dari zoom meeting dan ketika mencoba kembali bergabung justru tidak bisa. Bahkan pengerjaan soal ujian, penulis lakukan di luar zoom meeting. Begitupula yang terjadi pada sebagian peserta lainnya.

Setelah dua jam mengerjakan soal dengan perasaan campur aduk, batas waktu yang diberikan pun berakhir. Lagi-lagi peserta harus menelan kekesalan sebab nilai ujian tidak bisa diakses meskipun sudah loading ulang maupun refresh perangkat laptop.

Pada saat pengumuman peserta lulus CAT, Selasa (9/2/2021) peserta pun masih dibuat heran. Sebab nama-nama yang lulus hanya sebanyak 10 orang dengan rata-rata nilai yang disebutkan kemudian, yaitu 700. Sementara sejak ujian dilakukan baik dari sesi 1 hingga 4 panitia tidak pernah sekalipun menyebutkan standar nilai ataupun jumlah soal yang harus diisi dengan benar. Dan metode penetapan nilai tertinggi (per kategori) pun tidak dijelaskan.

Belum lagi jika mengingat peserta yang mengikuti ujian pengetahuan umum dengan sistem CAT ada 1.216 orang. Tentunya akan ditemukan nilai/ skor yang sama. Tidak “plek” hanya 10 orang dengan nilai tertinggi 791 dan terendah 700 (Pengumuman Pansel Nomor: 08/PANSEL-AAKI/2021) yang bahkan tidak sama jumlah per sesi.

Sebuah hal yang mustahil jika peserta dengan nilai tinggi bahkan tidak mencapai 100 orang. Padahal panitia juga memiliki tanggungjawab untuk secara terbuka menyampaikan nilai peserta yang 1.206 orang lainnya. Karena nilai peserta seleksi bukanlah informasi dikecualikan ataupun bersifat tertutup. Terlebih program CAT yang digunakan pun mengadopsi dari sistem penerimaan CPNS yang sudah lazim dilakukan.

Upaya Tulus Sejak dalam Pikiran dan Hati

Berbagai permasalahan dan gangguan teknis yang terjadi pada seleksi tenaga asisten ahli ini tentunya sangat disayangkan. Bukan hanya merugikan para peserta seleksi, tetapi juga membuat banyak peserta (termasuk penulis) bertanya-tanya. Baik tentang tahap pelaksanaan hingga gangguan teknis yang terjadi.

Apakah agenda seleksi tenaga asisten ahli ini hanya sekadar formalitas? Sementara nama-nama yang lulus sudah ditetapkan. Lalu kenapa tahap pelaksanaan kegiatan ini terkesan terburu-buru? Mulai dari pendaftaran (2-4 Februari), tes CAT, pengumuman yang lulus CAT hingga agenda tambahan (penulisan essay bagi peserta lulus CAT) yang tidak ada di pengumuman awal. Bagaimana kesiapan server maupun sistem yang digunakan. Bahkan yang menjadi puncaknya ialah pertanyaan mengapa nilai (hasil) ujian justru tidak bisa diakses. Seharusnya jika menggunakan CAT, nilai peserta dapat terlihat dengan sendirinya pada saat ujian berakhir.

Dalam hemat penulis, seleksi tenaga asisten ahli ini tentunya harus dilakukan secara matang dan profesional. Tidak terburu-buru seperti yang terjadi saat ini. Karena jika kegiatan ini dipersiapkan secara matang sesuai hasil pleno dan aturan (KI dan perundang-undangan) tentunya tidak akan menimbulkan kesangsian dan kecurigaan bagi para peserta (seperti yang tertulis di kolom komentar akun Instagram @kominfosumbar).

Untuk seleksi selevel Tenaga Asisten Ahli yang nantinya akan membantu tugas Komisioner maupun lembaga KI Sumbar seharusnya tahapan-tahapan yang ada haruslah tersusun dan terjadwal secara rapi. Sehingga panitia dan peserta sama-sama diuntungkan dan merasa puas apapun hasil yang mereka peroleh.

Peserta dapat memberikan upaya maksimal, tanpa takut atau berprasangka hasil tes yang mereka ikuti akan dicurangi. Bahkan hingga tulisan ini selesai dikerjakan, belum ada satu pun klarifikasi, pernyataan sikap ataupun penegasan dari pihak Panitia maupun pejabat berwenang terhadap pertanyaan-pertanyaan peserta tersebut. Kecuali jawaban admin akun yang meminta peserta untuk bersikap lapang dada dalam menerima hasil yang ada. Hal ini bukan hanya menimbang seleksi dilakukan oleh instansi Kominfo yang juga berperan sebagai PPID Utama, tetapi juga menunjukkan kredibilitas dan integritas sebagai lembaga pemerintah yang mendukung good governance melalui keterbukaan informasi yang digaungkan selama ini.

Pada akhirnya tulisan ini bukanlah untuk menyudutkan ataupun menjelekkan lembaga terkait. Namun semua ini merupakan bagian dari kritik, hak bertanya dan berpendapat yang penulis miliki sebagai warga negara Indonesia. Dan secara khusus sebagai peserta seleksi. Sehingga di kemudian hari lembaga pemerintah (apapun itu) dapat secara terang dan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan keterbukaan informasi sebagaimana amanat UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik melalui berbagai kegiatan yang mereka selenggarakan. Terlebih seorang Pramoedya Ananta Toer pernah mengungkapkan “seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi perbuatan”.

Maka begitupula yang seharusnya dilakukan oleh pejabat berwenang maupun sebuah lembaga pemerintah. Karena hanya dengan kedua hal itu keterbukaan informasi yang digadang-gadang selama ini bisa berhasil dan tidak menjadi sebatas jargon ataupun slogan dalam melaksanakan tupoksi. Semoga. (*)

(Penulis merupakan Peserta Seleksi Rekruitment Tenaga Asisten Ahli Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat Tahun 2021)

 

Baca Juga

Jadi Provinsi Berbasis IT, Pemprov Luncurkan Aplikasi Sumbar Madani
Jadi Provinsi Berbasis IT, Pemprov Luncurkan Aplikasi Sumbar Madani
hacker retas situs kabinet
Cara AMSI dan Google Cegah Disinformasi di Sumbar
jasman positif covid-19
Pemprov Sumbar Percayakan Kasus Surat Bertandatangan Gubernur ke Penegak Hukum
Sumbar Fokus Mengintegrasikan Data Kepariwisataan
Sumbar Fokus Mengintegrasikan Data Kepariwisataan
Laju Inflasi di Sumbar Stabil Selama Pandemi Corona
Tahun Ini Ditargetkan Terbentuk 179 Nagari Statistik di Sumbar
KPU Sumbar Luncurkan Pengumuman dan Uji Publik DPS Pilkada 2020
KPU Sumbar Luncurkan Pengumuman dan Uji Publik DPS Pilkada 2020