Oleh: Rafi Wilmaullida Putra
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah isu yang seringkali diabaikan, namun memiliki dampak yang sangat besar pada masyarakat. KDRT bukan hanya soal pukulan fisik, tetapi juga melibatkan pelecehan emosional, seksual, dan ekonomi. Wabah ini merusak kehidupan banyak orang, dan saatnya kita berbicara tentang hal ini.
Pada tahun 2023, Lembaga Survei Indonesia melaporkan bahwa 1 dari 3 wanita di Indonesia pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Angka ini menunjukkan bahwa KDRT adalah masalah yang sangat nyata dan mendesak. Namun, masih banyak orang yang memilih untuk menutup mata dan telinga mereka terhadap realitas ini.
KDRT adalah wabah diam yang menggerogoti nilai-nilai kemanusiaan kita. Kekerasan ini merusak kepercayaan, meruntuhkan harga diri, dan menciptakan lingkaran setan trauma dan ketakutan. KDRT bukan hanya merusak korban, tetapi juga generasi yang akan datang. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh kekerasan cenderung mengulangi pola yang sama di masa depan.
Namun, ada harapan. Banyak ahli dan aktivis telah berbicara tentang pentingnya pendidikan dan pencegahan dalam mengatasi KDRT. Dr. Luh Putu Upadisari, seorang psikolog dan peneliti di Universitas Udayana, menekankan bahwa pendidikan tentang hak asasi manusia dan kesetaraan gender harus dimulai dari usia dini. Dia juga menyerukan adanya dukungan yang lebih besar dari pemerintah dan masyarakat untuk korban KDRT.
Selain itu, kita juga perlu memperkuat hukum dan penegakannya. KDRT adalah kejahatan, dan pelakunya harus dihukum. Namun, banyak korban yang takut untuk melaporkan kekerasan yang mereka alami karena takut akan stigma dan konsekuensi sosial. Oleh karena itu, kita perlu menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi korban untuk berbicara dan mencari keadilan.
KDRT adalah masalah kita semua. Kita tidak bisa berpura-pura bahwa ini tidak terjadi, atau berpikir bahwa ini adalah masalah pribadi yang harus diselesaikan di balik pintu tertutup. Kita perlu berbicara tentang KDRT, mendengarkan korban, dan mengambil tindakan. Hanya dengan cara ini, kita dapat mengakhiri wabah diam ini dan memulihkan nilai-nilai kemanusiaan kita.
Namun, perlu diingat bahwa perubahan tidak akan terjadi dalam semalam. Ini adalah perjuangan jangka panjang yang membutuhkan komitmen dan kerja keras dari kita semua. Setiap dari kita memiliki peran dalam memerangi KDRT. Baik itu sebagai individu, anggota masyarakat, atau sebagai bagian dari organisasi dan institusi, kita semua memiliki tanggung jawab untukmelawan KDRT dan mendukung korban.
Sebagai individu, kita harus belajar untuk mengenali tanda-tanda KDRT dan tahu bagaimana cara melaporkannya. Kita juga harus berani berbicara ketika melihat atau mendengar tentang kekerasan dalam rumah tangga. Diam bukanlah pilihan. Diam berarti kita membiarkan kekerasan terjadi dan menjadi bagian dari masalah.
Sebagai anggota masyarakat, kita harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi korban KDRT. Ini bisa berarti membantu korban untuk mencari bantuan profesional, memberikan dukungan emosional, atau bahkan memberikan tempat tinggal sementara. Kita juga harus berusaha untuk mengubah norma dan nilai-nilai sosial yang memungkinkan KDRT terjadi.
Sebagai bagian dari organisasi dan institusi, kita harus berusaha untuk membuat perubahan sistemik. Ini bisa berarti mendorong pemerintah untuk membuat dan menegakkan hukum yang melindungi korban KDRT, atau bekerja dengan sekolah dan universitas untuk menyediakan pendidikan tentang hak asasi manusia dan kesetaraan gender.
Selain itu, media juga memiliki peran penting dalam memerangi KDRT. Media memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik dan mempengaruhi kebijakan. Oleh karena itu, media harus menggunakan kekuatan ini untuk memperjelas bahaya dan dampak KDRT, serta mendorong perubahan positif.
Akhirnya, kita harus ingat bahwa korban KDRT bukanlah statistik atau angka. Mereka adalah individu dengan harapan, impian, dan hak untuk hidup bebas dari kekerasan. Setiap korban KDRT adalah bukti bahwa kita masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Namun, setiap korban yang berbicara, setiap pelaku yang dihukum, dan setiap perubahan yang kita buat adalah bukti bahwa kita bisa mengakhiri KDRT.
KDRT adalah wabah diam yang menggerogoti nilai-nilai kemanusiaan kita. Namun, dengan keberanian, komitmen, dan kerja keras, kita bisa mengakhiri wabah ini dan memulihkan nilai-nilai kemanusiaan kita. Mari kita berbicara tentang KDRT, mendengarkan korban, dan mengambil tindakan. Hanya dengan cara ini, kita dapat menciptakan dunia yang lebih baik dan lebih aman untuk kita semua.
Rafi Wilmaullida Putra/ Mahasiswa Ilmu Politik FISIP Unand