Oleh Reni Koja, S.TP., M.Si*
Kopi adalah salah satu minuman paling populer di dunia, tetapi kandungan kafeinnya yang tinggi membuatnya tidak dapat dinikmati oleh semua orang. Kafein dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti gangguan lambung, insomnia, kecemasan, dan gangguan jantung.
Permintaan akan kopi rendah kafein atau dekafein terus meningkat, mendorong inovasi dalam proses dekafeinasi.
Proses dekafeinasi kopi bertujuan untuk mengurangi kandungan kafein tanpa mengorbankan rasa dan aroma kopi. Sejak pertama kali diperkenalkan oleh Ludwig Roselius pada abad ke-20, metode dekafeinasi telah berkembang pesat. Metode awal, yang menggunakan air laut dan benzena untuk menghilangkan kafein, segera ditinggalkan karena risiko kesehatan dari benzena yang bersifat karsinogenik. Sebagai gantinya, metode lain seperti Swiss Water Process, pelarut kimia, dan supercritical CO2 dikembangkan.
Swiss Water Process dianggap lebih aman dan ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia berbahaya, meskipun prosesnya lebih lama dan lebih mahal. Metode pelarut kimia lebih cepat dan murah, namun menimbulkan kekhawatiran tentang residu kimia yang mungkin tersisa. Sementara itu, metode supercritical CO2 menjadi pilihan canggih yang efisien dan aman, meski membutuhkan investasi awal yang besar.
Inovasi teknologi terus berlanjut, seperti penggunaan enzim, teknologi membran, dan bioteknologi, yang menawarkan solusi baru dalam proses dekafeinasi. Enzim memungkinkan penurunan kafein pada suhu rendah, menjaga rasa dan aroma kopi. Teknologi membran menggunakan tekanan rendah untuk memisahkan kafein secara efisien, sementara bioteknologi memanfaatkan mikroorganisme untuk memetabolisme kafein secara alami.
Meski banyak inovasi telah dicapai, tantangan dalam mempertahankan profil rasa dan aroma kopi serta menekan biaya produksi masih ada. Produsen kopi dekafein harus terus mengoptimalkan proses ini untuk memenuhi permintaan konsumen yang semakin meningkat. Dengan kemajuan teknologi yang terus berlanjut, diharapkan proses dekafeinasi kopi dapat memberikan solusi yang lebih baik bagi penikmat kopi rendah kafein di masa depan.
*Dosen Departemen Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas