Ini Bukan Lebaran Tapi 'Iedul Fitri

Ini Bukan Lebaran Tapi 'Iedul Fitri

Dosen Fakultas Syariah UIN IB Padang Aidil Aulya (ist)

Saya tergelitik menuliskan ini sebagai tulisan pamungkas seri Ramadan di Langgam tahun ini, karena sebelumnya ada yang menulis kalau lebaran tahun ini adalah lebaran air mata. Bagi saya lebaran tahun ini adalah lebaran mata air keteladanan, bukan lebaran air mata.

Baca juga: Lebaran dengan Air Mata

Terlalu banyak hikmah yang bisa digali dan diresapi. Tidak boleh setetespun air mata tumpah percuma walau hidup terkadang susah. Alih-alih sebagai prahara, toh covid-19 datang membawa banyak cerita. Cerita tentang terkikisnya karang kokoh kesombongan insan cendekia, keangkuhan sang penguasa, dan kekeringan pengetahuan manusia.

Lampiran Gambar

Di balik kedatangan corona dan mara bahaya lainnya, tersimpan heroisme. Ini hari raya para pahlawan. Hari raya untuk mereka yang berdiri paling muka dan mempertaruhkan nyawa, serta mereka yang membela diri dengan rebahan atau di rumah saja. Semua orang memainkan perannya walau penuh dengan ketidaksempurnaan. Penguasa membuat kebijakan walau kadang tidak mengandung kebajikan. Ulama berfatwa walau kadang juga dirundung kecewa. Cendekiawan berpikir walau kadang terpengaruh juga dengan hoaks dari gawai mereka.

Tenaga kesehatan berjibaku dengan pasien sampai banyak korban jiwa mereka. Semua lapis masyarakat membangkitkan solidaritas sosial, berempati sesama, mengumpulkan donasi, walau acapkali merasa tak bernegara. Gerak positif lapis masyarakat menghadapi pandemi ini patut disyukuri. Bisa jadi kapital berharga untuk kemajuan bangsa.

Akhir Cerita Ramadan

Saya yakin dan percaya, Ramadan tahun ini jauh lebih impresif dari sebelumnya. Di awal Ramadan diserukan ucapan 'Marhaban ya Ramadhan' (selamat datang wahai Ramadan) dengan wajah dan hati yang penuh dengan kebahagiaan. Bahagia dengan keberkahan yang dijanjikan Tuhan sembari berharap dijauhkan dari mara bahaya.

Nabi Muhammad memberikan indikasi-indikasi penting melalui hadis-hadis agar berbahagia menyambut ramadan. Para ulama terdahulu mencontohkan bagaimana berbahagianya mereka menyambut setiap bulan suci Ramadan. Itu artinya, Ramadan adalah bulan keceriaan.

Semua muslim harus berbahagia karena banyaknya ganjaran yang menyenangkan dan menenangkan hati. Sampai di ujung Ramadan, ternyata covid-19 masih belum juga reda. Apakah doa dan pengharapan sudah sirna? Sebagai peneguhan iman hasil olah batin selama puasa, tentu jawabannya, tidak. Harapan akan selalu ada, Allah Maha Tahu dengan segala doa yang terucap dan pasti mengabulkannya di saat yang tepat.

Di akhir Ramadan, para ulama menganjurkan untuk mengucapkan kata perpisahan dengan berujar, “muwadda' ya Ramadhan, muwadda' 'alaina bil ghufron” (selamat tinggal wahai Ramadan, selamat tinggal dengan segala ampunan yang diberikan pada kami). Ucapan ini diucapkan dengan penuh keharuan, bukan cucuran air mata karena kesedihan melepas Ramadan. Toh, Ramadan akan selalu ada setiap tahunnya. Persoalannya, tidak satupun yang bisa menjamin siapapun untuk bertemu dengan Ramadan tahun depan sedangkan di tahun ini pun masih belum mampu menggapai kemuliaannya. Di situlah titik harunya.

Menurut Quraish Shihab, kata 'ghufron' semula berarti 'menutup' yang bisa berarti penutupan Tuhan atas aib, cela, keburukan dan penyembuhan Tuhan terhadap penyakit diri. Maka di saat kita berucap 'muwadda' 'alaina bil ghufron', artinya mengandung permohonan agar Allah menutup segala cela, aib, keburukan serta mengobati penyakit jasmani dan rohani dengan kemuliaan ramadan. Apakah itu yang harus ditangisi seraya menghiba-hiba dengan keadaan? Pandemi ini memang berat, menguras emosi, dan mendatangkan segala kesulitan. Semua kesusahan akibat pandemi tidak lantas membenarkan sikap untuk berduka di hari raya.

'Iedul Fitri Ceria

Istilah lebaran dengan 'Iedul Fitri tentu berbeda. Apakah hanya perbedaan bahasa saja? Bukan. Ini bukan sekadar alih aksara atau transliterasi bahasa belaka, dua paduan kata itu membentuk makna, hari raya 'kemenangan'. Bisa jadi istilah lebaran memunculkan makna semiotik agar semua orang melebarkan hatinya sambil melebarkan pintu maaf.

Bisa juga bermakna, bukalah segala kebaikan dengan selebar-lebarnya agar semua makhluk menjadi lebih baik. Atau bisa jadi juga ingin memunculkan makna yang sebenarnya, tubuh-tubuh kembali melebar karena banyaknya makanan di hari perayaan itu? Biarkan timbangan yang menjawab.

'Iedul Fitri secara sederhana berarti kembali pada fitrah kemanusiaan. Fitrah manusia adalah kemurnian tauhid dan kesucian hati. Maka 'Iedul Fitri menuntut hasil positif dari proses penggemblengan selama satu bulan berpuasa. Orang yang mampu memurnikan penghambaannya hanya pada Allah dan mengembalikan kesucian hati serta jiwanya, itulah yang berhak mengudar ungkapan 'minal 'aidin wal faizin', bagian dari orang-orang yang kembali pada fitrah dan merebut kemenangan. Kemenangan terhadap apa? Perjuangan melawan keburukan hawa nafsu. Perjuangan melawan hawa nafsu adalah perjuangan berkelanjutan. Tidak boleh temporer dan terbatas pada ritus-ritus Ramadan saja.

Pandemi di saat Ramadan tentu menambah berat perjuangan. Hawa nafsu dalam dimensi batiniah adalah musuh berbahaya yang harus ditundukkan. Sedangkan pandemi adalah musuh dimensi lahiriah yang berbahaya secara medis hari ini. Kalau pandemi dianggap musuh paling berbahaya di tengah pelaksanaan ibadah ramadan, maka akan semakin nikmat merasakan 'Iedul Fitri. Semakin berat musuh, semakin indah perayaan kemenangannya, bukan?

Percayalah, 'Ied adalah perayaan kemenangan dan momentum kesadaran. Merayakan kemenangan batin setelah terasah dari pertempuran nafsu. Ada titik balik kesadaran hari ini karena dalam bertakbir terkandung makna pengakuan kelemahan diri dan hanya Allah lah yang paling besar.

Bertakbir juga merupakan bentuk rasa syukur terhadap segala petunjuk-Nya, 'wa litukabbirullah 'ala maa hadaakum' (Q.S. Al-Baqarah:186). Ayat ini dijadikan dalil hukum oleh kebanyakan fuqaha' sebagai pensyariatan takbir di hari raya 'Ied. Selain itu, nabi menyeru, 'zayyinu a'yadakum bi takbir' (hiasilah hari rayamu dengan takbir). Artinya, selama melakukan perayaan kembali pada fitrah dan kemenangan, selalu ada nuansa batin yang terikat dengan kebesaran Allah. Kemenangan apapun harus dirayakan dengan tetap mengingat kerdilnya kemampuan makhluk, hanya Allah Maha Besar. Apatah lagi disaat ditimpa ujian, musibah, dan bencana, tangan-tangan Allah tentu selalu berada dalam setiap jiwa manusia. Dia lebih dekat dari urat leher makhluk-Nya. Itulah kebesaran-Nya.

Kandungan keceriaan yang ditularkan selama perayaan 'iedul fitri juga terkesan dari anjuran zakat fitrah di akhir Ramadan. Zakat fitrah tidak hanya penambalan kekurangan puasa dari perbuatan atau perkataan yang sia-sia, tapi zakat fitrah adalah simbol berbagi kebahagiaan. Pesan Nabi sangat jelas dan terang, 'agnuu hum 'ani at-thalabi hadza al-yaumi', (cukupkanlah mereka dari meminta-minta pada hari ini). Tidak boleh ada yang tidak makan pada hari raya 'Ied. Semua orang yang mampu harus berbagi keceriaan pada saudaranya.

Harapannya, zakat fitrah tidak hanya jadi simbol berbagi keceriaan tahunan saja. Sikap kedermawanan ini harus berlanjut dan meningkat lebih baik lagi hendaknya. Sesuai dengan nama bulan tanggal perayaannya, 1 Syawal. Menurut beberapa pendapat disebutkan bahwa 'Syawal' artinya, tumbuh, berkembang, naik, dan meningkat. Pribadi yang diasah dan diasuh selama Ramadan harus tumbuh dan berkembang lebih baik di bulan Syawal sampai seterusnya.

Sekali lagi, kita tidak perlu bersedih dengan nestapa dunia. Tidak perlu menyiapkan tisu untuk menangis mengibakan hati karena hari raya 'ied datang dengan cara yang tidak biasa. Justru saya ingin mengajak, siapkan pena dan buku, atau alat tulis apapun karena pasti banyak lembaran sejarah yang akan dituliskan untuk menutup Ramadan historik ini.

Tulislah cerita tentang kelemahan, kegelisahan, ketakutan, kegalauan, dan segala keluh kesah. Guratkan pena untuk bercerita tentang tabahnya petugas medis menghalau bala. Jangan lupa selipkan juga sedikit tulisan tentang ketidakmampuan penguasa yang seringkali berbungkus citra. Singgung sedikit saja, ada pemimpin bermodal cerita tapi tetap dipuja.

Covid-19 menunjukkan segala macam kelemahan manusia dan sistem tata kerjanya. Inilah cara Tuhan memberi petunjuk agar ke depan terjadi perbaikan. Petunjuk yang patut disyukuri sembari mengucapkan takbir. Covid-19 adalah pertanda Tuhan ingin makhluknya berinovasi dan terus mengasah potensi diri untuk lebih baik. Lalu untuk apa bersedih dengan segala petunjuk-petunjuk itu? Berbagai petunjuk itu merupakan mata air untuk membuat dahaga manusia yang ingin memperbaiki diri. Mata air besar yang menghadirkan kesejukkan jikalau mampu melewatinya dengan ikhtiar dan tawakkal dalam kesabaran.

Apakah tidak boleh ada air mata dalam perayaan? Boleh, tapi air mata keharuan. Air mata yang terpancar karena kesadaran diri, bukan meratap karena merasa terkalahkan oleh keadaan. Hidup tidak hanya penggalan cerita duka, akan selalu ada tawa setelah petaka.

Selamat 'Iedul Fitri dengan hati lapang dan ceria.


Aidil Aulya, Dosen Fakultas Syariah UIN Imam Bonjol Padang

Baca Juga

Langgam.id - Dua pasien Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GgAPA) masih dirawat di RSUP M Djamil Padang, Sumatra Barat (Sumbar).
Wagub Sumbar Curhat ke Moeldoko Soal Peran RSUP M Djamil Saat Pandemi Covid-19
Langgam.id - Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Sumbar terus gencarkan program Vaksinasi Covid-19 demi kekebalan kelompok masyarakat.
BIN Daerah Sumbar Terus Gencarkan Vaksinasi Covid-19, Kali Ini Sasar Pusat Perbelanjaan di Padang
Langgam.id - Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Sumbar kembali menggelar akselerasi Vaksinasi Covid-19 di Kabupaten Solok.
BIN Daerah Sumbar Gelar Akselerasi Vaksinasi Covid-19 di Kabupaten Solok
Langgam.id - Kemenag RI mengimbau agar para jemaah haji yang berangkat ke Tanah Suci agar berhati-hati terhadap Virus Corona (Covid-19).
Cegah Terpapar Covid-19, Kemenag Imbau Jemaah Haji Agar Tetap Hati-hati
Berita Padang - berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Kasus baru covid-19 di Kota Padang hanya bertambah 1 orang saja.
Hari Ini Hanya Ada Tambahan 1 Kasus Baru Covid-19 di Padang
Berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Kasus positif Covid-19 di Sumbar kembali bertambah 717 orang, tersebar di seluruh daerah.
Kasus Positif Covid-19 di Sumbar Bertambah 717 Orang Lagi