In Memoriam Prof. Dr. Hasjim Djalal Gelar Tuanku Pujangga Diraja: Patriot Negara Kepulauan Indonesia Dalam Kenangan

In Memoriam Prof. Dr. Hasjim Djalal Gelar Tuanku Pujangga Diraja: Patriot Negara Kepulauan Indonesia Dalam Kenangan

Alm. Hasjim Djalal. Foto: Efri Yoni Baikoeni

Oleh: Efri Yoni Baikoeni*

Innalillahi wainna ilahi raji’un. Satu lagi patriot Indonesia pergi untuk selama-lamanya. Dialah Prof. Dr. Hasjim Djalal, MA gelar Tuanku Pujangga Diraja yang menghembuskan nafas terakhirnya tanggal 12 Januari 2025 di Jakarta dalam pukul 16:40 di RS Pondok Indah pada usia 90 tahun.

Meski dalam usia lanjut yang melebihi rata-rata usia orang Indonesia, tetap saja kepergian “Penghulu” Diplomat yang pernah menjabat Duta Besar RI untuk Kanada, Jerman dan PBB tersebut terasa mendadak. Direncanakan setelah disemayamkan di rumah duka di Jalan Taman Cilandak III no. 2, Cilandak Barat, jenazahnya dimakamkan secara militer di Taman Makam Pahlawan Kalibata pukul 15.00 hari Senin, 13 Januari 2025. Menlu Sugiono bertindak sebagai inspektur upacara.

Siapa yang tidak kenal Prof. Dr. H. Hasjim Djalal, M.A.? Beliau adalah salah seorang diplomat Indonesia yang berada dibalik suksesnya pengesahan Hukum Laut Internasional PBB (UNCLOS 1982). Bersama dengan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, mereka membawa kepentingan Indonesia seperti yang diamanatkan oleh Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957. Meski tidak termasuk “Tiga Diplomat Utama” versi Menlu RI N. Hassan Wirajuda, yang merujuk kepada Syahrir, Hatta, dan Mohammad Roem, namun nama Hasjim Djalal dapat disejajarkan dengan diplomat ulung lainnya, seperti Haji Agus Salim yang berhasil mendapat pengakuan dari negara-negara Arab, karena Hasjim Djalal telah memperjuangkan kepentingan Indonesia di dunia internasional setelah disahkannya UNCLOS 1982 pada tanggal 10 Desember 1982.

Selama puluhan tahun, Hasjim Djalal telah memperjuangkan konsep ‘Nusantara’ dengan gigih, ulet, dan tekun di dunia internasional. Dengan penuh keahlian, Hasjim Djalal, tanpa kenal lelah, telah berhasil menggalang dukungan diplomatik dan politik, melakukan perundingan secara maraton di berbagai forum bilateral dan multilateral, mengembangkan hukum laut internasional secara kreatif, dan menempatkan Indonesia di garis terdepan dalam upaya masyarakat internasional untuk mereformasi hukum internasional.

Atas perjuangan Hasjim Djalal, konsep kewilayahan ‘Nusantara’, yang awalnya tidak diakui oleh hukum internasional, telah menjadi bagian integral dalam Konvensi Hukum Laut Internasional PBB. Wilayah darat dan maritim Indonesia telah menjadi satu, tidak lagi terpecah-pecah, dan wilayah kedaulatan serta yurisdisksi maritim Indonesia tumbuh secara pesat dari 2 juta km2 menjadi 5,8 juta km2. Indonesia menjadi semakin kokoh, utuh, kaya, dan jaya. Hasil karya Hasjim Djalal ini dapat dinikmati, dipelihara, dan dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia, termasuk generasi mendatang. Prestasi beliau juga menorehkan tinta emas bagi sejarah diplomasi Indonesia dan menjadi sumber inspirasi bagi diplomat Indonesia.

Atas perjuangannya, sangat tepat apabila Hasjim Djalal disebut sebagai “Patriot Negara Kepulauan”, bahkan predikat “Pahlawan Nasional” layak disandangkan kepada “begawan” duta besar Indonesia tersebut.

Hasjim Djalal dilahirkan tanggal 25 Februari 1934 di Ampang Gadang. Ayahnya bernama H. Djalaludin, yang biasa dipanggil “Inyiak Djala”, dikenal sebagai ulama di kampungnya. Keluarga H. Djalaludin berasal dari Ampuah, Ampang Gadang, dalam persukuan Simabur. Beliau menikah dengan Salamah yang berasal dari suku Jambak, Ampang Gadang. Sebagaimana adat Minangkabau pada zaman dulu, seorang yang terpandang, apalagi ulama, seringkali berpoligami dan bahkan adat Minangkabau mengenalnya sebagai “sumando jemputan”. Dari perkawinan H. Djalaludin dan Hj. Salamah, lahirlah 3 orang anak yaitu Rasjidah Djalal, Mas’ud Djalal dan Hasjim Djalal.

Inyiak Djala meninggal dunia tanggal 8 Oktober 1970. Saat itu Hasjim berdinas di KBRI Singapura sebagai Minister. H. Djalaludin banyak meninggalkan koleksi buku-buku agama yang kemudian diwaqafkan ahli waris kepada almamaternya, STAIN Syeikh Muhammad Djamil Djambek dan perpustakaan Masjid “Al Muqarrabiin”.

Dari Perkenalan Pribadi, Menulis Buku Biografi

Saya termasuk cukup beruntung karena berinteraksi cukup intens dengan Prof. Hasjim Djalal yang dipanggil akrab oleh keponakannya dengan “Mancim” semasa hidup. Hal ini terkait dengan usaha saya menulis buku biografi beliau. Buku ini kemudian diluncurkan sebagai kado ulang tahun ke-80.

Pada saat itu, saya tercatat sebagai mahasiswa Doktoral Hubungan Internasional di Universitas Brunei Darussalam (UBD). Saya sangat tertarik dengan gaya diplomasi yang dimainkan oleh seorang Hasjim Djalal. Saya banyak mengutip dan mempelajari pandangan dan kiprah Prof. Dr. Hasjim Djalal, khususnya dalam penanganan konflik baik di kawasan maupun di dunia internasional.

Perkenalan kami bermula ketika Prof. Hasjim Djalal, sebagai anggota ISIS (Institute of Strategic and International Studies), diundang ke Brunei oleh Kementerian Luar Negeri Brunei tanggal 13–14 Januari 2013. Saat itu Brunei memegang posisi sebagai Ketua ASEAN dan salah satu agenda penting adalah penanganan konflik di Kepulauan Spratly yang diklaim banyak negara termasuk Brunei. Saya menemui beliau di Airport Berakas bersama diplomat KBRI Bandar Seri Begawan dan mengantar ke tempat penginapan di Hotel Empire Jerudong.

Setelah memperkenalkan diri, saya banyak bertanya mengenai masalah hubungan internasional, pengalaman beliau dalam menata potensi konflik di kawasan, dan juga kehidupan pribadinya. Bagi saya, beliau adalah sebuah kamus berjalan. Tidak hanya itu, beliau adalah orang yang mudah dijangkau karena sikapnya yang tidak pernah “meninggi” meskipun mengantongi seabrek jabatan tinggi.

Sejak pertemuan itu, saya mulai mengumpulkan tulisan mengenai isu konflik perbatasan yang terkait dengan pemikiran Prof. Hasjim Djalal. Melalui kontak pribadi dan bantuan dari keponakan beliau Uni Murni Zed, saya banyak mendapat cerita mengenai kehidupan pribadi beliau seperti keluarga dan pengalaman hidupnya sejak kecil. Tidak hanya itu, saya diundang ke Jakarta mengambil data serta berkenalan lebih jauh dengan anggota keluarga. Di rumahnya Pak Hasjim, saya berkesempatan makan Nasi Padang razikan bumbu Buk Zurni, isteri beliau. Kami sempat shalat berjamaah, bertanya jawab secara santai, mengambil foto dokumentasi sampai membaca buku diarinya.

Ternyata pula, sampai saat itu belum pernah ada penulis yang menulis biografi seorang Hasjim Djalal secara lengkap dan utuh. Bagi saya ini sangat penting karena dokumentasi perjalanan hidup seorang Hasjim Djalal sangat penting dikenal masyarakat karena pemikirannya mengenai Negara Kepulauan maupun perjalanan diplomasi preventif Indonesia di kancah internasional telah berhasil menyelesaikan banyak isu sensitive yang melibatkan banyak negara. Beliau sangat layak menjadi teladan dan panutan. Apalagi dalam usia senjanya, beliau masih tetap aktif mencurahkan ilmunya dan memikirkan kemajuan bangsa. Prof. Hasjim kerap menjadi narasumber dalam banyak seminar internasional dan diwawancarai ketika terjadi isu-isu maupun konflik perbatasan antar negara. Sosok Hasjim Djalal sebagai ahli Hukum Laut Internasional menjadi figur langka karena sepertinya Ibu Pertiwi belum melahirkan generasi penerus sebagai pengganti maupun tandingannya.

Setelah draft biografi itu rampung, saya menyerahkan “dummy” di Jakarta tepat tanggal 17 Agustus 2013. Menerima buku itu, beliau merespon dengan antusias, “Dino pasti senang mengetahui kalau Efri membuat buku biografi saya”. Dino maksudnya adalah anak beliau, Dr. Dino Patti Djalal yang saat itu menjabat sebagai Duta Besar RI untuk AS.

Pak Hasjim kemudian mempertemukan saya dengan anaknya, Dr. Dino Patti Djalal dalam kesempatan Kongres Diaspora Indonesia “Pulang Kampung” yang dilaksanakan tanggal 19–20 Agustus 2013 di Jakarta. Saat itu, putera ke-2 Pak Hasjim itu adalah penggagas Indonesia Diaspora Network (IDN) sekaligus Duta Besar RI di Amerika Serikat.

Seperti yang dibayangkan Pak Hasjim, begitu menerima draft buku ini, Pak Dino menyambutnya dengan sumbringah karena buku itu akan menjadi “kado” ulang tahun untuk sang ayah. Pak Dino bertambah senang ketika mengetahui kalau buku itu ditulis oleh salah seorang diaspora Indonesia di Brunei yang mengagumi pemikiran dan kiprah penting Hasjim Djalal di dunia internasional.

Akhirnya dalam pertemuan itu kami berdua bersepakat berbagi tugas. Saya focus merampungkan tulisan dan menerbitkan buku, sementara Pak Dino menyiapkan acara peluncuran lengkap dengan undangan dan kelompok paduan suara.

Peluncuran buku berjudul “Patriot Negara Kepulauan: 80 Tahun Prof. Dr. Hasjim Djalal gelar Tuanku Pujangga Diraja” ini terlaksana dengan meriah di Jakarta Theatre, tepat pada hari ulang tahunnya tanggal 23 Februari 2014.

Di tengah kehadiran sekitar 300 undangan tersebut tampak mantan Wakil Presiden Try Sutrisno dan banyak mantan Menteri serta Duta Besar. Menteri yang menjabat tampak hadir Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Marie Elka Pangestu, Menteri Keluatan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo dan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Marsetio. Pada saat itu, buku biografi yang dipesan kepada Penerbit Pandu Aksara dibagikan kepada setiap tamu yang datang.

Saya sempat diberikan kesempatan menyampaikan sambutan sebelum panggung itu diberikan kepada Pak Hasjim. Dalam kesempatan berpidato, Pak Hasjim banyak mengisahkan milestone perjuangan beliau dalam mewujudkan Deklarasi Djuanda di dalam fora internasional. Kepentingan Indonesia itu kemudian disahkan oleh PBB melalui UNCLOS tahun 1982 yaitu setelah berdiplomasi selama lebih dari 20 tahun.

Yang tidak kalah menarik, ketika beliau bercerita awal mula tertarik dalam bidang diplomasi. Salah satunya karena pengalamannya hidupnya di kampung, tepatnya di Nagari Ampang Gadang, Kec. Ampek Angkek, Agam, Sumatera Barat. Katanya, dalam budaya Minangkabau, praktek diplomasi itu sebenarnya sudah dibangun sejak dulu yang dikenal dengan tradisi “Parundingan”. Tidak lupa, Pak Hasjim menyetir filosofi orang Minang yang banyak dipakainya ketika berdiplomasi seperti “Iyo-an nan di urang. Laluan nan di awak”.

Berita mengenai acara ini diliput oleh banyak wartawan baik dari dalam maupun luar negeri. Diantaranya adalah Majalah “Tempo” yang membuat suplemen (tribute) khusus untuk Prof. Hasjim Djalal.

Napak Tilas ke Kampung Halaman

Hubungan saya dengan keluarga Pak Hasjim makin akrab, ketika saya membawa rombongan keluarga Pak Hasjim ke Sumatera Barat untuk napak tilas. Ini bertujuan memberi kesempatan kepada beliau mengulang jejak masa lalu semasa tinggal di kampung. Sejak saat itu, belum pernah lagi beliau pulang kampung. Artinya, inilah perjalanan terakhir kalinya beliau ke kampung halaman.

Dua hari usai peluncuran buku di Jakarta, Pak Hasjim mengamini ajakan saya Napak Tilas ke Sumatera Barat. Beliau dengan Pak Dino beserta isteri Rosa Rai, Uni Murni Zed (keponakan) bersama suami Syahril Zed serta seorang diplomat Kemlu Datu Putra Persada, bersama-sama terbang ke Padang. Ternyata perjalanan ini juga diikuti oleh wartawan Majalah “Tempo” untuk kelengkapan data suplemen (tribute) khusus untuk Prof. Hasjim Djalal. Di Bandara Internasional Minangkabau, kami disambut oleh Ibu Nevi Zuairina, isteri Gubernur Sumatera Barat.

Pada hari pertama, kami menjadi nara sumber pada sebuah seminar diplomasi Indonesia dan peluncuran buku biografi di Universitas Andalas dan Universitas Bung Hatta. Kami dijamu makan siang oleh Rektor UBH, Prof. Dr. Niki Lukviarman.

Dari Padang, Pak Hasjim dan rombongan melanjutkan perjalanan ke Bukittinggi. Tidak lupa, di Padang Panjang, kami singgah makan Sate “Mak Syukur” yang mengingatkan Pak Hasjim dengan Pak Eteknya bernama Tunaro. Hasjim mengenang paman Tunaro ini. “Beliau merantau ke Tapak Tuan di Aceh. Sebagai pedagang, beliau membeli sapi di sana, kemudian dibawa ke Padang Panjang. Sapi-sapi itu digembalakan dan digemukkan di Padang Panjang yang terkenal subur. Daging sapi berkualitas tinggi itu dibuat sate yang rasanya sangat lezat. Itulah mengapa sampai sekarang sate Padang Panjang terkenal karena pilihan daging yang baik,” katanya.

Begitu sampai di Bukittinggi, rombongan Pak Hasjim diundang makan malam oleh Wali Kota Bukittinggi, Bapak Ismet Amzis di rumah dinasnya.

Pada hari kedua, Pak Hasjim mengunjungi SMPN 1 Ampek Angkek di Tanjung Alam. Di sekolah ini, dulunya Pak Hasjim menempuh pendidikan Sekolah Sambungan antara tahun 1942 sampai 1946. Sebelumnya beliau masuk Sekolah Desa selama 3 tahun di Surau Pinang.

Pada saat sekolah di Tanjung Alam, Pak Hasjim menambah ilmu agamanya dengan bersekolah sore hari di Diniyah Pasir selama 3 tahun. Dalam pertemuan di SMPN 1 Ampek Angkek itu, Pak Hasjim bercerita pengalaman beliau dengan salah seorang gurunya yang paling berkesan. Namanya Pak Bustami yang berasal dari Kapau. Inilah guru yang pernah menampar Hasjim Djalal karena bolos sekolah gara-gara main bola. Pada akhir pertemuan, Pak Hasjim Djalal membagikan buku biografi yang disponsori oleh Fahrial Ajisman, alumni dan seorang eksekutif perusahaan tambang batu bara di Kalimantan Selatan.

Usai pertemuan di sekolah, Pak Hasjim dan rombongan berkesempatan bersilaturrahmi ke rumah saya di Tanjung Alam. Kami menikmati sarapan bersama kerabat lainnya. Tidak lupa tentunya kami berfoto bersama di depan rumah sebagai kenang-kenangan.

Cetak Ulang Buku Biografi

Setelah 7 tahun peluncuran buku biografi berlalu, buku cetakan pertama sudah tidak ada lagi di pasaran sementara permintaan atas buku tersebut makin meningkat. Hal tersebut disebabkan karena isi buku tersebut masih tetap relevansi dengan situasi saat ini sehingga menjadi kebutuhan akademik di perguruan tinggi. Karena itu, saya menghubungi Bupati Agam, Dr. H. Andri Warman, yang masih kerabat Pak Hasjim untuk berkenan menjadi sponsor. Permohonan saya diamini dan kemudian buku ini diterbitkan oleh UMSB Press di Padang.

Peluncuran buku cetak ke-2 buku ini dilaksanakan tanggal 26 Maret 2021 yang dibuka oleh Rektor UMSB, Dr. Riki Saputra dengan menghadirkan nara sumber yaitu Dr. H. Andri Warman, MM (Bupati Agam), Prof. Dr. Hasjim Djalal, MA, Dr. Andi Arsana, MA (Akademisi UGM), Ir. Agus S Djamil, MSc (Ahli Kelautan, akademisi UIN Jakarta) dan saya sendiri sebagai penulis. Tampak pula memberikan testimony yaitu Buya Dr. H Shofwan Karim, MA yang menjabat sebagai Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumatera Barat.

Dalam kesempatan itu, Pak Hasjim terlihat masih bugar meski pendengarannya sering terganggu. Beliau masih dapat mengungkapkan pikirannya dengan jernih. Beliau bercerita sedikit awal mula beliau mengenal saya ketika mulai menulis buku. Tentu saja beliau menyambut baik cetak ulang buku tersebut. Yang lebih menggembirakan hatinya karena penerbitan buku ini mendapat dukungan penuh dari Bupati Agam, Dr. H. Andri Warman, MM, yang baru saja dilantik oleh Gubernur Sumatera Barat untuk memangku jabatan periode 2021-2024. Dr. H. Andri Warman, MM adalah anak dari abang kandung beliau yaitu Amran Djalal. Beliau kemudian mengatakan bahwa sambutan baik atas terbitnya buku ini bukan hanya menyangkut sejarah perjalanan hidupnya, namun lebih kepada perhatian dan keinginan untuk memperdalam pemahaman terhadap konsep Negara Kepulauan dan sejarah perjuangan diplomasi Indonesia.

Penutup

Kini, Prof. Hasjim Djalal sudah tiada, menyusul diplomat dan tokoh besar lainnya ke alam baka. Semoga Ibu Pertiwi dan Ranah Minang akan terus melahirkan manusia Minangkabau yang berkiprah tidak hanya di kancah nasional namun juga internasional. Semoga perjuangan Prof. Hasjim Djalal akan diteruskan oleh diplomat Indonesia saat ini. Selamat Jalan Prof. Dr. Hasjim Djalal. Selamat jalan Patriot Negara Kepulauan. Selamat Jalan Pahlawan Nasional. Selamat Jalan “Mancim”. Semoga Allah Subhanahuwa Taala mengampuni dosa-dosa dan kesalahannya dan menerima segala amal ibadahnya. Semoga nantinya beliau dikumpulkan bersama orang-orang shaleh. Amiin.

*Bukittinggi, 13 Januari 2025

Baca Juga

Peduli Bencana Tanah Datar, BM 3 Sumut Salurkan Bantuan dan Santunan
Peduli Bencana Tanah Datar, BM 3 Sumut Salurkan Bantuan dan Santunan
Kadisnakertrans Sumbar, Nizam Ul Muluk mengatakan bahwa saat ini perantau Minang tidak lagi didominasi oleh laki-laki, namun perempuan.
Kadisnakertrans Sumbar: 94 Persen Pekerja Migran Minang Adalah Perempuan
IKPS Riau Dirikan Posko Kemanusian Galang Bantuan ke Warga Terdampak Banjir dan Longsor di Pesisir Selatan
IKPS Riau Dirikan Posko Kemanusian Galang Bantuan ke Warga Terdampak Banjir dan Longsor di Pesisir Selatan
Militer indonesia terkuat asean
3 Putra Minang Kini Pegang Pangdam
Masyarakat Minang di Singapura
Masyarakat Minang di Singapura
Aroma Nasi Kapau Autentik Menguar di Jakarta Selatan
Aroma Nasi Kapau Autentik Menguar di Jakarta Selatan