Berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Setara Institute merilis, toleransi di Kota Padang, Padang Panjang dan Pariaman rendah.
Langgam.id - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Serata Institute for Democracy and Peace merilis tingkat toleransi di kota seluruh Indonesia, termasuk di Sumatra Barat (Sumbar).
Dalam rilis yang diterbitkan, Rabu (30/3/2022) itu, mencatat sebanyak 10 kota di Indonesia masuk dalam kategori daerah dengan toleransi yang tinggi atau bagus.
10 daerah tersebut, yaitu Singkawang, Manado, Salatiga, Kupang, Tomohon, Magelang, Ambon, Bekasi, Surakarta dan Kediri.
Lalu, Serata Institut juga merilis 10 kota dengan kategori toleransi rendah, tiga di antaranya di Sumatra Barat (Sumbar).
10 daerah dengan toleransi rendah tersebut, yaitu Depok, Banda Aceh, Cilegon, Pariaman, Langsa, Sabang, Padang Panjang, Padang, Pekenbaru, dan Makassar.
"Laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2021 merupakan hasil pengukuran yang dilakukan Setara Institute untuk mempromosikan praktik-praktik toleransi
terbaik kota-kota di Indonesia," ujar Direktur Riset Setara Institute, Halili Hasan melalui keterangan tertulisnya yang diterima langgam.id, Kamis (31/3/2022).
Menurut Halili, IKT 2021 merupakan laporan kelima Setara Institut sejak tahun 2015.
"IKT ditujukan untuk memberikan baseline dan status kinerja pemerintah kota dalam mengelola kerukunan, toleransi, wawasan kebangsaan dan inklusi sosialm" ungkapnya.
Baseline, itu lanjut Halili, akan menjadi pengetahuan bagi masyarakat dan dunia tentang kondisi toleransi di 94 kota di Indonesia.
"Pengukuran yang dilakukan Setara Institute dalam IKT mengombinasikan paradigma hak konstitusional warga sesuai jaminan konstitusi dan hak asasi manusia sesuai dengan standar hukum HAM internasional, khususnya hak sipil dan politik," jelasnya.
Studi itu, sebut Halili, dengan menetapkan empat variabel dengan delapan indikator alat ukur, di antaranya regulasi pemerintah kota, tindakan pemerintah, regulasi sosial, dan demografi agama.
Lalu, kombinasi pembobotan itu menghasilkan persentase akhir pengukuran sebagai berikut:
- Rencana Pembangunan (10 persen)
- Kebijakan Diskriminatif (20 persen)
- Peristiwa Intoleransi (20 persen)
- Dinamika Masyarakat Sipil (10 persen)
- Pernyataan Publik Pemerintah Kota (10 persen)
- Tindakan Nyata Pemerintah Kota (15 persen)
- Heterogenitas agama (5 persen)
- Inklusi sosial keagamaan (10 persen)
"Scoring dalam studi ini menggunakan skala hipotesis positif dengan rentang nilai 1-7, yang menggambarkan rentang gradatif dari kualitas buruk ke baik," paparnya.
Artinya, sebut Halili, 1 merupakan skor untuk situasi paling buruk pada masing-masing indikator, sedangkan 7 adalah skor untuk situasi paling baik pada masing-masing indikator untuk mewujudkan kota toleran.
Baca juga: Persiapan Tahun Toleransi 2022, Toleransi Beragama di Sumbar Tetap Terjaga
Selain itu, untuk menjamin validitas data hasil scoring, studi juga melakukan tiga teknik sekaligus, yaitu triangulasi sumber, hasil self-assessment pemerintah-pemerintah kota melalui kuesioner yang disebar, dan Experts meeting series atau pertemuan serial para ahli untuk mengkonfirmasi data sementara hasil skor.
—