"Kran ekspor ditutup, sementara suplay banyak, penjualan terhenti, akhirnya ketersedian CPO menumpuk di pabrik. Harga patokannya juga semakin turun," ujar Kalasan.
Sementara, untuk harga TBS kemitraan, kata Kalasan, penetapan harga yang diberlakukan sesuai dengan ketetapan dinas perkebunan melalui rapat yang rutin dilaksanakan setiap minggunya.
Lalu, untuk harga TBS dari petani swadaya, patokan PKS itu spot market atau harga CPO yang berlaku di hari itu. Jika harga CPO turun, maka harga pokok pembelian juga turun.
"Kondisi seperti ini secara bisnis merugikan perusahaan. Pemasukan tidak ada, maka penjualan terbatas, sementara kita menampung juga buah dari masyarakat dan plasma," paparnya.
Kalasan melanjutkan, bahwa ekspor saat ini memang sudah dibuka, namun pasar luar negeri belum merespons dengan baik, karena eksportir belum mendapat pembeli dengan harga yang pas, jadi mereka menahan untuk menjual.
Baca juga: Ada Isu Perusahaan Sawit Tolak TBS Rakyat, Sutan Riska Ancam Soal Perizinan
Dalam kondisi tersebut, menurut Kalasan, pihaknya tetap menerima penjualan TBS dari mitra dan melalukan sistem buka tutup untuk pihak ketiga atau petani swadaya dengan mempertimbangkan kondisi yang ada di pabrik atau penumpukan stok CPO.
"Tidak bisa diprediksi kapan situasi ini akan berakhir, regulasi yang ada juga kita tidak bisa prediksi. Namun, secara umum menurut analisa saya, kondisi ini akan membaik selama dua bulan kedepan," katanya.