Etika Pelayan Publik

Kolom Asisten Ombudsman RI Sumbar, Adel Wahidi soal Etika Pelayan Publik

Asisten Ombudsman RI Sumbar, Adel Wahidi. (ist)

Pernahkah anda melihat pegawai berseragam Aparatur Sipil Negara (ASN), ketika jam kerja telah dimulai masih asyik-asyik duduk dengan santai di kedai lontong, atau ngafe dengan kopi steng (setengah), mengisap sebatang-dua batang rokok, dan ketawa cengengesan sambil memainkan gadget, tanpa risih dan merasa bersalah?

Saya sering melihat, bahkan Satpol PP di beberapa daerah secara khusus ditugaskan untuk mencari ASN berseragam yang keluyuran pada saat jam kerja. Apakah mereka tidak bekerja, atau dinas luar? Dugaan saya, mereka telah mengisi absen terlebih dahulu pagi hari, finger print, dan keluar lagi dari kantor. Kendati mungkin, sebagian dari mereka, ada yang memang dinas luar, resmi dan sedang beristirahat saja.

Lalu masalahnya dimana? masalah ada pada atasan mereka dan pada etika mereka selaku ASN. Orang kampung saya mengatakan, mereka masuk kategori Kutar, alias kurang taratik. Masalahnya, ada pada integritas dan etika selaku pelaksana atau penyelenggara pelayanan publik.

Atasan membiarkan, karena itu ASN dengan leluasa keluyuran di luar kantor pada jam kerja, baik pagi atau siang, tidak ada peringatan ataupun teguran dari atasan. Ada sebab yang lebih buruk, yakni atasan juga punya perilaku yang sama, suka keluar kantor tidak jelas. Atasan tidak menjadi teladan bagi bawahan, karena itu integritas dan budaya kerja sulit dibangun.

Kalau sudah begini, maka berlakulah pepatah tungkek mambaok rabah, sabaleh duo baleh, atasan-bawahan sama saja perangainya. Itulah yang membuat, beberapa waktu lalu ada pegawai yang menyegel kantornya sendiri, karena atasan selalu keluar kantor, melakukan perjalanan dinas, pelayanan publik menjadi tidak berjalan dengan baik.

Padahal, dalam pengawasan dan manajemen perubahan perilaku ASN, atasan mesti berperan sebagai role model, atasan mesti memberi contoh nyata, misalnya datang tepat waktu dan mengisi/mencatat kehadiran setiap hari seperti pegawai lain. Demikian tertuang dalam Peraturan Menpan RB Nomor 54 Tahun 2014 tentang Pedoman Zona Integritas (ZI) Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilyah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).

Atasanlah yang mesti mengubah secara sistematis dan konsisten mekanisme kerja, pola pikir (mindset), serta budaya kerja (culture set) pegawai pada unit kerja dipimpin, bukan malah sebaliknya.

Pedoman Perilaku

Pernahkan anda datang ke sebuah bank, dan memperhatikan perilaku mereka melayani? bukankah sama cara mereka melayani? kendati berada di cabang-cabang yang berbeda. Mereka menyapa dan bertanya “apa yang bisa di bantu”. Atau kalau di bank syariah, mereka mengucapkan “assalamu’alaikum” lalu berkata “apa yang bisa saya bantu” dan tak lupa mempersilahkan duduk. Bahkan di akhir urusan, walaupun mereka tau bahwa urusan kita telah selesai, tapi tetap bertanya “ada lagi yang bisa saya bantu”.

Padahal, saya yakin, mereka juga punya masalah pribadi yang berbeda-beda. Sama saja, masalah orang dimanapun berada, putus sama pacar, bertengkar dengan pasangan/suami atau istri, punya utang, dan lain-lain. Ujian Nasional yang sama, ujian hidup berbeda-beda, kata kawan saya. Tapi sampai di kantor, mereka memperlihatkan perilaku yang sama dan terstandar. Seolah tak terpengaruh oleh masalah pribadi, hingga mampu tetap ramah dan tersenyum dalam melayani.

Kenapa bisa demikian? jawabannya ada pada standar etika atau pedoman perilaku yang mereka miliki. Inilah yang tidak dimiliki oleh kebanyakan lembaga pemerintah, sehingga perlakuan layanan berbeda-beda pada setiap lembaga, daerah atau OPD. Bukan tak ada yang ramah dan punya orientasi melayani, ada, tapi sedikit. Lebih banyak cetus, abai dan apa adanya. Bahasa lisan dan bahasa tubuh tak berorientasi melayani.

Di Minangkabau, etika ada dalam raso dan pareso, etika adalah nilai integritas yang sebenarnya melekat personal/karakter. Namun, sekarang telah mulai dilembagakan, di internalisasi menjadi value lembaga. Dinas Dukcapil Kabupaten Padang Pariaman misalnya, membuat sejenis pedoman perilaku pegawai di lingkungan Dinasnya. Saya kira, ini juga satu-satunya di Sumatera Barat, etika atau standar perilaku di breakdown menjadi buku pedoman perilaku, dan dinternalisasi setiap hari.

Dalam pengantar buku itu, Kepala Dinas, Muhammad Fadhly mengatakan Buku Pedoman Perilaku tersebut adalah pedoman bagi segenap pegawai dalam bertindak dan bertingkah laku, cerminan mana yang boleh dilakukan do dan mana yang tidak boleh don’t. Itulah yang menyebabkan Dinas ini banyak mendapat penghargaan dalam bidang pelayanan publik nasional, menjadi rujukan oleh Dukcapil se-antero tanah air.

Saya sulit menyebutkan prestasinya, karena prestasinya banyak sekali. Ada 4,1 juta PNS di Indonesia, Muhammad Fadhly sendiri masuk dalam Top 50 ASN terbaik tahun 2018 versi penilaian Kemenpan dan RB. Anda yang tidak percaya, boleh datang ke sana, silahkan lihat lekat tangannya.

Tindakan atau perbuatan tidak etis oleh penyelenggara negara tergolong maladminisrasi, atau penyimpangan pelayanan. Pasal 34 huruf n Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyebutkan bahwa salah satu perilaku pelaksana dalam pelayanan adalah sesuai dengan “kepantasan”.

Selanjutnya, Pasal 11 huruf g Peraturan Ombudsman Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penerimaan dan Verifikasi Laporan menjelaskan salah satu yang tergolong maladministrasi adalah perbuatan tidak patut, perilaku yang tidak layak yang dilakukan oleh penyelenggara layanan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Tahun 2019, Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat mencatat terdapat lima laporan terkait dengan dugaan perbuatan tidak patut oleh penyelenggara layanan, tiga di antaranya, dalam pemeriksaan Ombudsman berhasil membuktikan bahwa memang telah terjadi perbuatan tidak patut atau tidak etis dalam memberikan pelayanan publik.

Saatnya kita bangun standar perilaku pelayanan publik, dan menginternalisasi nila-nilai itu, hingga kemudian menjadi kepribadian, kepribadian yang berintegritas dan berbudaya melayani. Hingga suatu saat, masyarakat berurusan di kantor-kantor pelayanan publik, tersenyum bahagia, bukan sebaliknya, ngoceh sana-sini, mengutuk, atau bikin status di facebook. Semoga. (**)

 

Baca Juga

Ombudsman RI sudah merilis hasil penilaian penyelenggaraan pelayanan publik terhadap Pemerintaah Provinsi Sumatra Barat, 19 Pemerintah
Ini Hasil Penilaian Pelayanan Publik 19 Pemda di Sumbar Tahun 2024, Pemkab Solok Nomor 1
Asisten Muda II, Adel Wahidi kini menjabat sebagai Penjabat Sementara (Pjs) Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat (Sumbar).
Masa Jabatan Yefni Hariani Berakhir, Adel Wahidi Jadi Pjs Kepala Ombudsman Sumbar
Ombudsman RI sudah merilis hasil penilaian penyelenggaraan pelayanan publik terhadap Pemerintaah Provinsi Sumatra Barat, 19 Pemerintah
18 Kabupaten/Kota di Sumbar Raih Rapor Hijau dari Ombudsman, 1 Daerah Zona Kuning
Sebanyak 329 laporan masyarakat diterima Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat (Sumbar) pada 2023 lalu. Jumlah tersebut naik dibandingkan 2022
Ombudsman Sumbar Terima 329 Laporan Masyarakat Sepanjang 2023
Kolom Adel Wahidi.
Ihwal Pemberhentian Perangkat Nagari
Sebanyak 329 laporan masyarakat diterima Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat (Sumbar) pada 2023 lalu. Jumlah tersebut naik dibandingkan 2022
Ombudsman Sayangkan Sikap Gubernur Sumbar yang Enggan Temui Warga Air Bangis