Dana Desa Bisa Digunakan untuk Perhutanan Sosial

Pohon 'raksasa' di hutan Kabupaten Agam. (Foto: Dok.BKSDA Agam)

Pohon 'raksasa' di hutan Kabupaten Agam. (Foto: Dok.BKSDA Agam)

Langgam.id - Pemerintah mendorong pemanfaatan dana desa untuk mendukung program perhutanan sosial. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan secara terintegrasi dengan melibatkan lintas kementerian.

“Saya kira juga perlu nanti koordinasi nanti dengan Kementerian Desa, Kementerian Koperasi dan UKM untuk kerjakan semua. Akan dibuat roadmap untuk pengerjaan program perhutanan sosial yang terintegrasi. Saya kira mungkin tim akan mulai bekerja dalam minggu ini untuk merumuskan ini,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam keterangan pers usai Rapat Terbatas secara daring mengenai Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Perhutanan Sosial, tempo hari.

Luhut juga mengungkapkan bahwa pemerintah berencana menjadikan hutan bakau atau mangrove menjadi salah satu proyek perhutanan sosial. “Presiden minta akan ada 1-3 contoh yang jadi benchmark dan direplikasi. Jadi jangan kita semua mau dikerjain nanti satupun tidak ada yang jadi, jadi mungkin 2-3 (yang dikerjakan),” ujarnya.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan, imbuhnya, akan merancang proyek percontohan tersebut.

“Mulai Januari 2021 sudah harus ada laporan yang bisa dilihat oleh Presiden. Kami mungkin akan menyiapkan di kuartal I tahun depan, satu atau dua tempat penyemaian bibit mangrove ataupun yang lain,” paparnya.

Lebih lanjut, Luhut mengungkapkan sesuai dengan arahan Presiden, model bisnis yang akan dibangun serupa dengan model yang dikembangkan di lumbung pangan Humbang Hasundutan, Sumatra Utara.

Ia menilai dengan model bisnis seperti itu masyarakat akan bisa menikmati hasilnya.

“Di Sumatra Utara itu dengan bibit yang baik, apakah itu nanti kentang, bawang putih, apakah cabai dan seterusnya, itu 1 hektare mereka bisa untung tergantung harga pada waktu itu. Dapat mereka mungkin beberapa juta rupiah per bulan atau mungkin sampai Rp10 juta per bulan,” ujarnya.

Ditambahkan Luhut, model bisnis seperti di Humbang Hasundutan tersebut memberikan dampak yang sangat besar kepada masyarakat.

“Di Humbang (Hasundutan) itu hanya 20 persen miliknya investor, yang 80 persen adalah dimiliki oleh rakyat yang dibagi 1 hektare per keluarga. Itu bisa menciptakan saya kira hasil yang baik di mana mereka tidak boleh memperjualbelikan tanah itu, tapi bisa memberikan pada keturunannya dan kemudian dia hanya untuk pertanian,” jelasnya.

Luhut menyampaikan, Presiden berkeinginan agar program perhutanan sosial dapat membantu upaya pengentasan kemiskinan.

“Di perhutanan sosial ini ada jumlah kemiskinan yang cukup banyak juga, yaitu 10,2 juta (penduduk). Ini tadi  dengan program ini kita lihat akan banyak sekali membantu pengentasan kemiskinan, yaitu 36,73 persen dari total penduduk miskin di Indonesia,” pungkasnya.

Sisi lain, program perhutanan sosial tidak cukup hanya dengan pemberian surat keputusan (SK) perizinan kepada masyarakat, tetapi juga harus disertai dengan pendampingan hingga masyarakat mampu mengelola SK yang dimiliki tersebut.

“Yang  lebih penting lagi adalah pendampingan sampai masyarakat punya kemampuan manajemen dari SK yang dimilikinya. Aspek bisnis itu menjadi sangat penting, misalnya bukan hanya agroforestri tetapi juga ekowisata, bioenergi, hasil hutan bukan kayu (HHBK), industri kayu rakyat, dan lain-lain,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) Siti Nurbaya.

Upaya pendampingan tersebut, imbuhnya, harus dilakukan dengan terintegrasi melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

“Yang paling penting dilihat soal hutan sosial ini dari hulu sampai ke hilir. Oleh karena itu, tadi saya melaporkan kepada Bapak Presiden kiranya Menteri Koperasi dan UKM bersama-sama Menteri Desa nanti dikoordinir oleh Bapak Menko, itu akan memberikan dukungan konsolidasi untuk manajemen usaha rakyat yang kira-kira sistematis dan sekelas korporat,” ujar Menteri LHK.

Tak  Akan Menimbulkan Eksplorasi
Terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Menteri LHK meyakini bahwa keberadaan Undang-Undang tersebut tidak akan menimbulkan eksplorasi. Prinsip kehati-hatian di dalam lingkungan tertuang dalam Undang-Undang tersebut dan akan dituangkan juga di dalam peraturan pemerintah atau PP.

“Prinsip-prinsip dari Undang-Undang Lingkungan yang ada itu tidak diganggu, yang dibetulin adalah prosedurnya,” ujarnya, sebagaimana dicuplik dari setkab.go.id.

Secara praktik, imbuhnya, untuk tidak menimbulkan  overeksploitasi ataupun kerawanan lingkungan, terdapat beberapa instrumen kontrol, salah satunya adalah instrumen KHLS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis). “Kita akan terapkan teknisnya nanti di PP, yaitu batasan ataupun instrumen kontrol daya dukung dan daya tampung. Jadi setiap ekosistem, setiap lanskap itu punya daya dukung dan daya tampung, dan itu ada cara untuk mengukurnya,” terang Menteri LHK.

Ditambahkannya, pendekatan dari konsep perizinan berusaha adalah terutama di standar, maka penerapan norma, standar, pedoman, dan kriteria itu juga dipakai sebagai instrumen.

Selain itu, lanjut Siti, juga ada penegakan hukum atau law enforcement. “Kami di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan men-develop kelembagaan untuk pengawasan dan pembinaan pengawasan yang berlapis,” pungkasnya. (Osh)

Baca Juga

Pemkab Pesisir Selatan dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Bahas Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan
Pemkab Pesisir Selatan dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Bahas Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan
KKI Warsi Catat Ada Penambahan 3.000 Ha Tutupan Hutan di Sumbar
KKI Warsi Catat Ada Penambahan 3.000 Ha Tutupan Hutan di Sumbar
Jalan penghubung antara Nagari Rawang Gunung Malelo Surantih dan Nagari Koto Teratak di Kecamatan Sutera, putus dihantam banjir.
Refleksi PSDA Sumbar: Ancaman Bencana Ekologis dan Antisipasinya Melalui Perhutanan Sosial
Bupati Agam, Andri Warman mengatakan bahwa Agam memiliki perhutanan sosial mencapai 16.247 hektare pada 2023 ini. Hal ini sesuai dengan data KPHL Agam Raya.
Agam Miliki Perhutanan Sosial Mencapai 16.247 Hektare
Diduga telah menyelewengan dana desa tahun anggaran 2020/20210, seorang oknum wali nagari di Kecamatan Sumpur, Kabupaten Sijunjung,
Oknum Wali Nagari di Sijunjung Kembalikan Dana Desa yang Diselewengkan, Kasus Dihentikan
KKI Warsi dan Pemprov Sumbar Perkuat Kolaborasi Pemanfaatan Perhutanan Sosial
KKI Warsi dan Pemprov Sumbar Perkuat Kolaborasi Pemanfaatan Perhutanan Sosial