Langgam.id - Momentum Idul Fitri adalah waktu yang ditunggu-tunggu seluruh umat muslim. Apalagi di Ranah Minang. Mayoritas sanak-saudara menyengajakan pulang untuk berkumpul dengan keluarga besar.
Lebaran 1440 Hijriah sudah di depan mata. Sebagian perantau pun dikabarkan sudah merayap hendak pulang kampung. Namun, tidak semua muslim bisa melewati Idul Fitri bersama keluarga tercinta. Ada yang karena faktor ekonomi, ada pula yang disebabkan pekerjaan.
Personil TNI-Polri bahkan bertahun-tahun berlebaran jauh dari kampung dan keluarga. Ada pula yang bisa berlebaran di kampung lantaran menunaikan tugas ke negara lain. Seperti kisah Rozsa Rezki Febrian, seorang Polisi Wanita (Polwan) yang tergabung dalam pasukan khusus misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Iptu Rozsa Rezki Febrian bertugas di Polda Sumatra Barat (Sumbar). Polwan berhijab ini merupakan Polwan satu-satunya dari Tanah Minang yang dikirim ke misi perdamaian PBB.
Di sela kesibukannya, Rozsa menyempatkan berbagi ceritanya kepada langgam.id melalui pesan WhatsApp.
Rozsa mengungkapkan tugasnya dalam misi perdamaian PBB berlangsung selama enam bulan dan akan berakhir September 2019 mendatang di Negara Republik Haiti. Tersebab itu, lebaran tahun ini, Rozsa di tahun ini terpaksa harus merayakan Lebaran tanpa berkumpul bersama keluarga.
Lulusan Akpol 2013 itu mengatakan, ini bukan kali pertama berlebaran tanpa keluarga. Sudah berapa kali ia berlebaran tanpa keluarga karena tuntutan pekerjaan ke negara orang. Namun, lebaran di Haiti kali ini adalah yang paling berkesan. Sebab, Rozsa merayakan Idul Fitri di tengah konflik perperangan.
"Ini momen pertama kalinya. Sangat jauh berbeda dan berkesan. Sebab, aku melewati bulan Ramadan dan hari Raya Idul Fitri nantinya yang jauh dari Indonesia," kata Rozsa.
Rozsa bertugas di Kota Port-Au-Prince yang merupakan pusat Ibu Kota Negara Republik Haiti. Mayoritas masyarakat di sana beragama Katholik. Meski suasana bulan suci Ramadan tidak begitu terasa, tidak menyurutkan hati Rozsa untuk tetap semangat menjalankan ibadah puasa.
Apalagi, iklim cuaca di Kota Port-Au-Prince tidak jauh berbeda dengan Indonesia.
"Saya bertugas di pusat kota, meski belum semaju Padang, fasilitas dan kebutuhan pokok di sana ada," terang perempuan 27 tahun itu.
Bagi Rozsa, jauh dari keluarga demi misi perdamaian dunia adalah sebuah kebanggaan yang harganya tidak ternilai. Apalagi, ia bisa mengenal dan berteman dengan banyak orang dari berbagai negara yang memiliki karakter serta kebudayaan berbeda-beda.
"Aku harus mampu survive di daerah misi dengan segala keterbatasan, (Haiti) yang sangat tertinggal dari Indonesia. Ini merupakan pengalaman kerja hebat," ucapnya.
"Haiti memang masih memerlukan dukungan dunia agar bisa menata kembali kehidupan masyarakatnya. Haiti termasuk negara termiskin di dunia pasca dilanda gempa hebat tahun 2009. Tapi masyarakatnya ramah-ramah, kok," sambung perempuan asal Sungai Limau, Kabupaten Padang Pariaman itu.
3 Bulan Menikah
Selain harus menikmati bulan Ramadan dan Lebaran di negeri orang, Rozsa juga terpaksa meninggalkan suami tercinta demi misi kemanusiaan. Padahal, usia pernikahan mereka yang baru tiga bulan.
Rozsa melangsungkan akad nikah bersama Perwira TNI angkatan laut, yakni Kapten Laut (P) Agung Jaya Pratama pada Januari 2019 lalu.
Bahkan, akad pernikahannya dipercepat dari jadwal yang telah disepakati. Hal ini lantaran sinyal keberangkatan dalam misi perdamaian mendadak diumumkan.
"Rencana awal, aku menikah bulan April kemarin. Tapi karena tiba-tiba sinyal keberangkatan semakin dekat, kami putuskan memajukan akad pernikahan di bulan Januari. Dan ternyata keputusan keberangkatan ke Haiti ini didapat tiga minggu sebelum akad nikah aku. Persiapan sangat mendadak dan kilat sekali," kenang Rozsa.
Usai akad pernikahan, Rozsa kemudian diutus Mabes Polri dalam misi perdamaian dan berangkat pada tanggal 3 Maret 2019 atau tiga bulan setelah pernikahannya. Rasa rindu yang mendalam selama jauh dari sang suami tercinta, hanya bisa dilepas melalui komunikasi jejaringan media sosial.
"Ya hanya bisa sering-sering telponan dan videocall aja. Memang dalam kondisi saat ini kebersamaan dengan suami dan orang tua yang sangat aku rindukan," kata mantan Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Padang itu.
Meski telah jauh dari keluarga dan suami selama tiga bulan, rasa rindu Rozsa sedikit akan terlepas setelah kembali ke Indonesia sementara waktu untuk melaksanakan acara pesta pernikahannya yang sempat tertunda. Acara pesta pernikahan itu akan berlangsung pada bulan Juli 2019.
"Insyaa Allah untuk resepsi pesta pernikahan akan dilaksanakan bulan Juli. Aku dikasih cuti selama 24 hari nanti ketika pulang ke Indonesia. Tapi setelah itu harus kembali lagi ke Haiti untuk melanjutkan tugas misi perdamaian ini," bebernya.
Di sisi lain, tidak mudah baginya untuk bisa bergabung sebagai Individual Police Officer, Rozsa menjalankan misi Peacekeeping Minujusth (United Nations Mission for Justice Support in Haiti). Tahun ini, Polri mengirimkan lima Polwan dalam Minujusth yang merupakan satu-satunya kontingen Indonesia yang berisikan seluruhnya wanita.
Sedikitnya dari tes seleksi yang dilaksanakan pada 30 April 2018 lalu di Cikeas, hanya 81 personel terbaik Polri yang dinyatakan lulus.
Para peserta yang ikut terdiri dari berbagai pangkat serta golongan dengan total 212 personel Polri terbaik seluruh Indonesia.
Dari seleksi ketat yang dipilih itu dilakukan langsung dari perwakilan PBB dan Rwanda National Police serta Polisi asal Lebanon.
"Aku Polwan termuda dari Polri yang dikirm ke misi ini dan juga Individual Police Officer termuda di Minujusth sarta satu-satunya personel dari Polda Sumbar yang berhasil bergabung di misi perdamaian PBB tahun 2019," kata dia.
Selama di Kota Port-Au-Prince dan sebagai Individual Police Officer, Rozsa selalu bergelut di bagian police reporting atau menerima seluruh laporan dari setiap provinsi di Negara Republik Haiti. Menurutnya, saat ini kemiskinan yang merajalela di Negara Republik Haiti membuat angka kriminalitas sangat tinggi.
"Selaku bagian di police reporting aku mengetahui sekali angka kriminalitas di Haiti tinggi apalagi di antaranya terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak. Juga serta penyalahgunaan senjata untuk perampokan, pembunuhan dan lainnya," ungkapnya.
Rozsa berharap dengan adanya misi Peacekeeping Minujusth yang dibentuk berdasarkan mandat Dewan Keamanan PBB melalui Resolusi 2350 (2017) kemudian diperbaharui dengan resolusi 2410 (2018) dapat membantu Pemerintahan Haiti dalam pengembangan Kepolisian Nasional Haiti (HNP) serta memperkuat lembaga hukum di sana. Termasuk soal keadilan dan kondisi Lembaga Permasyarakatan (Lapas), dan untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di Haiti.
"Sekarang ini, Minujusth terdiri dari lima FPU dan 295 IPO. Nanti tanggal 15 Oktober juga akan dilaksankan downsizing Minujusth dan mentransisikan misi tersebut menjadi non-peacekeeping mission," tutupnya. (Irwanda/RC)