Corona, Dilema Berjemaah

Duski Samad, Ketua Senat Universitas UIN Imam Bonjol Padang. [Foto: Dok. Pribadi]

Duski Samad, Ketua Senat Universitas UIN Imam Bonjol Padang. [Foto: Dok. Pribadi]

Judul dilema ini ingin menyatakan betapa sulitnya mengambil keputusan dalam hal ibadah, khususnya yang dilakukan dengan berjemaah, di tengah Covid-19 antara memegang kuat panduan syari'i dengan emosi, rasa dan semangat keagamaan umat. Tidak mudah mencari titik temu yang dapat mendekati ideal dan memuaskan semua orang.

Itu lah yang terjadi di balik dua maklumat dan taushiyah MUI Kota Padang di masa pandemi Covid-19. Sayangnya dua maklumat itu dihelah, dibenturkan dan sepertinya dijadikan amunisi untuk memperkuat pendapat dari orang yang jelas sejak awal sudah keliru, karena tidak mengindahkan taushiyah ulama.

Bagi umat Islam di bulan Ramadhan 1441H/2020 benar-benar dilema, lebih lagi dalam beribadah. Shalat berjamaah Tarawih yang hanya ada di bulan Ramadhan harus dilakukan di rumah saja. Covid-19 telah mendegradasi kebutuhan umat untuk berjamaah umat.

Lampiran Gambar

Taraweh yang tahun-tahun sebelumnya dilaksanakan secara meriah di masjid, kini masjid menjadi sepi, sayup kedengaran ada masjid yang melakukannya, jauh berbeda dengan Taraweh tahun 2019 lalu, ini sebagai imbas dari penyebaran virus Corona. Umat Islam dihadapkan pada dilema atau dua pilihan sulit, ibarat memakan buah simalakama, dimakan mati ibu, tidak dimakan mati ayah. Akhirnya para pedagang yang mampu menyelesaikan, yaa..dijual saja.

Dilema bertambah tinggi kesulitannya ketika ada dua maklumat dan taushiyah MUI yang tidak utuh dipahami masyarakat. Atau memang karena sengaja dipotong-potong, diplintir, dibuat bombastis oleh media mainstream, lebih lagi media sosial untuk kepentingan yang tak mudah menerkanya.

MUI Kota Padang sebagai tindaklanjut Fatwa MUI Pusat Nomor 14 tahun 2020 dan Maklumat MUI Provinsi Nomor 001 dan 002 tahun tahun 2020, telah menerbitkan Maklumat dan Taushiyah Nomor 01 tahun 2020 tanggal 26 Maret 2020, yang isinya sama dengan fatwa MUI Pusat dan provinsi meniadakan shalat Jumat dan menganti dengan zuhur. Begitu juga shalat jemaah lainnya dan kegiatan yang menimbulkan kerumunan orang di rumah ibadah dilarang. Inti maklumat dan taushiyah meminta ibadah di rumah saja secara total untuk menyetop peredaran virus corona yang mematikan tersebut.

Setelah berjalan waktu, sesuai perubahan illat hukum berupa penyebaran Covid-19 tingkat kedaruratan, kemampuan medis dan tersedia sarana memadai menghadapinya dan mafsadat ammah sudah dapat dikendali negara, maka berkaitan dengan menghentikan shalat Jumat dan shalat jemaah serta ibadah berjamaah lain tentu perlu ditinjau ulang, sesuai aturan atau kaidah hukum, berubah sebab, maka berubah pula hukum.

Pada tanggal 6 Mei 2020/13 Ramadhan 1441, MUI Kota Padang menerbitkan Maklumat dan Taushiyah Nomor 02 tahun 2020 yang isinya membolehkan umat melaksanakan Jumat, shalat jemaah tiap waktu, tarawih dengan persyaratan ketat, (1) Ada izin tertulis dari Dinas Kesehatan bahwa daerah masjid itu aman atau bebas dari penularan covid 19, (2) Pengurus wajib mematuhi protokol Covid-19, dan (3) Melakukan ibadah dengan ringkas.

Masing-masing kedua maklumat dan taushiyah di atas, tentu memiliki misi suci, yang pertama untuk keselamatan “jiwa manusia” yang harus dikedepankan, karena Islam melarang menjerumuskan jiwa kepada kehancuran. “Janganlah jatuhkan dirimu pada kebinasaan”, kata al-Qur’an surat al-Baqarah/2: 195. Dengan shalat jemaah di rumah, diharapkan peredaran corona tidak terjadi, sehingga selamatlah jiwa manusia.

Adapun edaran kedua juga memiliki tugas suci, yaitu untuk memelihara “jiwa syi’ar Islam”, sehingga bolehlah shalat Jumat, jemaah dan Taraweh di masjid, tetapi mesti ada ukuran bahwa wilayah masjid itu aman penularan dikeluarkan izin dari Dinas Kesehatan, tentu itu dapat terbit jika kondisi bahaya penyebaran virus corona sudah terkendali. Di samping memberikan beberapa prasyarat sesuai protokol Covid-19.

Misalnya suasana penyebaran corona masih terkendali, selalu menyuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer, menjaga kebersihan masjid, memastikan badan tidak sedang dalam kondisi sakit, membawa sajadah masing-masing, menjaga jarak shalat (phisical distansing), dan sebagainya.

Dilema ini tentu harus disikapi secara arif bijaksana oleh umat. Suatu hal yang pasti kedua makumat berniat baik, dan karenanya tidak perlu dipertentangkan. Sebab itu, jangan sampai menyalahkan institusi pembuat maklumat . Dan lebih-lebih lagi jangan sampai antara jemaah saling menyalahkan, apalagi disertai dengan nada ejekan seperti bodoh, nekat, bandal, dan sebagainya.

Prinsipnya bila wabah atau pandemi ini belum terkendali ibadah harus dilakukan di rumah demi keselamatan adalah pilihan tepat, karena itu sikap yang paling aman dan sebagai media pembinaan rumah tangga. Begitu juga bagi yang merasa mampu memenuhi izin dan semua protokol kesehatan dan memang sehat memilih di masjid, ya silahkan juga.

Mengapa ada perbedaan dan ada yang lemah kepatuhannya pada Maklumat MUI, karena pandangan bahwa dalam hal beribadah, selain berpegang pada kentuan hukum, yaitu wajib, sunat, sunat mu’akkad, dan lain-lain, ada juga lebih mengajukan sikap hukum, yaitu bagaimana seseorang menilai ibadah itu. Taraweh misalnya, hukumnya adalah sunat atau sunat mu’akkad, tapi ada orang yang menganggapnya wajib. Ini sifatnya individual, asal jangan dia mengatakan wajib secara umum. Bagi saya wajib, katanya, boleh-boleh saja, seperti sikap kaum sufi secara umum yang menjadikan ibadah sunat sebagai wajib.

Jadi tidak perlulah mencap bandel bagi yang melakukannya. Ibarat perjalanan, pengamalan agama memang sering berliku, kadang melewati tikungan tajam, mendaki terjal atau menurun terjal juga, ditambah licin dan bebatuan. Namun dengan kebesaran hati, ketekunan, kesabaran dan tawakkal, insya’a Allah akan sampai di tujuan.

Alhamdulillah, adalah suatu kesyukuran kita belum ada temuan bahwa dengan shalat di masjid terjadi penularan, sehingga belum muncul dan mudah-mudahan tidak muncul “claster masjid”, baru ada istilah claster Goa Sulawesi dan claster Pabrik rokok Sampurna Jawa Timur. Melihat trend nasional nampaknya sudah terjadi trend berkurang, karena memang diduga puncaknya pada tanggal 24/25 April atau awal Ramadhan, seperti teori beberapa ahli.

Namun demikian, kita harus terus menjaga ukhuwah dan persatuan serta waspada dan kehati-hatian, bukan panik apalagi stress, karena stress justru mengundang datangnya corona, karena ketahanan tubuhnya berkurang. Jika semua persoalan ini di”gara-garai” oleh corona, maka do’a kita ialah semoga makhluk Tuhan ini cepat enyah dari kehidupan kita, sehingga kita tidak dihantui oleh dilema yang membingungkan. Mudah-mudahan saja.

Penutup kalam ingin ditegaskan bagi umat Islam Kota Padang, hari ini tidak perlu dilema lagi. Pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang, tidak ada izin melakukan shalat Jumat dan berjemaah di masjid karena semua daerah masih berbahaya dan kasus terpapar meningkat. Dinas Kominfo Kota Padang merilis berita "Covid-19 Mewabah, Diskes Padang Belum Bisa Berikan Rekomendasi"

Dalam rilis tersebut, Dinas Kesehatan Kota Padang menyatakan belum bisa memberikan rekomendasi bagi masjid yang boleh melaksanakan salat berjamaah di saat pandemi Covid-19 ini. Sebab, virus corona masih mewabah di Kota Padang. “Saat ini kami belum bisa memberikan rekomendasi,” kata Kadiskes Padang, Ferrimulyani Hamid, Senin (8/5/2020).

Dijelaskannya, belum bisanya diberi rekomendasi kepada masjid di Padang karena sebelas kecamatan merupakan zona merah. Selain itu, penambahan warga yang positif Covid-19 juga masih terus bertambah.

Pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa keputusan pemerintah itu mengikat (ilzam), dan mengakhiri semua ikhtilaf (perbedaan pendapat). Mematuhi ulil amri dan ulama adalah perintah al Qur'an (QS. An Nisa'/4:59) yang disikapi dengan sami'na wa watha'na, kami dengar dan kami patuhi, (QS. Nuur/24:51), itulah gambaran khaira ummat, umat berkualitas, (QS. Ali Imran/3:110). Ya Allah, segeralah kami dapat sujud di rumah-Mu. Amin.


Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag, Ketua MUI Padang

Baca Juga

Zakat fitrah merupakan zakat yang diwajibkan atas setiap jiwa baik lelaki dan perempuan muslim yang dilakukan pada bulan Ramadan, sebelum
Kapan Waktu Terbaik Melaksanakan Zakat Fitrah?
Bulan Ramadan 1445 Hijriah akan memasuki 10 malam yang terakhir. Oleh karena itu dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dengan berdzikir,
4 Amalan Agar Dapat Meraih Kemuliaan Lailatul Qadar
Umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah selama bulan Ramadan. Salah satu ibadah sunnah yang biasa dilakukan yaitu salat tarawih.
Begini Sejarah Awal Mula Penamaan Salat Tarawih
Sebanyak delapan warung makan ditertibkan oleh personel Satpol PP karena memfasilitasi makan siang di tempat. Penertiban itu dilakukan
Buka Siang Hari Ramadan, 8 Warung Makan di Padang Ditertibkan
Sahur merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan bagi mereka yang ingin melaksanakan ibadah puasa. Saat sahur menjadi salah satu momen yang
Apakah Masih Boleh Makan Sahur di Waktu Imsak? Begini Penjelasannya
Bulan puasa identik dengan pasar Ramadan atau orang Minangkabau menyebutnya pasar pabukoan. Pasar pabukoan menjual berbagai macam takjil
Dekat dengan Kampus Unand, Pasar Pabukoan Kapalo Koto Tawarkan Ragam Menu Berbuka