Alek Pacu Jawi, Tradisi Turun Temurun yang Mengangkat Ekonomi Warga di Tanah Datar

Alek Pacu Jawi, Tradisi Turun Temurun yang Mengangkat Ekonomi Warga di Tanah Datar

Joki mengendalikan sapi dalam alek Pacu Jawi di Nagari Padang Laweh, Tanah Datar, Sabtu, 7 Desember 2024. (Foto: Heri Faisal/Langgam)

Salah satu atraksi yang paling ditunggu dalam Festival Pesona Minangkabau di Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat setiap tahunnya adalah tradisi Pacu Jawi. Atraksi ini tidak hanya soal perlombaan sapi di lintasan sawah, tetapi lebih dari itu. Juga soal bagaimana ekonomi warga tumbuh dari tradisi yang hidup turun temurun itu.

Langgam.id – Tepuk tangan dan sorak ratusan penonton bergemuruh riuh ketika joki dengan tangkasnya membawa dua ekor sapi dengan menarik ekornya berlari lurus dan kencang di tengah sawah berlumpur. Tak hanya sorakan, penonton juga menertawakan ketika joki lainnya gagal mengendalikan sepasang sapi di tangannya.

Tepuk gemuruh itu silih berganti ketika puluhan joki bergantian ambil posisi membawa sapinya melintasi lintasan berlumpur di tengah sawah sepanjang sekitar 100 meter, pada Sabtu (7/12/2024) lalu di Nagari Padang Laweh, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat.

Hari itu, adalah hari terakhir helatan Pacu Jawi sepanjang tahun 2024 yang juga menjadi bagian dari Festival Pesona Minangkabau (FPM) di Tanah Datar. Alek ini, sudah digelar sejak awal tahun, secara bergiliran di sejumlah nagari (desa) di empat kecamatan di Tanah Datar.

Lebih dari 400 ekor sapi ambil bagian dalam alek Pacu Jawi di Nagari Padang Laweh ini, dan ribuan pengunjung dari barbagai daerah di Sumbar, dari luar Sumbar hingga wisatawan dari mancanegara ikut antusias menyaksikan perlombaan itu.

Mereka juga ikut larut dalam tepuk tangan dan sorak gemuruh menyaksikan setiap pasangan sapi melaju kencang dalam karapan di tengah sawah yang dikendalikan para joki itu.

“Sapi mana yang menang,” tanya saya kepada salah satu penonton yang begitu semangat bersorak dan bertepuk tangan.

“Tidak ada pemenangnya pak. Yang larinya bagus dan lurus, yang banyak dapat tepuk tangan, itu lah yang menang,” katanya sambil tersenyum.

Iya, alek Pacu Jawi di Tanah Datar berbeda dengan perlombaan sejenis, semisal karapi sapi di Madura, Jawa Timur. Alek ini hanya pamenan atau bisa disebut permainan anak nagari yang ditujukan untuk bersuka cita dan menghibur sesama setelah musim panen padi, dan bukan lah sebuah kompetisi.

Wali Nagari Padang Laweh Rahmat Febri Jeni Dt Bara Bangso mengatakan alek Pacu Jawi adalah tradisi turun terumun yang diwarisi dari nenek moyang mereka. Tradisi ini dilaksanakan setelah musim panen padi selesai dan dilakukan di tengah sawah.

“Jadi tujuannya untuk hiburan saja bagi masyarakat. Dilakukan di sawah (dibajak) agar tanahnya bagus lagi sebelum ditanam kembali,” ujarnya kepada Langgam.id.

Tidak tahu pasti sejak kapan Pacu Jawi ini mulai dilakukan. Namun, diperkirakan sudah berusia ratusan tahun. Rahmat mengatakan Pacu Jawi bermula dari kebiasaan petani Tanah Datar zaman dulu untuk mencari cara bagaimana agar tanah pertanian menjadi subur.

Saat itu, belum ada teknologi yang dimiliki, sehingga salah satu cara untuk meratakan dan menggemburkan tanah pertanian agar subur adalah dengan bantuan sapi. Agar meriah, dibuatkan semacam perlombaan pacu jawi.

Tetapi, sebetulnya tidak benar-benar berlomba, karena tidak ada pemenang dalam alek ini. Hanya, sorakan tepuk tangan yang meriah dari penonton lah sebagai penasbih sapi mana yang layak disebut juara.

Masing-masing sapi diberi nama atau penanda di tubuhnya. Sapi-sapi yang mendapatkan sorakan meriah tiap kali tampil dalam alek Pacu Jawi bisa dibilang sebagai pemenang. Mereka dielukan hingga harganya pun melambung. Dan di penutup tahun, sapi-sapi itu diarak keliling kampung dengan dikenakan suntiang.

Cerita turun temurun di Tanah Datar menyebutkan bahwa Pacu Jawi pertama kali dikenalkan oleh Datuak Tantejo Gurhano, salah satu tetua dan pemuka adat di Tanah Datar. Perlu diketahui, gelar datuak sendiri di Minangkabau diberikan kepada seseorang melalui kesepakatan suku, dan dirapatkan oleh pemuka adat.

Datuak Tantejo Gurhano awalnya mencari cara bagaimana memudahkan menanam padi di sawah dan membuat tanahnya subur. Hingga akhirnya, ia menemukan cara bahwa sawah itu harus diinjak-injak sesering mungkin dengan bantuan hewan, dan sapi lah yang paling memungkinkan melakukannya karena mudah dikendalikan.

Dari situ muncullah ide membentuk permainan dengan memanfaatkan sapi berpacu di sawah berlumpur. Sampai alek Pacu Jawi itu terus dilakukan secara turun temurun. Hingga kini, bernilai ekonomi. Panggung Pacu Jawi menjadi ajang meningkatkan harga sapi.

“Kira-kira berapa harga satu sapi yang dianggap pemenang dalam alek Pacu Jawi ini,” tanya saya kepada Aresno Dt Andomo, Ketua Persatuan Olahraga Pacu Jawi (PORWI) Kabupaten Tanah Datar.

“Wah tidak tentu, bisa sampai Rp100 juta. Tergantung kesepakatan pembeli dengan pemilik sapi,” katanya.

Ia menyebutkan harga tinggi itu biasanya dibanderol untuk sapi yang tampil menonjol dan menjadi bintang dalam setiap perhelatan Pacu Jawi. Karena sudah menjadi idola penonton harga sapi pun melonjak tinggi.

Aresno merasakan betul ekonominya terangkat dari kecintaannya terhadap tradisi Pacu Jawi (balapan sapi). Ia yang sejak kecil sudah bertungkus lumus dengan kegiatan itu, merasakan harga ternak ikut melambung dari arena perlombaan sapi.

Lampiran Gambar
Ketua PORWI Tanah Datar Aresno Dt Andomo di arena alek Pacu Jawi di Nagari Padang Laweh, Sabtu 7 Desember 2024. (Foto: Heri Faisal/Langgam)

Terakhir, ia baru saja menjual sapinya pada Juli 2024 lalu seharga Rp48 juta meningkat pesat dari harga beli enam bulan sebelumnya yang hanya seharga Rp12 juta. “Karena sapi saya ini dianggap bagus. Walau badannya tidak besar, tetapi larinya kencang, jadi dibeli mahal,” katanya.

Sapinya dengan nama Bintang Seribu itu kerapkali mendapatkan pujian dan sorakan penonton tiap kali tampil dalam alek Pacu Jawi itu. Badannya yang tidak terlalu besar, justru membuat larinya kencang dan lurus di lintasan.

Menurutnya, makin seringnya kegiatan alek Pacu Jawi dan mendatangkan banyak wisatawan membuat harga sapi ikut melambung. Tentu saja, dampak positifnya dengan kenaikan harga tersebut bisa membantu meningkatkan kesejahteraan warga. Sehingga, memotivasi pemilik ternak untuk merawat sapinya dengan baik.

“Kita lihat minat warga untuk beternak sapi juga bagus, sehingga untuk jangka panjang diharapkan membantu meningkatkan ekonomi masyarakat,” sebutnya.

Ia mengingatkan sapi yang digunakan untuk pacuan tidak perlu besar. Tetapi adalah sapi yang lincah dan sehat. Rata-rata usia sapi yang digunakan dalam alek Pacu Jawi berusia 2 tahun hingga 13 tahun.

Wali Nagari Padang Laweh Rahmat Febri Jeni Dt Bara Bangso mengatakan sudah banyak warganya yang menjual sapi dengan harga tinggi. Bahkan mencapai harga yang tidak rasional jika dibandingkan dengan sapi pedaging di pasaran.

“Kalau sapi di pasaran itu biasanya paling mahal Rp15 juta per ekor dengan berat kira-kira 100 kilo. Ini (dengan berat) tidak sampai 100 kilo malah bisa dihargai sampai Rp100 juta,” katanya.

Tidak hanya efek ekonomi dari harga sapi yang melambung, kegiatan tahunan dalam alek Pacu Jawi ini juga menumbuhkan aktivitas ekonomi warga. Sedikitnya, dalam satu kali kegiatan lebih 100 pelaku usaha kuliner dan kerajinan ikut ambil bagian menjual dan menjajakan produknya.

“Tidak hanya dari nagari sini, pedagang yang datang juga dari nagari-nagari lainnya. Bahkan ada juga dari luar Tanah Datar,” ujar Rahmat.

Riswandi Dt Monti Basa, Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Tanah Datar menyebutkan alek Pacu Jawi menjadi salah satu daya tarik pariwisata setempat.

Tradisi ini, imbuhnya, hanya ada di Kabupaten Tanah Datar. Bahkan, secara spesifik hanya ada di empat kecamatan di daerah itu. Yaitu, di kecamatan Pariangan, Rambatan, Limo Kaum, dan Sungai Tarab.

Setiap hari Sabtu, Pacu Jawi digilir di berbagai nagari yang ada di empat kecamatan itu. “Kami sudah membuat kalender event untuk lomba Pacu Jawi ini. Sehingga agenda satu tahun sudah diketahui dan kita promosikan agar meningkatkan kunjungan wisatawan ke Tanah Datar,” sebutnya.

Baca Juga

Bupati Tanah Datar Tutup Alek Pacu Jawi Nagari Padang Laweh
Bupati Tanah Datar Tutup Alek Pacu Jawi Nagari Padang Laweh
Tutup Alek Pacu Jawi, Bupati Tanah Datar: Atraksi Budaya yang Mampu Tarik Wisatawan
Tutup Alek Pacu Jawi, Bupati Tanah Datar: Atraksi Budaya yang Mampu Tarik Wisatawan
Alek Pacu Jawi Tanah Datar Dibuka, Digelar 4 Kali pada Oktober - November 2022
Alek Pacu Jawi Tanah Datar Dibuka, Digelar 4 Kali pada Oktober - November 2022
Juli-Agustus 2022, Alek Pacu Jawi Tanah Datar Digelar Tiap Sabtu Selama Sebulan
Juli-Agustus 2022, Alek Pacu Jawi Tanah Datar Digelar Tiap Sabtu Selama Sebulan
Berita Tanah Datar - berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Jika ada praktik judi, kata Eka, maka Alek Pacu Jawi itu akan dihentikan.
Kata Bupati Tanah Datar Soal Praktik Judi di Alek Pacu Jawi
Berita Tanah Datar - berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Alek Pacu Jawi di Tanah Datar kembali digelar, sempat terhenti akibat pandemi
Sempat Terhenti Akibat Pandemi, Alek Pacu Jawi di Tanah Datar Kembali Digelar