Langgam.id - Sejumlah aktivis, pemuda, mahasiswa, dan berbagai komunitas di Kota Padang mengadakan acara Panggung Rakyat di Kawasan Monumen Gempa di Padang pada Kamis (14/2/2019) malam.
Acara tersebut disi dengan penampilan puisi, nyanyi, dan penampilan teater. Selain itu, dalam acara tersebut juga mengadakan lapak baca buku dan orasi. Panggung Rakyat dihadiri oleh puluhan mahasiswa dan pemuda di Kota Padang.
Koordinator lapangan acara, Edo Hia mengatakan acara panggung rakyat dihadirkan untuk sarana penyampaian aspirasi kepada publik bahwa ada permasalahan yang harus diperhatikan, diperbincangkan, dan segera diselesaikan. Gerakan tersebut diadakan secara kolektif oleh berbagai mahasiswa, aktivis, dan komunitas di kota Padang.
Dalam acara tersebut mengangkat tiga isu utama yaitu penolakan terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan, penolakan tambang emas di Simpang Tonang Kabupaten Pasaman, dan penolakan proyek pembangkit listrik tenaga geotermal di kawasan Gunung Talang Kabupaten Solok.
"Setelah beberapa kali melakukan diskusi, kami sepakat untuk menolak RUU Permusikan, karena pasal-pasalnya akan membatasi kebebasan berekspresi dan menyulitkan kami untuk berkarya, kita harus menyuarakannya walau di pusat juga sudah ada musisi yang menyuarakan," kata Edo.
Sedangkan untuk kasus Simpang Tonang dan proyek Geotermal Edo sangat menyayangkan banyak pihak di Sumbar yang diam.
"Masih banyak yang menganggap di Sumbar ini seperti tidak ada saja masalah, padahal banyak masyarakat di lokasi proyek yang berjuang hidup dan mati untuk menolaknya, kita mencoba mewakilkan rakyat untuk menyuarakan itu" katanya.
Menurutnya pemerintah harus mendengarkan aspirasi masyarakat. Pemerintah jangan hanya mementingkan aspek keuntungan ekonomi saja tanpa memikirkan efek sosial dan lingkungan yang dapat rusak akibat proyek tersebut.
Edo berharap semakin banyak pihak menyuarakan tiga permasalahan tersebut.
"Kita ingin semakin banyak pihak yang bersuara, RUU Permusikan harus dibatalkan, begitu juga dengan proyek Simpang Tonang dan Proyek Geotermal pemerintah harus segera membatalkannya," ujarnya.
Paul, salah seorang aktivis yang memberikan orasi, mengatakan RUU Permusikan dapat berdampak terutama pada musisi kelas indie. RUU tersebut membatasi kebebasan berekspresi dan dapat degan mudah mempidanakan musisi.
"Nanti bisa saja teman-teman ditangkap karena menyanyikan lagu garuda di dadaku, karena menyebut dada bisa dituduh sebuah lagu yang mengandung pornografi," kata Paul.
Ia ingin semua orang terutama musisi, ikut berjuang agar RUU tersebut dibatalkan.
"Saya berharap teman-teman juga membaca tentang RUU Permusikan itu, keberadaan RUU itu hanya mengancam dan mempidanakan para musisi," katanya.
Yoni Candra, salah seorang aktivis lingkungan dalam orasinya juga mengajak semua pihak agar peduli pada permasalahan pada proyek geotermal Gunung Talang dan tambang emas Simpang Tonang.
Menurutnya proyek Gunung Talang hanya memiliki izin eksplorasi saja tanpa memiliki hasil kajian dampaknya terhadap lingkungan. Apalagi wilayah tersebut merupakan daerah resapan air, sehingga eksplorasi nanti akan merusak daerah resapan air tersebut.
"Kita ingin mendorong pemerintah membatalkan eksplorasi terlebih dahulu. Kita ingin terus menyelamatkan Gunung Talang," katanya.
Hal yang sama pada proyek tambang emas Simpang Tonang menurutnya juga merusa lingkungan. Terlebih izin pengelolaan tersebut diberikan kepada pihak asing tanpa memperhatikan keterlibatan masyarakat sekitar.
"Izin tersebut diberikan kepada pihak luar. Tidak ada masyarakat di wilayah itu diikutsertakan, pasahal di sana ada lahan sawah dan kebun milik penduduk," kata Yoni. (Rahmadi/HM)