Akademisi Unand: Debat Calon Gubernur Sumbar Kurang Konkret Bahas Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Debat publik pertama calon gubernur dan wakil gubernur Sumatra Barat yang diselenggarakan pada Rabu (13/11/2024), mendapat tanggapan

Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Andalas, Dewi Anggraini. [foto: Ist]

Langgam.id — Debat publik pertama calon gubernur dan wakil gubernur Sumatra Barat yang diselenggarakan pada Rabu (13/11/2024), mendapat tanggapan dari akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Andalas, Dewi Anggraini.

Debat yang mempertemukan paslon nomor urut 1 Mahyeldi-Vasko dengan paslon nomor urut 2 Epyardi Asda-Ekos Albar ini, salah satu poin utama yang dibahas adalah terkait tata kelola pemerintahan yang baik, dengan fokus pada penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan e-government.

Dewi Anggraini kepada Langgam.id mengungkapkan bahwa, meski kedua paslon mengangkat tema kolaborasi dan keberlanjutan dalam penyampaian visi dan misi mereka, implementasi dari prinsip-prinsip good governance dalam tata kelola pemerintahan belum tampak secara eksplisit dalam debat tersebut.

"Kalau kita melihat tata kelola pemerintahan yang baik, e-government itu kan sebenarnya bagian dari pengembangan good governance. Dari debat kemarin, kedua pasangan calon menyertakan prinsip kolaborasi dan kontinuitas dalam pengembangan program, yang berarti ada niat untuk melibatkan banyak pihak dalam mengembangkan program-program mereka nanti," kata Dewi, Kamis (14/11/2024).

Menurut Dewi, kolaborasi antara pemerintah dan berbagai stakeholder adalah salah satu indikator dari good governance, yang mencakup transparansi, partisipasi masyarakat, dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan pemerintah. Dewi menekankan, pentingnya kebijakan daerah yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat agar dapat memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam implementasi kebijakan.

“Ini yang saya garis bawahi dari debat kemarin, kedua paslon sesungguhnya ingin ada kolaborasi antara pemerintah dengan berbagai pihak, meskipun mereka tidak secara eksplisit menjelaskan bagaimana hal tersebut akan dilakukan. Sebagai salah satu indikator dari good governance, kolaborasi ini sangat penting, karena salah satu syarat dari pemerintahan yang baik adalah adanya partisipasi masyarakat,” lanjut Dewi.

Dalam pandangannya, penerapan e-government juga seharusnya menjadi langkah strategis dalam mencapai tata kelola pemerintahan yang baik. Namun, Dewi mengungkapkan bahwa meski e-government disinggung dalam debat tersebut, belum ada penjelasan konkret mengenai langkah-langkah yang akan diambil oleh kedua paslon untuk mengembangkan sistem pelayanan publik berbasis elektronik tersebut.

"Memang pada debat kemarin, kedua paslon sempat menyebutkan soal e-government. Namun, sayangnya belum ada penjabaran yang jelas tentang bagaimana tahapan pengembangan e-government di Sumatra Barat dan apa saja yang akan menjadi indikator keberhasilan pengembangan tersebut," ungkap Dewi.

Dewi juga menyatakan bahwa meskipun kedua pasangan calon menyebutkan adanya program-program terkait tata kelola pemerintahan, tidak terlihat adanya pembahasan mendalam mengenai langkah konkret yang akan mereka ambil setelah terpilih. Misalnya, terkait upaya memperbaiki layanan publik dan pengembangan e-government yang lebih efisien.

"Salah satu hal yang seharusnya lebih terlihat adalah bagaimana kedua paslon menjelaskan langkah-langkah nyata yang akan mereka ambil untuk memajukan tata kelola pemerintahan. Misalnya, terkait transparansi atau partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan. Tapi dalam debat kemarin, itu masih sangat umum dan tidak dijelaskan dengan konkret," ujar Dewi.

Lebih lanjut, Dewi juga mengkritisi waktu yang terbatas dalam debat yang hanya memberikan durasi dua menit bagi masing-masing paslon untuk menyampaikan visi dan misi mereka. Dia menilai bahwa waktu yang singkat menyebabkan banyak hal penting yang seharusnya dijelaskan lebih mendalam menjadi terpotong, terutama terkait dengan indikator-indikator yang perlu diterapkan dalam pemerintahan yang baik.

"Debat dengan durasi waktu yang sangat terbatas ini, hanya dua menit untuk satu paslon, tentu membuat penyampaian visi dan misi menjadi sangat terburu-buru. Tidak ada cukup waktu untuk membahas secara rinci langkah-langkah strategis yang akan mereka lakukan. Mestinya debat itu bisa lebih banyak mengeksplorasi visi dan misi yang mereka tawarkan, termasuk indikator-indikator yang akan digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu kebijakan," tambah Dewi.

Selain itu, Dewi juga melihat bahwa meskipun dalam debat ada penyampaian tentang visi dan misi, sebagian besar waktu debat justru lebih banyak terfokus pada serangan personal antara kedua pasangan calon. Hal ini membuat substansi mengenai program-program pemerintahan menjadi tenggelam dalam perdebatan yang lebih mengarah pada aspek personal.

"Sayangnya, meskipun ada pembahasan mengenai visi dan misi, banyak waktu yang justru terbuang untuk serangan personal. Hal ini mengaburkan fokus debat yang seharusnya membahas program-program yang jelas dan terukur. Apa yang mereka tawarkan kepada masyarakat, termasuk dalam konteks pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan," ujarnya.

Dewi berharap agar masyarakat Sumbar dapat memanfaatkan debat ini sebagai sarana untuk melihat lebih dalam visi dan misi yang ditawarkan oleh kedua paslon, meskipun ia mengakui bahwa banyak pemilih yang mungkin sudah memutuskan pilihan mereka sebelum menonton debat.

"Debat ini mestinya menjadi kesempatan untuk masyarakat melihat lebih jelas apa yang ditawarkan oleh paslon. Sayangnya, banyak masyarakat yang tidak menonton langsung debat atau hanya menontonnya secara terbatas. Meskipun begitu, debat tetap penting sebagai bagian dari pendidikan politik dan sebagai salah satu faktor yang bisa mempengaruhi preferensi pemilih," kata Dewi.

Dewi juga menambahkan bahwa meskipun ada ketegangan dalam debat, masyarakat harus melihatnya sebagai bagian dari proses demokrasi dan menilai secara objektif apa yang menjadi prioritas dari masing-masing paslon. Terutama dalam hal tata kelola pemerintahan yang baik dan implementasi e-government yang lebih efisien.

"Untuk masyarakat Sumbar, saya harap bisa menjadikan debat ini sebagai sarana untuk menilai secara cerdas program-program yang ditawarkan oleh masing-masing paslon. Jangan hanya terjebak pada serangan pribadi, tapi lihatlah substansi dari apa yang mereka tawarkan untuk kemajuan Sumatra Barat ke depan," tutur Dewi.

Dengan begitu, masyarakat diharapkan dapat lebih kritis dalam memilih pemimpin yang benar-benar mampu mewujudkan pemerintahan yang baik, transparan, dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. (*/yki)

Baca Juga

Dalam debat pertama Pilgub Sumbar yang digelar di Hotel Mercure Padang pada Rabu (13/11/2024), calon Gubernur dan Wakil Gubernur memaparkan
Melihat Rekam Jejak Pemberitaan Kasus Korupsi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar
Debat Pertama Pilgub Sumbar: Pakar Nilai Emosi Mendominasi, Data dan Kebijakan Terabaikan
Debat Pertama Pilgub Sumbar: Pakar Nilai Emosi Mendominasi, Data dan Kebijakan Terabaikan
Dalam debat pertama Pilgub Sumbar yang digelar di Hotel Mercure Padang pada Rabu (13/11/2024), calon Gubernur dan Wakil Gubernur memaparkan
Mahyeldi Sebut Kabupaten Solok Peringkat 17 di Sumbar, Epyardi Klaim Terbaik dalam Pelayanan Publik, Bagaimana Faktanya?
KPU Sumbar Dikritik, Semua Panelis Debat Cagub dari Akademisi
KPU Sumbar Dikritik, Semua Panelis Debat Cagub dari Akademisi
Dalam debat pertama Pilgub Sumbar yang digelar di Hotel Mercure Padang pada Rabu (13/11/2024), calon Gubernur dan Wakil Gubernur memaparkan
Debat Pilkada Sumbar: Kebebasan Beragama dalam Sorotan, Tantangan bagi Toleransi di Ranah Minang
Rektor UNAND Laksanakan Putusan PTUN, Khairul Fahmi Tolak Duduki Jabatan WR II
Rektor UNAND Laksanakan Putusan PTUN, Khairul Fahmi Tolak Duduki Jabatan WR II