Langgam.id- Rasa heran masih terlihat jelas di wajah amak, ketika dua kali saya temui pada lebaran pertama kemarin. Pertama lewat video call, kedua menyapanya dari dalam mobil, dan amak berada di teras rumah uni. Amak, atau ibu dalam bahasa minang merupakan panggilan kami kepada perempuan 85 tahun itu.
Pertemuan langsung dengan amak dalam jarak minimal tiga meter ditambah masker dan sarung tangan sebenarnya sudah terjadi pertengahan Ramadan lalu. Saya dan anak-anak hanya memandang amak dari kejauhan. Sambil melambaikan tangan, berbicara dengan suara tinggi, dan amak tetap kebingungan. Dia berusaha menyonsong berjalan ke arah saya, tapi dicegah uni.
Pandemi Covid-19 ini benar-benar mengubah pola interaksi kami dengan ibu sederhana yang sangat kami sayangi itu. Usia amak yang sudah lanjut, dengan potensi tertular Covid-19 super tinggi telah memaksa kami menahan rindu yang sangat besar.
Amak sudah pasti kebingungan dengan kebiasaan baru itu. New normal yang sudah dikampanyekan pemerintah seiring penanganan penyebaran corona, tentu sesuatu yang sangat sulit dipahami oleh amak.
Dia berkali-kali bertanya ke uni, kenapa anak-anaknya tidak datang menemui di akhir puasa dan saat lebaran. Dijelaskan berkali-kali, amak tak kunjung paham, dan pasti bertambah bingung. Memang menjadi persoalan tersendiri menjelaskan soal physical distancing karena Covid-19 kepada amak yang sudah sedemikian sepuh.
Walhasil, lebaran kali ini menjadi lebaran yang baru bagi kami. Tanpa tatap muka, kami kakak beradik hanya bersua secara online dan jarak jauh dengan amak.
Tidak ada kue bolu ayah, kue legendaris yang sudah pasti tersaji setiap lebaran, bahkan sebelum saya lahir. Juga gulai kurma babat dan itiak lado hijau yang menjadi menu utama makan bersama. Dulu saat kecil, seluruh hidangan tersebut dibuat Amak, belakangan sudah berpindah ke uni.
Baca juga: Setri Yasra, Putra Limapuluh Kota Pemred Tempo.co
Berdamai dengan keadaan, dan selalu bersyukur dengan apa yang ada, mungkin menjadi pilihan terbaik saat ini. Kami, para anak-anak amak akan selalu berdoa, semoga pandemi Covid-19 ini segera berlalu, dan bisa segera berkumpul kembali. Bercerita tentang almarhum ayah, dan kehidupan masa kecil dengan berbagai kesusahan di Pangkalan Koto Baru, Sumatera Barat, telah menjadi sesuatu yang selalu membangkitkan rindu.
Selamat Idul Fitri 1441 Hijriah, mohon maaf lahir dan batin. (Setri Yasra)