Langgam.id - Umat muslim menghadapi bulan Ramadan yang berbeda tahun ini, di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Meski begitu, setiap muslim harus bisa melewati Ramadan dengan ceria.
Hal ini disampaikan Dekan Fakultas Dakwah UIN Imam Bonjol Padang, Wakidul Kohar dalam
tausyiah di live streaming program Ceramah Ramadan yang digelar langgam.id dan PT Paragon Technology and Innovation, Sabtu (25/4/2020). Ia mengingatkan agar umat Islam tetap melewati Ramadan di tengah pandemi corona dengan hati yang ceria.
"Hari ini kita sama sama sama merasakan sesuatu yang tidak pernah ada sebelumnya, terutama saat bulan Ramadan datang," katanya.
Biasanya, bulan Ramadan identik dengan masjid, tapi sekarang tidak boleh sementara. Biasanya, ada yang berbuka bersama tapi sekarang tidak boleh, semua orang harus di rumah saja.
Dalam alquran surat Al Araf ayat 132 dan 133 dijelaskan cerita sebuah masyarakat yang sombong, lalu Allah balas dengan bencana kesombongan. Allah balas kesombongan dan arogansi dengan bencana.
"Mudah-mudahan wabah saat ini bukan saja azab bagi yang tidak beriman, tetapi juga ujian keimanan bagi setiap muslim," katanya.
"Allah tetap maha baik, jadi kita tetap tersenyum agar imunitas tetap baik, jadi jangan panik, tidak boleh cemas, apalagi saat Ramadan, Kalau kita panik bisa menganggu kesehatan kita, sambungnya.
Wakidul mengartikan kata dari cerita. Pertama C yang berarti cermat. Di mana dalam kondisi pandemi, umat Islam harus tetap cermat. Saat ini, menjaga kesehatan adalah wajib, maka dilarang ke masjid.
"Ulama sudah memberikan fatwa dalam kondisi wabah kita untuk sementara tidak ke masjid. Kita harus cermat menerima ujian yang diberikan Allah," katanya.
Kemudian huruf E artinya energik. Semua umat Islam harus energik, jangan sampai puasa membuat kita bermalas-malasan, energi kita tetap melakukan yang terbaik, kita tetap menjaga koneksi dengan orang lain.
"Kita harus koneksi juga kepada Allah, jangan karena berpuasa kita menjadi malas," katanya.
Kemudian R yang artinya responsif, yaitu rasa kepedulian terhadap orang lain. Umat islam bisa berbagi apa saja lewat media yang ada, kalau tidak langsung tetap bisa dilakukan secara tidak langsung.
"Boleh jadi kelebihan harta atau ilmu dapat dibagikan kepada orang lain. Hal itu juga bentuk rasa syukur kepada Allah. Dengan begitu puasa juga menjadi sempurna," katanya.
Kemudian ada huruf I yang diartikan inovasi. Bulan Ramadan harus dilakukan inovasi, jadi pilihlah bagaimana caranya bisa nyaman dalam menjalankan Ramadan. Misalnya, seorang ayah yang memiliki sedikit hafalan, dapat meningkatkannya saat Ramadan.
"Sekarang harus inovatif, seorang ayah harus bisa jadi imam di rumah," ujarnya.
Biasanya, masjid mengontrol ibadah tarwih, namun sekarang yang mengontrol diri sendiri. Jadi harus inovatif untuk mendisiplinkan diri sendiri. Sekarang tidak lagi dikontrol lagi oleh lingkungan masjid.
Huruf terakhir yaitu A yang berarti aktualisasi akhlak. Sebab, pada akhirnya puasa menjadikan akhlak lebih baik. Misalnya dulu hanya salat wajib, sekarang juga melaksanakan salat sunnah. Hal itu menjadikan aktualisasi dalam sehari hari.
"Hari ini kita pindahkan hati dengan Allah di rumah saja, kalau biasanya di masjid," katanya.
Kemudian yang dijaga dalam akhlak yaitu berbicara, lidah harus dijaga jangan menyakiti orang lain. Tidak mungkin orang baik memiliki kata kata yang menyakitkan.
"Jagalah perkataan karena kita juga berpuasa," katanya.
Setiap muslim juga harus menjaga pandangannya. Kemudian menjaga nafsu makan, agar tidak banyak makan saat berbuka. Jangan kerena puasa melampiaskan banyak makan di saat berbuka.
Umat islam juga harus banyak beristigfar, sebab Allah tidak akan mengazab bagi mereka yang banyak minta ampun. Allah adalah tempat bersandar terbaik karena dialah yang memenuhi harapan.
"Mari kita tetap ceria selalu, semoga pandemi covid-19 ini berlalu dan kita meraih berkah bulan Ramadan," katanya. (Rahmadi/ICA)