Langgam.id - Era 90-an, Kacimuih kerap meramaikan kedai-kedai di pelosok kampung. Kuliner tradisional Minangkabau ini juga nyaris ada di setiap jajanan sekolah, terutama Sekolah Dasar (SD) yang berada di pelosok kota di Sumatra Barat (Sumbar).
Seiring berjalan waktu, panganan manis berbahan dasar singkong ini kian langka di pasaran. Terutama bila dicari di kota-kota besar. Paling tidak Kacimuih bisa ditemukan di pasar-pasar tradisional atau saat Ramadan datang. Masih ada sejumlah pasar pabukoan yang menjual Kacimuih.
"Waktu saya SD, kacimuih ini paling kami cari. Harganya cuma 500 perak waktu itu," kata Yanti (32), seorang ibu rumah tangga di Kabupaten Solok.
Hari ini, kata Yanti, cukup menemukan Kacimuih. Bahkan, pedagang yang menjualnya di Pasar Raya Solok tidak banyak. "Biasanya Ramadan ini ada juga di beberapa kedai di kampung. Tapi mungkin karena wabah corona, saya tidak menemukannya. Kalau ingin sekali, biasanya saya bikin aja. Tapi kadang karena banyak kerjaan tidak sempat," katanya.
Tidak hanya nama, bentuk Kacimuih pun sangat unik. Sekilas memang tampak tidak menarik karena taburan parut kelapa di atasnya kerap tidak teratur. Namun, bila telah mencobanya, diyakini akan ketagihan.
Kacimuih terbuat dari singkong dan diberi campuran parutan kelapa. Tidak sulit membuat Kacimuih. Cukup sediakan singkong, lalu dikupas. Setelah dibersihkan, singkong diparut kasar dan dikukus hingga singkong betul-betul matang.
Setelah singkongnya matang, lalu dicampur dengan parutan kelapa dan gula pasir. Ketiganya diaduk menjadi satu, kemudian dimasukan ke dalam cetakan yang terbuat dari daun pisang dan Kacimuih siap disantap.
Ada dua cara menikmati Kacimuih. Pertama menaburkan gula putih atau gula aren di atas Kacimuih yang telah matang. Ini merupakan cara praktis menikmati Kacimuih.
Khusus untuk menikmati Kacimuih dengan gula aren memang sedikit repot. Sebab, parutan kelapa dimasak terlebih dahulu dengan gula aren yang telah dicairkan, kemudian diletakkan di atas singkong yang telah matang.
Paduan rasa singkong dan kelapa parut sangat lezat dan baik di lambung. Terutama ketika dinikmati saat berbuka puasa. Bagi yang biasanya tidak makan nasi dulu jelang salat tarwih, sangat cocok berbuka dengan Kacimuih karena kuliner khas ini bisa menjadi pengganjal perut.
Di sisi lain, upaya menghidupkan gairah jajanan tradisional di Kota Padang kembali digelorakan Komunitas Peduli Cagar Budaya, Sejarah dan Museum bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Sumbar.
Februari 2020 lalu, komunitas itu menggelar Festival Jajanan Tradisional bertajuk "Basamo Manjapuik Salero Lamo" di halaman Kantor Perpustakaan Kota Padang, kawasan GOR Haji Agus Salim Padang.
Dalam Festival Jajanan Tradisional itu, berbagai jenis kuliner lama ditampilkan, seperti onde-onde, lapek nago sari, lapek bugih, kue ikan/bolu ikan, ongol-ongol, pergede, paruik ayam, godok pisang, lamang baluo, kue talam, lapis legit, hingga kacimuih pun masuk dalam daftar khas Ranah Minang tempo dulu. (*/ICA)