Wabah Covid-19 saat ini sedang melanda berbagai aspek kehidupan manusia dalam berbagai lini, seperti kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan. Bahkan menjalan ajaran agama tidak lagi dengan sempurna.
Jika para dokter, para medis melalui ilmu kesehatan, para birokrasi mulai dari Presiden sampai kepada wali nagari dan desa, Polri, TNI, para akademis, para dermawan, lembaga keagamaan dan kemasyarakatan dan para relawan telah turun mengabdikan jasa dan usahanya kepada masyarakat.
Maka kami dari bidang keilmuan Islam ikut bersama-samanya membimbing masyarakat dalam mengadapi wabah Covid-19 ini. Agar akidahnya tetap istiqamah dan utuh.
Tawakal
Allah SWT selalu menyandingkan lafazd tawakal dengan orang-orang yang beriman. Ini menjadi pertanda jika tawakal adalah hal yang sangat diagungkan dan hanya untuk orang mukmin dan merupakan bagian dari hati yang akan membawa seseorang pada jalan kebahagiaan lahir dan batin, dunia dan akhirat.
Umar bin Khattab ra berkata, jika ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sekiranya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah SWT dengan tawakal yang sebenar-benarnya, sungguh kalian akan diberi rizki (oleh Allah SWT), sebagaimana seekor burung diberi rizki, dimana ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang”, (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah).
Hadis di atas memberikan penjelasan, jika hakikat tawakal yang digambarkan Rasulullah SAW, diumpamakan seperti seekor burung, yang pergi pada pagi hari dengan perut kosong dan lapar, akan tetapi saat sore hari ia pulang dalam keadaan perut yang kenyang dan penuh.
Pada hakikatnya, Allah SWT sebenarnya sudah memberikan rezki sesuai dengan kebutuhan kita masing-masing. Artinya bisa saja yang putus mata pencaharian kita, akan tetapi yakinlah bahwa rezki kita sudah ditentukan oleh Allah Swt.
Hal ini juga serupa pada manusia, tawakal yang diambil dari kata wakala, yuwakilu, tawakalan, berarti menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan.
Orang yang bertawakal merupakan orang yang sudah menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan semua urusan yang dimilikinya pada Allah SWT.
Sementara dilihat dari segi istilah, tawakal diartikan oleh ulama dengan arti yang beragam, di antaranya:
1. Imam Ahmad bin Hambal
Tawakal adalah aktivitas hati, yakni perbuatan yang dikerjakan hati dan bukan diucapkan dengan lisan dan bukan juga dilakukan anggota badan. Selain itu, tawakal juga bukan sebuah keilmuan dan juga pengetahuan. Akan tetapi penyerahan semua kehidupan ini kepada sifat dan asma-Nya.
2. Ibnu Qoyim al-Jauzi
Tawakal merupakan amalan dan juga ubudiyah [penghambaan] hati, yakni dengan cara menyandarkan semuanya hanya pada Allah SWT, tsiqah pada-Nya, berlindung pada-Nya dan ridha dengan semua yang terjadi pada dirinya yang didasari dengan keyakinan jika Allah akan memberikan semua kecukupan untuk dirinya. Ini dilakukan dengan tetap melakukan sebab-sebab dan juga usaha keras untuk bisa mendapatkannya.
3. Sebagian Ulama Salaf
Sebagian ulama yang lain berpendapat cukup bervariasi mengenai tawakal, seperti sebuah ungkapan jika Dinul Islam dilihat secara umum memiliki dua aspek yakni al-isi’anah [meminta pertolongan pada Allah] dan juga al-inabah [taubat pada Allah] sehingga tawakal menjadi setengah dari komponen Dinul Islam.
Tawakal merupakan refleksi dari al-isti’anah [Meminta pertolongan hanya pada Allah SWT] dan seseorang yang meminta pertolongan pada Allah akan menyandarkan dirinya hanya pada Allah sehingga pada hakekatnya ia sudah bertawakal pada Allah.
4. Sahl bin Abdilah al-Tasattiri
Beliau mengungkapkan jika ilmu yang merupakan tujuan penghambaan pada Allah. Penghambaan ini adalah jalan menuju kewara’an [sifat menjauhkan diri dari maksiat]. Kewaraan adalah jalan menuju kezudhuan dan kezudhuan adalah jalan menuju tawakal.
Dengan demikian pengertian tawakkal bermakna berserah diri, mewakilkan, dan menyerahkan diri kepada Tuhan setelah melaksanakan aktivitas, berbuat, bertindak, dan berperilaku.
Orang yang berserah diri kepada Tuhannya, disebut bertawakal, mutawakil. Bertawakal dengan menyerahkan diri kepada Tuhan artinya, menghimpun aktivitas, bekerja sekuat tenaga, beribadah secara ikhlas, dan berjuang mencapai sesuatu yang bermanfaat, untuk seterusnya menyerahkan secara utuh atas hasil yang diperoleh, baik positif maupun negatif semuanya hak peroregatif Allah Swt.
Orang-orang beriman mereka yakin bahwa Allah tidak akan menyia- nyiakan ciptaan-Nya. Rabbana ma khalaqta hadza bathila "semua yang Engkau ciptakan tidak ada yang sia-sia". Subhanaka fiqina 'azabannar "Maha Suci Engkau ya Allah Peliharalah kami dari azab neraka.
Tanda-tanda Tawakal
Salah satu tanda orang mukmin sejati adalah memiliki sikap tawakal kepada Allah. Tawakal merupakan bagian dari buah tauhid.
Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya berjudul Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudhâharah wal Muwâzarah (Dar Al-Hawi, 1994, hal. 179) menjelaskan tentang tiga tanda orang yang benar-benar bertawakal sebagai berikut:
وللمتوكل الصادق ثلاث علامات: الأولى أن لا يرجوغيرالله ولا يخاف إلا الله، وعلامة ذالك أن لا يدع القول بالحق عند من يُرجى و يُخشى عادة من المخلوقين كالأمراء والسلاطين
“Ada tiga tanda bagi orang yang bertawakal dengan sebenarnya, yakni pertama, tidak berharap kecuali kepada Allah sekaligus tidak takut kecuali kepada-Nya. Hal itu ditandai dengan keberaniannya mengatakan sesuatu yang benar di hadapan seseorang yang umumnya orang memiliki harapan sekaligus merasa takut kepadanya seperti para amir dan raja.”
1. Berkaitan erat dengan apa yang diucapkan seorang Muslim dalam setiap menunaikan shalatnya, yakni pada saat membaca surah Al-Fatihah, ayat 5:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.”
Wujud menyembah dan memohon pertolongan hanya kepada Allah tentu saja tidak hanya berupa shalat, tetapi juga dalam bertawakal kepada-Nya dalam seluruh urusan hidup dan mati. Orang-orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah tidak merasa takut untuk berkata benar di depan para penguasa maupun orang-orang kaya yang bisa memberikan fasilitas apa saja.
Demikian pula mereka tidak takut berkata “tidak” ketika suatu persoalan bertentangan dengan apa yang telah disyariatkan oleh Allah. Meskipun mendapat ancaman atau hukuman dari para penguasa maupun dari orang-orang kaya yang bisa memberikan fasilitas apa saja.
Jadi orang yang bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya akan menyerahkan seluruh urusannya kepada Yang Maha Satu semata, sehingga tidak ada yang mereka takuti kecuali Allah.
والثانية أن لا يدخل قلبه همُّ الرزق ثقة بضمان الله بحيث يكون سكون قلبه عند فقد ما يحتاج اليه كسكونه في حال وجوده وأشد
2. "Tidak pernah merisaukan masalah rezeki disebabkan merasa yakin akan adanya jaminan Allah sehingga hatinya tetap tenang dan tentram di kala suatu keuntungan luput darinya, sama seperti di kala ia memperolehnya."
Tanda kedua ini berkaitan erat dengan jaminan Allah tentang rezeki sebagaimana termaktub dalam surah Al-An’am, ayat 151:
نَحْنُ نَرْزُقُكًمْ وَإِيَّاهُمْ
Artinya: “Kamilah yang memberikan rezeki kepadamu dan kepada mereka.”
Orang-orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah tidak menujukkan kekhawatiran dan ketakutannya berkaitan dengan rezeki bagi dirinya maupun bagi orang-orang yang menjadi tanggungannya. Hal ini disebabkan mereka meyakini kebenaran surah Al-An’am, ayat 151 di atas. Allahlah yang memberi rezeki kepada setiap makhluk yang diciptakannya.
Oleh karena itu, orang-orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah tetap merasa tenang ketika kesulitan ekonomi sedang melanda, baik dalam skala terbatas mapun luas sebagaimana ketika ekonomi sedang dalam puncak kesuksesan.
Seorang karyawan perusahaan yang terkena PHK karena sesuatu hal, sedangkan ia benar-benar bertawakal kepada Allah, tentu bersikap tenang karena meyakini “Bos Besar” tidak pernah mem-PHK siapapun. Dialah – dan bukan bos kecil - yang memberinya rezeki lewat pintu mana saja yang Dia kehendaki.
والثالثة أن لا يضطرب قلبه في مظان الخوف علما منه أن ما أخطأه لم يكن ليصيبه وما أصابه لم يكن ليخطئه
3. "Tidak pernah hatinya terguncang pada saat diperkirakan akan datangnya suatu bahaya disebabkan ia yakin sepenuhnya bahwa tak satu pun ditetapkan ia terhindari darinya, akan tetap menimpanya; dan tak satu pun ditetapkan akan menimpanya, akan terhindar dari dirinya.”
Tanda ketiga ini berkaitan dengan keyakinan akan ketetapan Allah Orang-orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah tentu bersikap tenang menghadapi segala keadaan yang mungkin terjadi disebabkan keridhaannya atas apa yang telah ditetapkan-Nya.
Ancaman bahaya sebesar apapun tidak akan mengguncangkan jiwa mereka. Mereka meyakini apa yang akan terjadi kepada mereka hanyalah apa yang telah ditetapkan-Nya.
*Prof. Dr. H. Salmadanis, MA, Pusat Dakwah, Studi Islam dan Majelis Ta'lim Sumbar