Langgam.id – Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sumatera Barat (Sumbar) mendorong, pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dikelola koperasi sekolah dan koperasi desa.
Koordinator Presidium Kahmi Sumbar, Desrio Putra, menilai bahwa keterlibatan koperasi akan membuat pelaksanaan program lebih efisien, tepat sasaran, serta mudah diawasi.
Menurutnya, sistem koperasi memungkinkan penyediaan makanan dilakukan dalam skala yang lebih kecil, sehingga mutu gizi dan distribusi pangan dapat dikontrol dengan lebih baik.
“Dengan koperasi, biaya antar-jemput makanan dari dapur ke sekolah bisa dikurangi. Penghematan itu dapat dialihkan untuk peningkatan kualitas gizi siswa. Selain itu, dana sewa dapur dan peralatan bisa dimanfaatkan untuk membangun aset sekolah yang berguna jangka panjang,” ujar Desrio, Selasa (28/10/2025).
Ia menambahkan, pola ini juga cocok diterapkan di sekolah berasrama yang sudah memiliki fasilitas dapur sendiri. Dengan begitu, pelaksanaan program MBG akan lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan lokal.
Desrio juga menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat sekitar sekolah dalam mendukung program tersebut. Petani, nelayan, dan peternak loka termasuk para orang tua siswa dapat diberi kesempatan menjadi pemasok bahan pangan.
“Kalau masyarakat sekitar dilibatkan, dampaknya bukan hanya pada peningkatan gizi siswa, tetapi juga kesejahteraan keluarga. Orang tua bisa memperoleh penghasilan tambahan untuk membantu biaya pendidikan anak-anak mereka,” ujarnya.
Lebih lanjut, Desrio menyoroti rendahnya realisasi anggaran MBG yang hingga awal Oktober 2025 baru terserap sekitar 29 persen, yakni Rp20,6 triliun dari total Rp71 triliun. Ia menilai kondisi ini menandakan bahwa Badan Gizi Nasional (BGN) belum optimal dalam menjalankan program tersebut.
“Sulit rasanya untuk menyerap seluruh anggaran hingga akhir tahun. Karena itu, perlu ada skema baru dengan melibatkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Koperasi agar program prioritas Presiden bisa mencapai tujuan yang diharapkan,” tambahnya.
Desrio mengusulkan agar setiap sekolah membentuk koperasi sekolah atau bekerja sama dengan koperasi yang sudah ada di wilayahnya. Dengan demikian, masyarakat sekitar dapat menjadi anggota sekaligus penerima manfaat ekonomi dari program tersebut.
“Ide melibatkan pihak asing dalam pelaksanaan MBG tidak tepat, karena dananya sepenuhnya bersumber dari APBN. Pemerintah sebaiknya memperkuat koperasi sebagai pelaksana, dengan memberikan dukungan modal, memanfaatkan bangunan sekolah yang tidak terpakai, atau menggunakan dana CSR perbankan,” ujarnya.
Ia menegaskan, penerapan skema koperasi tidak hanya memperlancar pelaksanaan MBG, tetapi juga dapat menghidupkan kembali semangat gotong royong dan nilai-nilai ekonomi kerakyatan yang kini mulai tergerus oleh sistem ekonomi kapitalis.







