Masyarakat Adat Mentawai Sebut KSP Bakal Evaluasi Izin PT SPS di Pulau Sipora

Masyarakat Adat Mentawai Sebut KSP Bakal Evaluasi Izin PT SPS di Pulau Sipora

Foto; Utusan Kantor Staff Presiden usai bersama masyarakat adat Mentawai di Desa Saureinu awal beberapa waktu lalu. FOTO/IST

Langgam.id – Kantor Staf Presiden (KSP) akan mengagendakan rapat lintas kementerian untuk mengevaluasi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT Sumber Permata Sipora (PT SPS) seluas 20.706 ha di Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai.

Sebelumnya, KSP juga telah mengirim utusan Istana untuk menemui masyarakat adat Mentawai yang lahannya terdampak dari konsesi PT SPS tersebut.

“Awal Juli lalu ada utusan KSP yang datang ke desa untuk menanyakan terkait perusahaan yang akan masuk ke hutan Sipora,” ujar anggota Uma Saureinu, Nulker Sababalat, Senin (14/7/2025).

Dalam pertemuan KSP tersebut hadir tiga adat yaitu Uma Saureinu dari Desa Saureinu, Uma Usut Ngaik dan Uma Rokot dari Desa Matobek. Mereka menolak kehadiran PT SPS lantaran area konsesi masuk hingga lahan yang telah ditetapkan sebagai hutan adat.

“Terjadi tumpang tindih dari izin PT SPS itu karena masuk hingga hutan adat kami yang telah mendapatkan sertifikat dari kementerian,” katanya.

Total hutan adat yang telah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan di Pulau Sipora mencapai 6.907 hektar. Sementara itu area konsesi PT SPS seluas 20.706 hektare.

“KSP memastikan bahwa hutan adat yang telah bersertifikat akan dikeluarkan dari area konsesi jika perusahaan ini nantinya beroperasi,” ujar Nulker menambahkan.

Sementara itu, Direktur Yayasan Citra Mandiri Mentawai Rifai Lubis menyatakan KSP akan mengagendakan rapat lintas kementerian/badan untuk membahas PBPH PT SPS di Pulau Sipora.

“KSP berjanji akan melakukan rapat lintas kementerian dan badan untuk mengevaluasi PBPH yang telah terbit,” ujar Rifai dalam konferensi pers secara dari Jumat (11/7/2025).

Menurutnya, pemerintah harus mencabut PBPH PT SPS di Pulau Sipora karena akan memicu kerusakan hutan yang akan berdampak besar pada pulau Sipora yang tergolong pulau kecil yang memiliki luas 615,18 km2.

Selain itu, dalam 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil juga diatur bahwa prioritas kegiatan pemanfaatan pulau-pulau kecil hanya untuk kepentingan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budidaya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan.

“Namun yang terjadi negara memberikan izin bagi perusahaan untuk mengelola hutan dengan luas sepertiga dari luas Pulau Sipora,” katanya.

Ia bersama Koalisi Sumatra Barat menolak seluruh bentuk kegiatan penebangan hutan alam di Pulau Sipora, karena akan memperparah krisis ekologis, memperbesar risiko bencana, serta mengancam keberlanjutan mata pencaharian masyarakat adat dan lokal, terutama kelompok marginal seperti perempuan pembudidaya pangan lokal (toek).

“Kita berharap izin PBPH yang telah terbit ini disetop dan tidak lanjut ke tahap selanjutnya,” pungkas Rifai. (*/Yh)

Baca Juga

Penolakan Keras Sertifikat Tanah Ulayat Berembus dari Kaki Gunung Sago
Penolakan Keras Sertifikat Tanah Ulayat Berembus dari Kaki Gunung Sago
40 Nama Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional Tahun 2025, 3 Sosok dari Sumbar
40 Nama Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional Tahun 2025, 3 Sosok dari Sumbar
PSI menunjuk Taufiqur Rahman anak dari Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah atau DPW PSI Sumbar. 
Jadi Ketua DPW PSI Sumbar, Taufiqur Rahman Belum Mundur dari PKS
Gubernur Sumbar Mahyeldi sekaligus Ketua Majelis Pertimbangan Wilayah PKS Sumbar. Foto/PKS.ID
Anaknya Gabung PSI, Mahyeldi: Itu Urusan Dia 
Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi
Mahyeldi Irit Bicara Soal Anaknya Jadi Ketua DPW PSI Sumbar
Dua warga adat Mentawait delapan hari ditahan tanpa kepastian hukum oleh penyidik Satreskrim Polres Kepulauan Mentawai.
Penyidik Polres Mentawai Dilaporkan ke Propam Polda Terkait Penahanan Masyarakat Adat