Langgam.id - Suasana halaman Gedung DPRD Sumatera Barat berubah menjadi panggung perlawanan hari ini. Puluhan massa dari Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat menggelar aksi damai bertajuk "Rakyat Sumbar Melawan Kekerasan Negara", bertepatan dengan peringatan Hari Anti Penyiksaan Sedunia. Dengan membawa poster-poster berisi kritik keras seperti “Reformasi Kepolisian Gagal” dan “Diberi Senjata Bukan untuk Menyiksa”, mereka menyuarakan jeritan korban yang tak kunjung mendapat keadilan.
Aksi ini bukan sekadar simbolik. Ini adalah peringatan bahwa praktik penyiksaan, kekerasan, dan tindakan represif oleh aparat negara masih hidup dan nyata di Sumatera Barat. Koalisi secara tegas menyoroti serangkaian kasus yang mencederai hak asasi manusia dan mencoreng wajah penegakan hukum.
Kasus Kematian Afif Maulana menjadi sorotan utama. Seorang remaja yang diduga mengalami kekerasan oleh aparat kepolisian, namun hingga hari ini penanganannya masih menggantung tanpa kejelasan. Koalisi juga mengangkat peristiwa penangkapan paksa terhadap petani di Nagari Kapa tanpa prosedur hukum yang jelas, serta tindakan represif terhadap massa aksi di depan Mapolda Sumbar. Tak ketinggalan, tindakan brutal Satpol PP dalam menggusur pedagang kaki lima di kawasan Permindo Padang juga menjadi catatan hitam.
“Ini bukan hanya tentang Afif, atau petani, atau pedagang kecil. Ini tentang sistem yang membiarkan kekerasan menjadi norma. Hari ini kami berdiri di sini untuk mengatakan: cukup sudah,” tegas Muhammad Syarif, Koordinator Aksi, dalam orasinya.
Dalam aksinya, Koalisi menyampaikan empat tuntutan utama kepada DPRD Sumbar, khususnya Komisi I:
- Usut tuntas seluruh kasus kekerasan oleh aparat di Sumatera Barat.
- Wujudkan transparansi penanganan kasus kekerasan aparat secara menyeluruh.
- Tegakkan hukum yang adil, tanpa diskriminasi dan impunitas.
- Hentikan praktik represif terhadap rakyat, terutama dalam demonstrasi dan penggusuran.
Sayangnya, meski suara-suara itu lantang dan mendesak, tidak ada satu pun anggota DPRD Sumbar yang turun menemui massa. Perwakilan hanya diterima oleh Kasubag Aspirasi. Sebuah isyarat gamblang tentang lemahnya empati legislatif terhadap persoalan hak asasi manusia yang justru tumbuh subur di depan mata mereka.
Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan tidak akan tinggal diam. Mereka akan terus memantau dan mendesak pengungkapan kebenaran atas setiap tindakan kekerasan negara. Jika tak ada langkah konkret dari pemerintah daerah dan DPRD, aksi lanjutan akan digelar, dan perlawanan akan terus hidup.
“Kekerasan bukan solusi, apalagi jika dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya sendiri,” tutup Muhammad Syarif. “Kami tidak akan berhenti sampai negara berhenti menyakiti warganya.” (*/Yh)