Langgam.id - Sejumlah literatur mencatat tanggal 2 Januari dalam sejarah Sumatra Barat. Pada tanggal tersebut, terjadi sejumlah peristiwa di masa lalu di wilayah ataupun terkait dengan Sumbar. Sejumlah peristiwa itu terjadi pada 1948, 1949 dan 1950:
2 Januari 1948
Belanda Serang Republik Jelang Perjanjian Renville
.
Padang Pariaman - Menjelang penandatanganan Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948, tentara Belanda terus gencar menyerang posisi pejuang di sebelah utara Kota Padang. Abdul Haris Nasution dalam "Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia: Perang Gerilya Semesta I" (1991) menulis, pada 2 Januari 1948, sepasukan tentara Belanda menyerang posisi pejuang di Pasie Laweh (Lubuk Alung). Setelah pertempuran 4 jam, tentara Belanda mundur. Dua hari kemudian, juga pasukan Belanda melakukan gerakan ke Padang Pulai (masih di wilayah Pasie Laweh). Setelah Perjanjian Renville, garis demarkasi antara Belanda dengan Republik di bagian utara Padang ditetapkan tak jauh dari Lubuk Alung.
2 Januari 1949
Sumatra Dibagi Jadi 5 Provinsi, Belanda Luaskan Wilayah
.
Rao - Setelah mengadakan pertemuan dengan Menteri Keamanan PDRI Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Panglima Sumatra Kolonel Hidayat pada 2 Januari 1949, mengeluarkan perintah pembagian provinsi di Sumatra. "Kolonel Hidayat membagi Pulau Sumatra ke dalam lima wilayah militer," tulis Audrey Kahin dalam Buku "Dari pemberontakan ke Integrasi Sumatra Barat dan Politik Indonesia, 1926-1998" (2003).
Menurutnya, Hidayat juga menunjuk seorang gubernur militer untuk mengepalai masing-masing wilayah tersebut. "Tetapi semua gubernur yang diangkat adalah orang sipil, kebanyakan dari mereka telah mengepalai daerah mereka sebelum serangan Belanda."
Lima gubernur militer itu yakni, T. Daud Beureu'eh (Aceh, Langkat dan Tanah Karo), Dr. FL Tobing (Sumatra Timur dan Tapanuli), Mr. Sutan Mohammad Rasjid (Sumatra Barat), RM Utojo (Riau) dan Dr. AK Gani (Sumatra Selatan dan Jambi). "Hidayat mengeluarkan perintah dari Rao (Pasaman, Sumatra Barat) dalam perjalanan ke Aceh," tulis Audrey.
Perintah reorganisasi Hidayat, menghapus kekuasaan yang selama ini berada di tangan gubernur provinsi dan mengokohkannya kembali ke tangan residen yang lama. Para gubernur militer inilah yang selama lebih tujuh bulan berkoordinasi mendukung perjuangan PDRI di bawah Mr. Sjafruddin Prawiranegara.
Sementara itu, setelah menguasai Bukittinggi pada 22 Desember 1948, tentara Belanda meluaskan kekuasaan ke wilayah sekitarnya. "Pada 2 Januari 1949 pukul 09.00 pagi sepasukan Belanda mencoba masuk dari arah Sungai Puar," tulis Awaloeddin Djamin dalam "Bunga Rampai Peran Pelajar Pejuang di Sumatera Tengah (1996).
Ia menulis, tentara Belanda menggunakan 4 truk dan sebuah jeep satu kompi serdadu Belanda ke Sungai Pua. "Ada berita bahwa mereka menangkapi penduduk dan dikumpulkan di Simpang Pasar Sungai Puar." Seorang pemuda yang baru keluar dari masjid berusaha menghindar langsung ditangkap dan disiksa di halaman masjid. Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di Sariek dan berhenti di Pasar Kubang.
Sebagian besar sudah menyingkir karena sebelum pasukan Belanda itu sampai sudah mendengar peringatan oleh pejuang. Di Pasar Kubang tentara Belanda langsung menangkapi beberapa penduduk yang mereka jumpai baik laki-laki, perempuan dan anak-anak. "Mereka kumpulkan dan jemur di halaman Sekolah Dasar. Ancamannya kepada penduduk agar menyerahkan semua senjata api dan senjata tajam kepada mereka. Beberapa rumah penduduk digeledah tetapi tidak satupun senjata yang mereka temukan," tulisnya.
Pada hari yang sama, tentang Belanda juga melancarkan serangan atas kota Sijunjung. "Hari itu juga Sijunjung jatuh ke tangan mereka," tulis Ahmad Husein, dalam Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Minangkabau/Riau (1992).
2 Januari 1971
Tokoh Film Nasional Usmar Ismail Berpulang
.
Jakarta - Bapak Perfilman Nasional Usmar Ismail meninggal dunia di Jakarta pada 2 Januari 1971 dalam usia belum genap 50 tahun, setelah mengalami stroke. Usmar Ismail lahir di Bukittinggi pada 20 Maret 1921. Rosihan Anwar dalam Buku ‘Sejarah Kecil Petite Histoire” Indonesia, Volume 2 (2009) menulis, berkarya selama 20 tahun, Usmar menghasilkan 33 karya film layar lebar. Film-fim tersebut antara lain, berbentuk drama, komedi/satire, action serta musikal/entertainmen.
Baca Juga: Hari Ini pada 1921, Bapak Film Nasional Usmar Ismail Lahir di Bukittinggi
Beberapa karya Usmar mendapat penghargaan. Salah satunya, film Pedjoang (1960) meraih penghargaan Festival Film International Moscow tahun 1961 untuk peran utama, yang dimainkan oleh Bambang Hermanto.
Selama berkarya tersebut, Usmar dinilai membawa pembaruan pada film Indonesia. Antara lain, membuat dialog film lebih wajar dan mengeluarkannya dari gaya sandiwara panggung.
Selama berkarya itu pula ia mengkader banyak sutradara, penulis skenario, aktor dan aktris film Indonesia.
Sebagai perintis, membuat Usmar dikenal sebagai Bapak Film Nasional. Ia menerima banyak penghargaan setelah meninggal. Antara lain, pusat perfilman yang didirikan Pemerintah DKI Jakarta dinamakan dengan namanya: Pusat Perfilman Usmar Ismail, yang masih ada hingga kini. (HM)
Catatan: Tulisan ini diperbarui dan dilengkapi pada 2 Januari 2021