Robohnya Batu Bata Sejarah

Robohnya Batu Bata Sejarah

Donny Syofyan, S.S., Dippl. PA., M.HRM., M.A. (Foto: Dok. Pribadi)

Robohnya rumah singgah Presiden Soekarno yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani nomor 12 Padang menimbulkan kecaman banyak pihak. Yang tersisa adalah sikap saling menyalahkan atau mencari aman. Soehinto, si pemilik rumah yang merobohkan bangunan ini, menyatakan ketidaktahuannya bahwa rumah yang dibelinya dari Andreas Sofiandi pada 2017 silam adalah bangunan cagar budaya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Padang, Yovi Krislova mengatakan pemilik yang baru ini “mungkin tidak mendapat informasi” bahwa rumah itu adalah cagar budaya. Menurut dia, bangunan cagar budaya di Padang telah diberi label pada 1998 (BBC News Indonesia, 22/2/2023).

Kini bangunan itu sudah rata dengan tanah. Rencana Pemko Padang untuk membangun replika bangunan ini tidak akan mampu menggantikan nilai sejarah ‘batu bata’ masa lalu tersebut. Gigi palsu tak akan pernah lebih baik dari gigi asli pemberian Tuhan. Sekiranya kehancuran bangunan ini karena faktor alam, semisal banjir atau gempa, masih bisa dipahami. Namun bila ratanya bangunan ini karena kelalaian, kita perlu bertanya ada apa dan bagaimana kepedulian, perhatian dan literasi sejarah pemko Padang?

Sebagai perbandingan, saya ingin menguaraikan bagaimana Australia menyelamatkan penghancuran bangunan dan situs bersejarah oleh masyarakatnya sendiri. Di Australia, para relawan di mendorong untuk melestarikan bangunan bersejarah di banyak kota.

Anggota masyarakat di daerah desa dan perkotaan giat menggalang dana, mengajukan petisi dan mendorong kelompok advokasi seperti National Trusts of Australia untuk membujuk pemerintah negara bagian dan dewan kota untuk menyelamatkan bangunan bersejarah.

Felicity Watson, manajer eksekutif cabang Victoria dari National Trust, mengatakan masyarakat di negara bagiannya melestarikan sekitar 100 bangunan bersejarah setiap tahun. Didirikan di setiap negara bagian, National Trust memiliki suara dan pengaruh kuat yang telah berhasil membantu sukarelawan melindungi dan melestarikan situs dan bangunan sejarah yang berharga lewat upaya-upaya advokasi.

Di Castlemaine negara bagian Victoria, Aula Pasar Castlemaine (Castlemaine Market Hall), sebuah bangunan berusia 158 tahun yang terletak di jantung kota, hampir dihancurkan dua kali. Ia pernah rusak pada abad terakhir, tetapi melalui upaya penduduk dan National Trust of Victoria, bangunan itu diselamatkan dan direnovasi pada tahun 1974.

Aula bersejarah, yang dibangun pada tahun 1862 awalnya merupakan ruangan bagi 22 kios pasar, menjual produk segar dan unggas sambil juga menjadi tuan rumah kegiatan lelang ternak. Sekarang aula ini menjadi pusat informasi wisata kota dan ruang pameran.

Dua orang buyut William Downe, arsitek yang merancang aula pasar, telah menyumbangkan potret dan meja antik kakek mereka ke ruang pameran gedung. Marion Downe, dari Castlemaine, dan Margaret Benady, dari Inggris, mengembalikan pusaka tersebut ketika memperingati kontribusi William Downe terhadap pemandangan jalanan kota.

"Sangat menyenangkan melihat kakek buyut kami William Downe diakui dan dihormati seperti ini, tetapi ini semua karena upaya masyarakat setempat yang melakukan banyak penggalangan dana dan bekerja sama dengan National Trust untuk menyelamatkannya," kata Marion Downe dalam penuturannya ke ABC.

Alleyne Hockley dari Castlemaine Historical Society mengatakan bahwa kerja sama antara keluarga besar William Downe dan masyarakat awam terkait dengan bangunan bersejarah ini menjadikan anggota masyarakat merasa lebih terikat dengan sejarah mereka. "Sangat penting untuk menghubungkan masyarakat dengan anak cucu atau keturunan dari tokoh-tokoh sejarah mereka. Dulu William Downe adalah orang penting di Castlemaine" ungkap Alleyne Hockley.

Felicity Watson lebih lanjut mengatakan banyak pelbagai dewan kota di daerah Victoria sangat mendengarkan National Trust dan memprioritaskan pemeliharaan bangunan-bangunan bersejarah karena mereka paham bahwa situs-situs tersebut daya tarik nyata untuk pariwisata dan pembangunan ekonomi

Pada tahun 2020, terdapat 34,6 juta pengunjung ke tempat-tempat warisan budaya di seluruh Australia dan mereka menghabiskan AUD 32,2 miliar (IDR 334 triliun) untuk wisata warisan budaya itu.

Jane Alexander dari National Trust cabang Queensland mengatakan ada beberapa faktor yang menyumbang terhadap penyelamatan sebuah bangunan bersejarah, di antaranya undang-undang yang efektif, pemilik yang bersedia kerja sama, sentimen komunitas, dan advokasi dari organisasi semisal National Trust.

Ia mengatakan bahwa National Trust cabang Queensland pernah mengakuisisi sebuah gedung biara abad ke-19 yang langka dan terpencil di Cooktown pada akhir 1960-an, yang sekarang menjadi Museum James Cook. Dibangun pada tahun 1888, biara ini menampung Sisters of Mercy yang memberikan pendidikan kepada siswa dan asrama dari wilayah Cooktown. Selama Perang Dunia II, para suster dan murid-murid mereka pindah ke pedalaman ke Herberton dan tidak kembali. Akibatnya biara ini secara bertahap rusak.

National Trust di Queensland merenovasi dan membuka kembali bangunan ini sebagai Museum Sejarah James Cook (James Cook Historical Museum ) pada tahun 1969. Di Australia Barat, Karl Haynes dari National Trust negara bagian mengatakan lembaga mereka telah mengadakan 50 penggalangan dana setiap tahun guna mencegah hilangnya bangunan dan situs warisan budaya dan sejarah.

Salah satu yang berhasil adalah renovasi Gereja Trinitas Suci (Holy Trinity Church) di Roebourne, yang terletak 1600 kilometer di utara Perth. Gereja yang dibangun pada tahun 1890 ini dirusak oleh topan Christine pada tahun 2013. Dengan dukungan masyarakat, dan hibah dari Dewan Warisan Australia Barat (Heritage Council of Western Australia), National Trust cabang Australia Barat,  akhirnya berhasil dikumpulkan lebih dari AUD 400.000 (lebih IDR 4 miliar) buat pemugaran gereja.

Dari pengalaman Australia ini, kita bisa pelajari tiga hal penting dalam upaya mereka menjaga situs dan bangunan warisan budaya dan sejarah. Pertama, masyarakat ikut melestarikan bangunan dan situs bersejarah.

Kedua, para relawan aktif menjaga bangunan warisan sejarah melalui kampanye advokasi, dan ketiga organisasi nirlaba semisal National Trust turut meyakinkan dan mendesak pemerintah negara bagian dan dewan kota untuk menerapkan perlindungan atas bangunan bersejarah.

*Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Baca Juga

Demi Kemajuan Sumatra Barat, Kita Lebih Butuh Pulang Kampung daripada Merantau
Demi Kemajuan Sumatra Barat, Kita Lebih Butuh Pulang Kampung daripada Merantau
Reformasi (Bagian I): Retrospeksi
Reformasi (Bagian I): Retrospeksi
Gosip Online
Gosip Online
Ahli Geologi Sebut Berbatuan yang Ditemukan di Lubuk Alung Struktur Geologi Langka nan Tersingkap
Ahli Geologi Sebut Berbatuan yang Ditemukan di Lubuk Alung Struktur Geologi Langka nan Tersingkap
Situs Diduga Peradaban Era Neolitik-Megalitik Ditemukan di Lubuk Alung
Situs Diduga Peradaban Era Neolitik-Megalitik Ditemukan di Lubuk Alung
Jokowi Sumbar, pengamat,
Dinamisnya Pencalonan Presiden