Hari Ini pada 1921, Bapak Film Nasional Usmar Ismail Lahir di Bukittinggi

Hari Ini pada 1921, Bapak Film Nasional Usmar Ismail Lahir di Bukittinggi

Usmar Ismail (Foto: Ist & pixabay.com)

Langgam.id - "Usmar Ismail adalah manusia yang sedari muda hidup bercita-cita, seorang idealis." Demikian Rosihan Anwar menggambarkan sosok sahabatnya, Usmar Ismail, bapak film nasional.

Hal tersebut disampaikan wartawan senior itu, dalam peringatan 30 tahun wafat Usmar Ismail pada 2001. Pidato Rosihan saat peringatan tersebut, ia terbitkan dalam Buku 'Sejarah Kecil Petite Histoire" Indonesia, Volume 2 (2009).

Acara tersebut untuk mengenang wafat Usmar pada 1971 setelah terserang stroke. Kurang dari 50 tahun sebelumnya, Usmar lahir di Bukittinggi pada 20 Maret 1921, atau tepat 98 tahun yang lalu dari hari ini, Rabu (20/3/2019).

Menurut Rosihan, Usmar merupakan anak bungsu dari enam putra dan putri Ismail Datuk Manggung dan Fatimah zahra. Kakak tertuanya adalah Dr. Abu Hanifah yang juga seorang sastrawan dengan nama pena El Hakim.

Choirotun Chisaan dakam Buku 'Lesbumi: Strategi Politik Kebudayaan' menulis, pendidikannya bermula dari sekolah rendah dan kemudian HIS di Batusangkar.

Ia kemudian melanjutkan ke MULO di Padang. Rosihan Anwar dalam “Di Balik manusia Komunikasi,” tulisan persembahan untuk 75 Tahun M. Alwi Dahlan, kemenakan Usmar Ismail, menulis, sudah berteman dengan Usmar sejak di bangku MULO ini.

Rosihan menulis, Ismail, ayahanda Usmar merupakan guru pensiunan yang mengajar Bahasa Melayu di Middelbaar Onderwijs voor Indlandsche Ambtenaren (Mosvia) Bukittinggi. Ia menulis artikel untuk majalah Pandji Pustaka dan juga menulis buku kumpulan peribahasa 'Bidal Melajoe',

Kebiasaan menulis itu, menurut Rosihan, turun kepada anak-anaknya termasuk Abu Hanifah dan juga Usmar. "Dan, Usmar Ismail memperlihatkan suatu versatility, kemampuan menulis aneka ragam secara mengagumkan," tulisnya.

Sebagaimana halnya Rosihan, Usmar kemudian melanjutkan sekolah ke Algemeen Midelbare School (AMS) di Yogyakarta. Di sekolah ini, keduanya mulai tertarik pada dunia teater.

"Satu hal menarik ialah kegiatan di dunia teater bersama teman sekelas saya di AMS Yogya, Usmar Ismail. Sekolah itu tiap tahun mengadakan pertunjukan tonil di Societeit Mataram," tulisnya.

Menurut Rosihan, saat sekolah di AMS inilah pertama kali Usmar menyutradari teater. "Sebagai sutradara sandiwara Maya, Usmar tidak terlalu banyak memberikan instruksi dan pengarahan kepada pemainnya. Karena pemeran utama grup teater Maya adalah Rosihan Anwar, sahabat dekat dan teman sekelas di AMS," tulisnya di Buku 'Sejarah kecil'.

Namun, ia mengakui Usmar sangat jeli dan detail dalam mengoreksi pemain lain dalam teater tersebut.

Dunia teater terus berlanjut saat Usmar bekerja pada Pusat Kebudayaan yang didirikan Jepang pada 1943 di Jakarta. Saat itu, pergaulan kedua sahabat sudah makin intens dengan para sastrawan dan penyair angkatan Pujangga Baru seperi Sanusi Pane, Armijn Pane dan Sutomo Djauhar Arifin.

Teater Maya saat itu, terus tampil membawakan karya yang ditulis usmar. Pemainnya, selain Rosihan, juga HB Jassin yang kelak terkenal dengan julukan 'Paus Satra Indonesia'. Usmar juga terus menulis sajak. Laman Ensiklopedia Kemendikbud mencatat, sajak-sajak Usmar Ismail dikumpulkan dalam Puntung Berasap dan naskah sandiwaranya dalam Sedih dan Gembira (Jakarta: Balai Pustaka, 1948).

Pada masa Jepang itu pula, Usmar dan Rosihan berkenalan dengan dua putri Betawi kakak beradik, Sonya Hermien Sanawi dan Siti Zuraida Sanawi. Usmar menikahi Mien pada 1944. Kedua sahabat itu langsung menjadi saudara ipar, saat Rosihan menikahi Ida pada 1947.

Saat revolusi antara 1945-1949, Usmar lebih banyak beraktivitas di Yogyakarta. Saat itu, ia melebarkan sayap dengan menjadi jurnalis dan mendirikan media. Ia memimpin Harian Patriot dan Majalah Arena. Aktivitas ini pula yang mengantarkan Usman sempat jadi Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 1946-1947.

Mardanas Safwan dalam 'H. Usmar Ismail: Hasil Karya dan Pengabdiannya' (1983) menulis, pada saat itu Kolonel Zulkifli Lubis merekrutnya masuk intelijen TNI. Usmar kemudian diberi pangkat Mayor, dan berada langsung di bawah Zulkifli.

Aktivitas ini yang kemudian membuat ia ditangkap polisi NICA-Belanda yang menjebloskannya ke Penjara Cipinang. "Waktu itu Usmar berada di Jakarta sebagai wartawan kantor berita Antara. Tetapi intel Belanda tahu, Usmar pernah jadi perwira intel di Yogyakarta," tulis Rosihan.

Usmar baru dilepaskan oleh Belanda dari penjara, kata Rosihan, setelah perkembangan politik berubah dan sedang menuju penyelesaian konflik Indonesia di KMB Den Haag.

Rosihan menulis, keluar dari tahanan, Andjar Asmara yang sedang membuat film Gadis Desa di studio Jatinegara, mengajak Usmar menjadi asisten sutradara. Itulah persentuhan pertamanya dengan film.

Pada 1950, usmar memulai debut pertamanya sebagai sutradara lewat film 'Darah dan Doa'. Film ini di bawah perusahaan film Perfini yang didirikan Usmar.

Film yang mengangkat kisah long march Divisi Siliwangi tersebut dikenal sebagai film nasional pertama.

Laman ensiklopedia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat, bagi Usmar sebuah film seharusnya tidak bergantung pada dana. Film tidak harus selalu bersifat komersil, tetapi merupakan hasil karya seni yang bebas dan harus bisa mencerminkan kepribadian nasional.

Karena itu, pengambilan gambar pertama film ini pada 30 Maret 1950 di kemudian hari dijadikan sebagai Hari Film Nasional.

Pada 1952, Usmar mendapat beasiswa dari Yayasan Rockelfeller untuk belajar sinematografi di University of California Los Angeles.

Film-film Usmar sepulang sekolah ini, menurut Rosihan, lebih memperkuat karakter lakonnya. Seperti, Kafedo (1953), Krisis (1953), Lewat Djam Malam (1954), dan Tamu Agung (1955).

Berkarya selama 20 tahun, menurut Rosihan, Usmar menghasilkan 33 karya film layar lebar. Film-fim tersebut antara lain, berbentuk drama, komedi/satire, action serta musikal/entertainmen.

Beberapa karya Usmar mendapat penghargaan. Salah satunya, film Pedjoang (1960) meraih penghargaan Festival Film International Moscow tahun 1961 untuk peran utama, yang dimainkan oleh Bambang Hermanto.

Selama berkarya tersebut, Usmar dinilai membawa pembaruan pada film Indonesia. Antara lain, membuatdialog film lebih wajar dan mengeluarkannya dari gaya sandiwara panggung.

Selama berkarya itu pula ia mengkader banyak sutradara, penulis skenario, aktor dan aktris film Indonesia.

Selain Usmar, para sutradara yang berasal dari Perfini adalah Djadoek Djajakusuma, Nya Abas Akup dan Wahyu Sihombing. Penulis skenario, selain Usmar, di antaranya Gayus Siagian, Suryo Sumanto, Asrul Sani, MD Alif dan keluarga dekat usmar seperti Nursiah, Alwi Dahlan dan Abu Bakar Dahlan.

Aktor yang sempat diorbitkan Perfini, di antaranya, Bambang Hermanto, Bambang Irawan, Galeb Hussein, Teguh Karya dan Rachmat Hidayat. Juga, para aktris seperti Mikeke Widjaya, Chitra Dewi, Indriati Iskak, Nurbaini Jusuf, Suzanna, Aminah Tjendrakasih, Rima Melati, Widyawati dan Lenny Marlina.

Namun, ia tak mulus saja berkarya. Saat dunia politik memanas, Usmar sempat jadi bulan-bulanan diserang di media-media PKI karena beberapa filmya. Menurut Rosihan, hanya karena membuat film 'Perawan di Sarang Penyamun' (1962) yang tidak bertendensi apapun, ia sempat dituduh PKI kontrarevolusioner dan antek Amerika.

Padahal, sejak 1950-an, Usmar termasuk yang berjuang keras melawan dominasi film-film Amerika di jaringan bioskop di Indonesia.

Serangan PKI juga yang agaknya membuat Usmar bersama Djamaludin Malik dan Asrul Sani merapat ke Nahdatul Ulama. Dipimpin Djamaludin Malik, ketiganya mendirikan Lesbumi, lembaga seniman budayawan yang berafiliasi denganPartai NU.

Karena aktivitas di Lesbumi pula, Usmar sempat menjadi anggota DPR mewakili NU pada 1966-1969.

Setelah menghasilkan karya terakhir pada 1970, Usmar banyak menghadapi masalah keuangan Perfini. Pada awal tahun 1971, secara mendadak ia pingsan dan mengalami pendarahan di otak. Tak genap 50 tahun, Usmar tutup usia pada 2 Januari 1971.

Perjuangannya sebagai perintis membuat ia kemudian dikenal sebagai Bapak Film Nasional. Ia menerima banyak penghargaan setelah meninggal. Antara lain, pusat perfilman yang didirikan Pemerintah DKI Jakarta dinamakan dengan namanya: Pusat Perfilman Usmar Ismail, yang masih ada hingga kini. (HM)

Baca Juga

Pabaruak, Film Terpilih Fesbul Bertemakan Kearifan Lokal Minangkabau Diputar di Kota Padang
Pabaruak, Film Terpilih Fesbul Bertemakan Kearifan Lokal Minangkabau Diputar di Kota Padang
HIMA Sejarah Unand Bekali Angkatan Muda
HIMA Sejarah Unand Bekali Angkatan Muda
Situs Diduga Peradaban Era Neolitik-Megalitik Ditemukan di Lubuk Alung
Situs Diduga Peradaban Era Neolitik-Megalitik Ditemukan di Lubuk Alung
Soenting Melajoe: Film Perdana tentang Roehana Koeddoes, Pahlawan Nasional dan Wartawati Pertama Indonesia
Soenting Melajoe: Film Perdana tentang Roehana Koeddoes, Pahlawan Nasional dan Wartawati Pertama Indonesia
Salah satu daerah di Sumbar terpilih menjadi lokasi syuting film Palm's Oil Love yang akan diproduksi oleh Yayasan Bentang Merah Putih.
Libatkan Aktor 2 Negara, Agam Akan Jadi Lokasi Syuting Film Palm's Oil Love
Penutur Kuliner
Penutur Kuliner