Kanker payudara merupakan jenis kanker yang memiliki tingkat kejadian dan kematian tertinggi di dunia. Hal ini terbukti dari data yang dikeluarkan oleh Global Cancer Observatory pada tahun 2020 bahwa sebanyak 24,5% dari 9,2 juta wanita terdiagnosa kanker payudara. Artinya ini ada sekitar 225.400 wanita yang terdiagnosa kanker payudara pada tahun 2020.
Selain itu, tingginya angka kejadian penderita kanker payudara pada wanita juga diikuti oleh tingginya angka kematian akibat kanker payudara. Sebanyak 15,5% dari 4,4 juta wanita di dunia atau sekitar 68.200 wanita meninggal akibat kanker payudara pada tahun 2020. Diprediksi angka kejadian dan kematian terhadap kanker tersebut akan terus meningkat menjadi lebih dari 3 juta kasus baru dengan 1 juta kematian pada tahun 2040.
Efek Samping dan Biaya Pengobatan Kanker Payudara
Tingginya angka kejadian kanker payudara tentu dapat membuat biaya pengobatan yang dikeluarkan akan semakin meningkat (Kemkes, 2022). Terdata sebanyak 7,6 triliun rupiah pembiayaan BPJS dihabiskan untuk penanganan penyakit kanker payudara pada tahun 2019- 2020 (Kemkes 2020). Apalagi jika pasien datang dengan stadium kanker yang sudah lanjut yang membutuhkan penanganan yang ekstra dan pengobatan dengan dosis tinggi untuk menyembuhkan penyakit kanker payudara yang tentu biaya pengobatannya juga semakin mahal.
Penanganan untuk mengobati kanker payudara di rumah sakit kebanyakan menggunakan kemoterapi, operasi, dan juga radiasi. Penanganan tersebut tentu memliki efek samping yang tinggi baik secara fisik maupun secara psikologis. Efek samping secara fisik seperti alergi, mual, diare, dan rambut rontok. Sedangkan efek samping secara psikologis seperti trauma, perasaan tertekan, dan adanya perasaan ingin menyerah.
Tingginya efek samping akibat dari kemoterapi, radiasi, maupun operasi, mengakibatkan banyak orang yang menghindar dari pengobatan tersebut setelah ia terdiagnosa kanker payudara.
Akibatnya hal tersebut malah memperparah kanker yang dideritanya. Sehingga diperlukan alternatif pengobatan baru yang memiliki efek samping yang minimal.
Pengobatan Alternatif Kanker Payudara
Salah satu alternatif pengobatan yang banyak dikembangkan untuk mengobati kanker payudara adalah pengobatan yang berasal dari tanaman herbal. Apalagi di Indonesia merupakan negara yang kaya akan rempah-rempah dan tanaman herbal sehingga banyak sekali penelitian yang sudah ditemui meneliti potensi tanaman herbal terhadap kanker payudara. Salah satunya adalah tanaman herba kelakai (Stenochleana palustris (Burm.F ) yang diteliti oleh Safitri (2020).
Manfaat Ekstrak Herba Kelakai
Dalam penelitiannya didapatkan hasil bahwa perlakuan Ekstrak herba kelakai (Stenochleana palustris (Burm.F.) Bedd.) terhadap sel T47D dengan uji imunohistokimia menunjukkan adanya peningkatan ekspresi p53 dan penurunan ekspresi Bcl-2 yang ditandai dengan terdeteksinya warna coklat pada sitoplasma pada sel T47D seiring meningkatnya jumlah sampel.
Flavonoid yang terkandung pada herba kelakai rupanya juga terdapat pada tumbuhan sungkai (Peronema canescens) pada bagian daunnya. Flavonoid dipercaya memiliki aktivitas anti kanker dengan cara memacu apoptosis melalui beberapa mekanisme antara lain penghambatan aktivitas DNA topoisomerase I/II, modulasi signalling pathways, penurunan ekspresi gen Bcl-2 dan Bcl-XL, peningkatkan ekspresi gen Bax dan Bak serta aktivasi endonuclease.
Penelitian terkait potensi flavonoid sebagai anti kanker rupanya terbatas pada kanker kolon saja seperti yang dilakukan oleh Arsyik (2021) yang hasilnya bahwa ekstrak kloroform SF3 dari P. canescens dapat memblokade fase G0/G, S dan M/G2 dalam sel HT-29 dan sel Adeno Capt3N1cM1. Dari fase- fase tersebut, fase sintesis menunjukkan persentase penghambatan siklus sel tertinggi sebesar 26, 79%.
Oleh karena itu, penelitian terkait potensi anti kanker dari daun sungkai terhadap terhadap ekspresi gen BCL-2 sel kanker payudara T47D perlu dilakukan mengingat daun sungkai merupakan tanaman herbal yang banyak dijumpai di Indonesia yang memiliki kandungan flavonoid yang sudah banyak diteliti orang memiliki aktivitas anti kanker. Jadi diharapkan daun sungkai bisa menjadi tanaman obat di masa yang akan datang yang murah, efektif, dan tentu memiliki efek samping yang minimal.
Penulis: Di Ajeng Clara Mutia merupakan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas