Langgam.id - Pemilihan Presiden 2024 akan memilih Presiden dan Wakil Presiden yang akan memimpin Indonesia pada periode menentukan pencapaian 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) 2030.
Selain melanjutkan TPB/SDGs Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama 10 tahun, Presiden terpilih juga harus menggenjot pencapaian indikator TPB/SDGs Indonesia lainnya yang masih stagnan dan belum tercapai.
Hal ini diungkapkan oleh Bona Tua P.P, Program Manager SDGs International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), dalam siaran pers INFID menjelang Debat Capres dan Cawapres keempat yang akan digelar pada 21 Januari 2024.
“Presiden mendatang mestilah Presiden yang benar-benar berkomitmen mewujudkan TPB/SDGs sekaligus mengantarkan Indonesia sebagai Negara Maju,” kata Bona, dalam keterangan tertulis, Minggu (21/1/2024).
Menurut Bona, pencapaian Indonesia pada TPB/SDGs masih jauh dari target. Berdasarkan laporan TPB/SDGs Global 2023 yang dikeluarkan oleh Sustainable Development Solutions Network (SDSN), Indonesia berada di posisi buncit di antara negara-negara G20.
“Posisi buncit Indonesia pada TPB/SDGs berdasarkan laporan SDSN 2023 misalnya pada sektor Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu pendidikan dan inovasi,” kata Bona.
Indonesia berada di posisi buncit di antara negara-negara G20 untuk anggaran penelitian, yaitu angka 0,3 atau tidak ambisius (% of GDP 2020 UNESCO; SDG Report 2023 SDSN). Rasio pascasarjana (S2/S3) Indonesia juga sangat rendah yaitu 0,45 persen. Angka ini pun jauh dari angka negara maju yang rasionya sudah mencapai 9,8 persen.
Penasehat Ahli INFID Mickael Bobby Hoelman mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah untuk pencapaian pembangunan di sektor SDM, lingkungan, agraria, energi dan sumber daya alam mengacu kepada data dalam negeri, yaitu data capaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan dashboard TPB/SDGs Bappenas.
“Berdasarkan paparan Menteri PPN/BAPPENAS pada Juni 2023, terdapat 10 indikator RPJMN yang berisiko tidak tercapai pada sektor SDM, khususnya kesehatan,” kata Mickael.
“Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang terakreditasi seperti puskesmas atau yang setara pada capaian 2022 masih setengah perjalanan yaitu 56,4 persen, padahal target 2024 sudah harus mencakup 100 persen. Demikian juga target stunting balita yang masih berada di angka 21,6 persen, padahal targetnya stunting di 2024 hanya tersisa 14 persen,” ungkap Mickael.
Hal senada juga menjadi sorotan Penasehat Ahli INFID Zoemrotin K. Susilo yang mengatakan bahwa pencapaian di area energi dan lingkungan hidup juga berpotensi stagnan dan bermasalah mengacu kepada laporan tahunan TPB/SDGs (2023) dan dasbor TPB/SDGs yang dikeluarkan oleh Bappenas.
“TPB/SDGs Tujuan 7 (Energi Bersih dan Terbarukan) pada indikator 7.2 yaitu proporsi energi terbarukan dalam bauran energi hanya mengalami kenaikan yang kecil, di mana capaian 2022 berada pada angka 12,30 persen (hanya mengalami kenaikan 0,14 persen dari 2021),” ujar Zumrotin.
“Sementara itu, target tahun 2024 seharusnya berada pada angka 23 persen (target RPJM 2020-2024), dan 40 persen di tahun 2030 (target TPB/SDGs). Mustahil energi bersih tercapai karena masih jauh dari target dan sangat mungkin tidak tercapai,” kata Zumrotin.
“Adanya Perpres No.112 Tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) kurang mengakselerasi proporsi energi terbarukan, apalagi pemulihan ekonomi dan sosial yang disertai aktivitas industri dan mobilitas penduduk pasca pemulihan Covid19 tentunya akan mempengaruhi kenaikan penggunaan energi fosil,” kata Zumrotin.
INFID berharap, ketiga paslon Capres-Cawapres dalam Debat Capres dan Cawapres keempat nanti dapat menunjukkan komitmennya untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. (*/Fs)