Satu lagi ulama, birokrat, akademisi serta politisi mumpuni Minangkabau wafat, dipanggil ke rahmatullah. Beliau adalah Prof Dr H Amir Syarifuddin, ahli hukum kewarisan Islam dan adat Minangkabau itu telah mendahului kita dijemput al-Khaliq, Rabu 27 Desember 2023 pukul 08.30 WIB.
Prof Dr Amir Syarifuddin meninggal dunia di kediamannya di Lubuk Lintah, Kuranji, Padang pada 27 Desember 2023 pukul 08.50 WIB dalam usia 86 tahun. Ulama yang sampai akhir hayat menjadi Guru Besar UIN Imam Bonjool itu, lahir tahun 1937 di Pakan Sinayan, Banuhampu, Agam.
Rektor IAN (kini UIN) Imam Bonjol periode 1983-1993 itu merupakan kebanggaan bukan hanya bagi keluarga tetapi juga bagi keluarga besar IAIN-UIN Imam Bonjol serta MUI Sumbar, bahkan untuk masyarakat dan umat di Ranah ini.
Ketua MUI 1995-2000 dan anggota MPR RI Utusan Daerah 1997-1999 itu meninggalkan handai-tolan serta mahasiswa dan sahabat yang sangat terkesan dengan kelugasan, tegas, rasional, argumentasi tekstual dan kontekstual jitu dalam pemikiran Islam berkemajuan.
Beliau memahami adat Minangkabau denga baik dan rinci, antara lain menulis Disertasi Doktor yang kemudian menjadi buku, “Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau" Gunung Agung, 1984.
Disertasi yang kemudian menjadi buku itu merupakan riset paling akurat bukan hanya dilakukan dengan studi kasus di Minangkabau dan Indonesia, tetapi juga studi literatur beliau langsung di Leiden University, Belanda.
Ulama dan Rektor Mumpuni
Sebagai ulama, Amir Syarifuddin bukan sekedar mengajarkan ilmu-ilmu ke-Islaman dalam artian terbatas, wabil khusus hukum Islam dan hukum kewarisan Islam, tetapi di luar ilmu fikih dan ushul fikih serta membaca teks klasik Ibnu Rusyd dan lainnya, beliau sangat memahami dengan baik Ilmu Tauhid dan Ilmu Kalam atau Theology Islam. Dan di dalam praktek sufi modern, beliau adalah praktisinya yang patut diteladani.
Di antaranya berbicara lugas, tegas dan akurat. Dengan dalil aqli dan naqli yang orisinal. Tak pernah ada kilasan rasa tak nyaman demngan teman berfikir dan lawan debatnya. Akan tetapi tetap bijaksana di dalam memutuskan hal-hal yang prinsipil untuk lembaganya.
Di dalam memimpin selalu berada di tengah. Ini terasa kepada murid, mahasiswa dan para abdi negara di bawah manajemen utama beliau di IAIN 1982 (Care Taker Rektor) dan Rektor Penuh 1983-1993.
Posisi berada di tengah itu sangat terkesan ketika pada masa lalu ada nuansa terjadi kompetisi tersembunyi antara pengikut ormas tertentu di lembaga yang dipimpinnya. Amarhum Prof Amir begitu piawai mengendalikan diri dan bawahannya serta koordinasi ke samping, ke atas dan ke bawah.
Dengan begitu tak ada kesan beliau pro kekuatan tertentu apalagi ormas tertentu. Kendali manajemen dan spektrum kepemimpinannya di akui adil-berimbang dan memberikan semangat kreatifitas tinggi kepada dosen, mahasiswa dan karyawan.
Politisi Handal
Pada masa kepemimpinan, Prof Amir di IAIN Imam Bonjol dianggap sukses oleh berbagai pihak. Lalu setelah itu beliau terpilih aklamasi menjadi Ketua MUI Sumbar. Berikutnya, ketika di ujung masa Orde Baru 1977-1999 Prof Amir terpilih melalui sidang DPRD Sumbar menjadi Anggota MPR RI utusan Daerah dari Sumbar.
Ini mencerminkan bahwa kilatan politik menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan ulama yang satu ini di masa itu.
Keadaan itu tak begitu lama berlangsung. Karena Prof Amir adalah Guru Besar Hukum Islam yang jelas adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), maka sesuai dengan aturan setelah reformasi, ASN bebas politik praktis atau Bahasa vulgarnya, “tak boleh berpolitik”, dan apa lagi duduk di lembaga negara yang berbaju politik.
Ulama guru besar ini sepenuhnya kembali ke habitat awalnya yaitu dunia keulamaan dan akademisi.
Tak Banyak Cerita dan Kokoh
Kecintaan para kolega dan murid Amir Syarifuddin bukan hanya atas ilmu dan keulamaannya. Lebih dari itu, misalnya komen berikut dari Prof Dr H Azmi M.Ed, mantan Rektor UM Sumbar dan WR 1 IKIP-UNP. "Prof Amir itu tak banyak cerita dan kokoh”, Prof Azmi pernah bersamanya di MUI Sumbar.
"Apa itu maksudnya?” Tanya penulis Obituari ini. “Beliau kalau rapat, berunding atau bertemu hanya membicarakan pokok persoalan”. “Dan beliau Prof Amir tak pernah tergoda dengan rayuan duniawi”.
Selamat jalan Guru Besar Prof Dr Amir Syarifuddin. Semoga Allah melapangkan jalan untuknya kelak ke syurga jannatun naim.***
Penulis Shofwan Karim, Kini Dosen PPs UM Sumbar dan Ketua Umum YPKM. Di zaman Rektor Prof Dr Amir Syarifuddin, Shofwan setelah lulus seleksi (1984) menjadi Dosen IAIN-UIN Imam Bonjol Padang.