Festival Rakyat Batang Arau (FRBA) sudah digelar. Mulai dari tanggal 29 sampai 31 Desember 2022 lalu. Gubernur Sumbar Mahyeldi membukanya secara resmi. Bersama Gubernur juga hadir 4 orang Kepala Dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat: Kadis Pariwisata Luhur Budianda, Kadis Lingkungan Hidup Siti Aisyah, Kadis Pemuda dan Olahraga Dedy Diantolani, dan Kadis Perindustrian dan Perdagangan Asben Hendri. Kepala Bidang Kebencanaan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Rumainur Bakar juga hadir mewakili kepala Badan.
Ada yang bertanya, apakah FRBA merupakan perayaan atas sudah bersih dan terkelolanya Batang Arau dengan baik? Saya jawab dengan cepat: tidak. Batang Arau belum lagi bersih, belum pula terkelola baik. Masih amburadul.
Perubahan memang ada. Sedimen di beberapa titik sudah dikeruk. Beberapa bangkai kapal sudah pula diangkat. Tapi wajah sungai tempat berlabuhnya beberapa kapal pesiar, kapal angkutan orang dan barang serta perahu nelayan itu belum lagi berubah signifikan.
Pemerintah kota Padang belum mampu mewujudkan janji yang pernah diucap. Janji membereskan Batang Arau dalam 3 bulan: jatuh pada tanggal 31 Desember 2022. Seperti biasa, ragam sampah masih saja mengapung-apung di sepanjang Batang Arau. Ada yang tersangkut di pantat kapal dan perahu nelayan. Ada pula yang menumpuk di mulut Muaro.
FRBA adalah titik berangkat meningkatkan kepedulian rakyat terhadap kebersihan Batang Arau. Terutama rakyat lokal. Dalam setiap pertemuan dengan rakyat tempatan, terutama dengan para penggiat Kelompok Sadar Wisata Gunung Padang, satu hal selalu saya sampaikan: pelakon utama membersihkan dan menjaga Batang Arau adalah rakyat tempatan. Bukan orang luar yang tinggal jauh dari Batang Arau.
Sebab itu, yang harusnya lebih dulu marah kepada para pembuang sampah ke sungai indah itu adalah mereka. Baik pembuang lokal maupun pembuang luar. Prinsip itu juga tergambar pada teknis pelaksanaan Festival di lapangan: Pokdarwis Gunung Padang berdiri di depan, Koalisi Masyarakat Peduli Batang Arau dan segenap anggotanya berdiri di belakang-belakang saja.
FRBA juga tidak diniatkan sebagai “kegiatan tahunan” yang digelar sekali dalam 12 bulan saja. Setelah Festival selesai, kegiatan yang sama mesti digelar secara rutin. Paling tidak setiap akhir pekan. Wisatawan yang ingin mencoba sensasi bersampan-sampan tetap bisa menikmatinya di Muaro Batang Arau setiap Sabtu dan Minggu sore. Begitupun terkait kuliner: pemburu kuliner yang ingin menikmati makanan laut bisa datang ke lapangan bola mini Batang Arau setiap Sabtu dan Minggu. Terkait jual beli sampah botol dan gelas plastik juga begitu.
Selain itu, FRBA juga hendak menyuguhkan fakta Batang Arau yang sebenarnya kepada gubernur dan para Kepala Dinas yang hadir. Setelah mereka melihat langsung, kepala mereka akan dipenuhi ide-ide dan langkah kongkret pembenahan sungai yang di ujungnya terdapat pelabuhan tertua di Sumatera Barat itu.
Saya dengar, setelah Festival usai, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Siti Aisyah sudah bertemu dengan Ketua Pokdarwis Gunung Padang Bhilu Pricilia. Mereka berdua sudah sepakat membenahi Batang Arau. Langkah-langkah strategis dan teknis pembenahan sedang mereka susun.
Pesan penting FRBA lainnya adalah konsep partisipatif dalam membenahi sungai sedang diperkenalkan dan dijalankan. Harapannya, dengan partisipasi rakyat, perubahan wajah Batang Arau tidak hanya sesaat, tapi berkelanjutan.
*Koordinator Koalisi Masyarakat Peduli Batang Arau
Padang, 6 Januari 2023.